Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Setelah Pekan Pendidikan

Pekan pendidikan lalu lintas diselenggarakan guna meningkatkan disiplin. dampaknya tidak jelas. banyak pelanggaran oleh pengemudi becak, akibat tindakan yang lemah & hukuman ringan terhadap pelanggar. (kt)

27 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LALULINTAS di Jakarta masih semrawut. Bahkan Gubernur Ali Sadikin pada penutupan pekan lalulintas, akhir Oktober yang lalu, tak kurang menyebutkan bahwa keadaan lalulintas di Jakarta masih brengsek. Dengan nada yang keras dia mengecam sementara pemakai jalan yang egois. "Dikiranya jalan itu milik nenek moyangnya", ucap Ali Sadikin. Tapi, apakah sikap seenaknya pemakai jalan itu sudah dicari penyebabnya? Untuk menyelusuri penyebabnya, tentu saja tak mudah. Pertengahan bulan lalu sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan disiplin lalulintas telah diadakan pekan pendidikan lalulintas. Hampir di setiap persimpangan jalan bergantung spanduk-spanduk dengan sponsor perusahaan perakitan mobil. Begitu pula di mobil-mobil, terutama taksi, stiker-stiker bertempelan yang isinya menasihati para supir agar lebih bijaksana dalam mengemudikan kendaraan. Tapi apakah itu semua punya manfaat? Dalarn masa pekan pendidikan lalulintas itu saja sudah kelihatan lebih semrawutnya para pemakai jalan. Becak-becak yang selama ini tak boleh beroperasi di daerah bebas becak pada jam-jam tertentu selama hari-hari itu telah berlaku seenaknya. Di Menteng misalnya, jam 20.00 malam abang-abang becak sudah berani nongkrong di simpang-simpang jalan di daerah terlarang. "Kesempatan oom, lagi belum ada operasi pembersihan", ujar seorang abang beca yang mangkal di depan bekas gedung wanita jalan Diponegoro. Hangat-hangat Begitu juga di tempat-tempat lain, bahkan di wilayah-wilayah yang tak termasuk daerah protokol tapi ada bebas becak siang hari mereka dengan nekadnya beroperasi. Hingga nyaris membuat orang lupa bahwa daerah itu tergolong DBB. Dan seusainya pekan pendidikan itu, keadaan masih tetap sama saja. Becak terus saja berkeliaran tanpa mengindahkan aturan daerah bebas becak. Namun menurut Kepala Dinas Penerangan Komdak Metro Jaya, Letkol Pol. R.A. Tonang, kendornya tindakan polisi terhadap abang becak itu bukan karena adanya pekan pendidikan. Meskipun selama pekan pendidikan itu, razia memang ditiadakan. Terus terang, kata Tonang, sebenarnya kita ini terserang hangat-hangat tai ayam. Ini dikemukakannya sehubungan dengan makin mengendornya pengawasan terhadap DBB itu. Sebenarnya sudah ada perintah untuk terus mengadakan penertiban terhadap beca, ujarnya. Namun kadangkala polisi terpaksa tidak bertindak. Hal ini menurutnya karena sering terjadi bila ada pembersihan maka supir becak melarikan diri dan meninggalkan becaknya begitu saja. Rupanya supir becak itu supir pengganti. Dan ini tentu saja punya risiko tambahan buat polisi yaitu keharusan membawa becak yang ditinggal itu ke pos, sebagai barang bukti. Tak urung kemudian Tonang sempat melayangkan keluhan para petugas, "rendahnya hukuman yang dijatuhkan terhadap pelanggar itu membuat para petugas enggan bertindak". Nah kalau begitu, bagaimana?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus