Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan, tahun lalu ada 53 ribu Warga Negara Indonesia (WNI) yang berangkat ke luar negeri secara unprosedural.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Dalam 5 tahun terakhir terjadi peningkatan secara konsisten," ujar dia saat ditemui Tempo di area Kantor Kementerian Luar Negeri, Senin, 24 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tahun 2019 ia mencatat ada 24 ribu kasus, lalu meningkat saat pandemi. Pada 2021 tercatatat ada 29 ribu kasus, kemusian tahun berikutnya mencapai 35 ribu kasus. Dari total kasus tersebut, Judha menyebut kasus pelanggaran keimigrasian terbesar. Dimana mereka tinggal secara ilegal di negara tujuan.
Pekerja yang masuk menggunakan visa turis, namun kedapatan bekerja di sana, termasuk dalam katagori tersebut. Meski WNI yang bekerja di luar negeri masih belum melebihi batas izin tinggal visa turis, Judha mengatakan, hal itu sudah termasuk pelanggaran keimigrasian . Alasannya, kedatangan mereka tidak sesuai dengan tujuan.
Judha mewanti, agar tidak menyepelekan pelanggaran imigrasi. Sebab hal itu tidak sebatas pada pelanggaran keadimistrasian, tapi menjadi pintu masuk masalah yang lebih besar. Sebeb mereka nantinya akan berstatus undocumented. Dan posisi hukum WNI undocumented lemah di luar negeri.
Undocumented terbagi menjadi dua, yakni mereka yang pergi menggunakan visa tidak sesuai peruntukan lalu overstay di negara tujuan dan mereka yang pergi ke luar negeri lewat jalur tikus. Jalur tikus ini hanya bisa dilewati untuk negara yang memiliki perbatasan langsung dengan Indonesia, seperti Malaysia.
Judha mencontohkan kasus Pekerja Migran Indonesia undocumented yang meninggal dan ditemukan di koper di Kota Mekkah, Arab Saudi pada 2020 silam. Semula ia diduga meninggal karena dibunuh, namun hasil penelusuran mengatakan ia meninggal karena sakit.
Karena namanya tidak tercatat atau undocumented, maka ia tidak bisa ke rumah sakit. "Dia tinggal bersama teman-temannya undocumented, temen nggak berani bawa ke RS, polisi atau Konsulat Jenderal RI," ujar dia.
WNI tersebut semula meninggal di hunian yang ditinggali bersama pekerja lain yang juga undocumented. Karena temannya ingin ia dikuburkan secara layak, maka jenazah ditaruh di koper dan diletakkan di tepi jalan, dengan maksud agar ditemukan dan dikuburkan secara layak. "Tapi nggak selesai di situ, polisi langsung grebek ke rumah temannya," ujar dia.
Kasus lain yang ia contohkan adalah WNI yang bekerja di Malaysia dan tidak memiliki paspor. Lantas karena harus ke rumah sakit, ia meminjam paspor temannya untuk berobat ke RS setempat. Naasnya, ia meninggal, sehingga identitas temannya dinyatakan juga meninggal. "Temannya lalu datang ke KJRI melapor dia maish hidup," ujar Judha.
Permasalahan itu tidak serta merta selesai, sebab meminjamkan identitas kepada orang lain jelas melanggar hukum. Maka dari itu, Judha Nugraha mewanti, agar Pekerja Migran Indonesia menempuh jalur resmi jika memang ingin bekerja di luar negeri.