Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan Daerah Pal Jaya mengadopsi teknologi baru untuk mengelola limbah tinja warga Jakarta. Perangkat bernama Andrich Tech itu diklaim bisa mengubah limbah tinja menjadi air bersih dalam waktu 30 menit.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno meresmikan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) PAL-Andrich Tech System buatan dua ilmuwan PT MJH Lestari Internasional, Andri Oba dan Chairunnas itu pada 23 Mei 2018. Sandiaga menargetkan, mulai tahun depan, 200 unit alat tersebut akan terpasang secara bertahap di permukiman padat di Ibu Kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mesin pengolah limbah hasil kerja sama dengan PT MJH Lestari Internasional itu kini tengah menjalani uji coba di Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT) Duri Kosambi, Jakarta Barat.
Direktur Utama PD Pal Jaya Subekti menuturkan, Sandiaga mematok target pemasangan 200 unit Andrich Tech setelah melihat bagaimana teknologi itu bekerja. "Itu target beliau (Sandiaga) untuk tiga tahun ke depan," ujar Subekti kepada Tempo, Jumat 25 Mei 2018.
Baca: Ternyata Air Jakarta Rawan Tercemar Kotoran Manusia
PD Pal Jaya dan Perusahaan Daerah Air Minum (PAM) Jaya juga tengah membahas kemungkinan pemakaian alat ini di kawasan yang kekurangan air bersih. Namun Subekti menampik teknologi pengolahan air limbah tinja ini akan digunakan untuk air minum.
"Untuk air minum, bahan bakunya tentu bukan air tinja ya," katanya. Sementara ini, air hasil pengolahan Andrich Tech di Duri Kosambi hanya digunakan untuk mengaliri sawah di sekitarnya.
Pada saat ini, DKI sebetulnya telah memiliki dua sistem pengolahan limbah tinja: sistem konvensional dan sistem teknologi mekanis.
Pada sistem konvensional, waktu untuk pengolahan limbah tinja adalah 27 hari. Sedangkan pada sistem mekanis, pengolahan limbah tinja membutuhkan waktu 7 hari. "Biayanya juga lebih besar," ujar Subekti.
Pengolahan air limbah terutama tinja menjadi masalah pelik Jakarta.
Setiap hari, ibu kota Jakarta menghasilkan limbah sebanyak 2 juta meter kubik per hari. Namun, yang bisa diolah hanya sekitar 35 ribu meter kubik saja. Penyebabnya, Jakarta tak punya cukup tempat pengolahan limbah.
Pada saat ini, pengolahan air limbah melalui perpipaan di Jakarta baru melayani 3,8 persen warga Jakarta. Air limbah dari septic tank warga di Jakarta, diangkut menggunakan truk tangki dan diolah di IPLT Pal Jaya di Pulogebang dan Bukit Duri.
DKI juga mempunyai satu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), yaitu IPAL Waduk Setiabudi yang melayani limbah dari perkantoran, hotel atau bangunan sekitarnya. IPAL ini adalah pengolahan limbah paling besar yang dimiliki Jakarta.
Di lahan seluas 4,2 hektare di Jalan Galunggung Setiabudi itu, limbah dari permukiman di sekitar Senayan, Sudirman, dan Kuningan diolah menggunakan tujuh mesin aerator. Hasil pengolahan pun bisa aman di buang ke sungai.
Baca: Jakarta Darurat Limbah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Untuk mengatasi permasalahan limbah di Jakarta, bahkan Kementerian PUPR juga turun tangan. Bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA), PUPR akan membangun Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpadu atau Jakarta Sewerage System (JSS) yang tersebar di 15 zona.
Dari 15 zona itu, pengelolaan limbah terpadu tersebut akan diawali pengembangannya di zona 1 yang berlokasi di Pluit dan zona 6 di Duri Kosambi. Selain pembangunan IPAL terpadu pada 15 zona tersebut, Kementerian PUPR juga akan bekerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta untuk pembangunan IPAL komunal melalui program Sanimas.
Kementerian PUPR menargetkan IPAL terpadu pada 15 zona tersebut akan selesai pada 2035, dan akan mampu melayani pengolahan air limbah Jakarta hingga 90 persen.
BUDIARTI UTAMI PUTRI