Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada 164 missed call masuk telepon selulernya sepanjang Jumat kelabu pekan lalu. Bukan tak mau menjawab, Sidney Jones sedang sibuk berbicara. Ponsel perempuan asal Albany, New York, ini tak berhenti berdering sejak dua bom meledak di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, hari itu.
Esok paginya, Jones mengutip banyak hal dari laporan terbaru International Crisis Group—tempatnya bekerja sebagai penasihat senior—yang dipublikasikan Mei lalu, untuk menjelaskan peristiwa itu. Ia mengatakan Noor Din M. Top dan kelompok-kelompok sempalan Jamaah Islamiyah bisa jadi terlibat. ”Masih ada pembuat bom yang buron,” katanya.
Berikut ini petikan percakapan Kurie Suditomo dan Novi Kartika dari Tempo dengan Jones di kantornya di Menara Thamrin, Jakarta.
Menurut Anda, siapa di balik pengeboman kali ini?
Karena ini bom bunuh diri, (pelakunya) hampir bisa dipastikan kelompok ekstremis Islam, dan ”kandidat” paling mungkin adalah kelompok yang ada di sekitar Noor Din M. Top. Bukan berarti ini satu-satunya kemungkinan, tapi yang jelas ini yang paling kuat.
Jika menilai apa yang diungkapkan Presiden, benarkah ada kaitan dengan pemilu?
Saya belum melihat ada indikasi hubungan langsung antara pengeboman dan pemilu. Di masa lalu, kelompok-kelompok jihad ini tak pernah mengambil keputusan berdasarkan dinamika politik Indonesia.
Apa hubungannya dengan foto diri Presiden yang jadi sasaran target latihan tembak?
Itu foto tahun 2004. Foto itu diambil ketika polisi menangkap seorang tersangka teroris di Kalimantan Timur, Mei lalu. Tapi foto-fotonya sendiri berasal dari suatu pelatihan lapangan di Seram Barat pada 2004. Mereka menggunakan foto SBY sebagai target sasaran tembak.
Apa yang bisa kita baca dari temuan awal: JW Marriott kembali jadi target, bomnya dari dalam hotel?
Pelaku bom bunuh dirinya berkedok sebagai tamu hotel. Itu berarti ada lebih banyak uang yang digunakan untuk menjalankan operasi ini. Dan itu juga memberikan kesimpulan, kalau ini kelompok Noor Din, berarti mereka telah belajar dari kesalahan-kesalahan sebelumnya. Mereka sudah tahu cara mengelabui keamanan. Setidaknya pasti mereka sudah pernah melakukan percobaan-percobaan. Sudah berulang kali datang ke situ. Sudah pernah menguji sistem keamanan hotel-hotel itu. Dan berkesimpulan, kalau berpakaian seperti pebisnis, mereka masih bisa masuk.
Anda mengatakan ada lebih banyak uang yang digunakan, padahal Noor Din sering dikatakan sudah terpojok dan kehabisan logistik?
Akan sangat menarik membahas soal uang, karena Noor Din diduga kesulitan uang saat penangkapan Palembang terjadi. Kelompok Palembang beroperasi dengan bujet yang sangat terbatas. Demikian juga dengan bom Bali II pada Oktober 2005. Operasi itu sangat murah. Kalau yang ini, melibatkan hotel mewah bintang lima, bisa jadi butuh dukungan dana yang jauh lebih besar.
Berapa kira-kira yang mereka butuhkan? Bom Bali II yang menurut Anda murah itu berapa?
Bom Bali II kira-kira US$ 8.000 (sekitar Rp 80 juta). Sedangkan yang di Palembang paling US$ 1.000.
Termasuk materialnya?
Bahan peledak bom yang ditemukan di Palembang itu diberikan oleh kelompok Cilacap. Jadi mereka tak harus mengeluarkan uang untuk bahan peledak. Tapi untuk kabel, pemantik, casing seperti Tupperware, dan lain-lain, tak mahal. Paling-paling cuma US$ 50.
Anda menyebut kelompok Cilacap. Siapa mereka?
Polisi menangkap seseorang (Syaifuddin Zuhri alias Sugeng alias Sabit) di Cilacap pada 21 Juni lalu. Polisi mengintai Cilacap karena ini rupanya yang menjadi penghubung antara Noor Din dan kelompok Palembang. Ayah mertua Noor Din juga orang Cilacap. Namanya Baharuddin. Dia belum tertangkap. Polisi menemukan bahan-bahan pembuat bom dalam drum minyak yang tertanam di bekas kolam ikan di halaman belakang rumah Baharuddin.
Bisakah kita simpulkan pengeboman ini sebagai kerja Jamaah Islamiyah yang baru?
Tidak, kita sama sekali tak bisa menyimpulkannya begitu. Sebab, kelompok Noor Din adalah kelompok sempalan. Kita tidak bisa mengatakan kelompok Cilacap langsung berhubungan dengan Jamaah Islamiyah.
Tapi polisi sudah mengatakan bom kali ini mirip dengan bom yang ditemukan di Cilacap?
Ada banyak orang di Indonesia yang punya pengalaman membuat bom. Yang digunakan adalah material yang sama. Instruktur pembuat bom di Palembang adalah yang kabur dari penjara di Malang ketika Dr Azahari tewas dalam penggerebekan di Malang pada 2005.
Jadi ada banyak orang yang bisa terlibat, bukan cuma Noor Din?
Lihat saja daftar orang yang belum tertangkap. Ada Reno atau Tedi. Dia diduga menjadi instruktur bom di Palembang. Ada juga Taufik Bulaga, yang dikenal sebagai pembuat bom di Poso. Dia murid dari muridnya Dr Azahari dan dipercaya ada di Solo.
Memang masuk akal untuk mengaitkan bom kemarin dengan Noor Din karena ia selalu terkait dengan peristiwa di masa lalu. Tapi dia tidak termasuk Jamaah Islamiyah yang mainstream. Nah, orang di sekelilingnya juga sama-sama sempalan, atau orang baru sama sekali, meski ada pula laporan bahwa beberapa anggota Jamaah Islamiyah yang masih muda dan militan merasa gelisah dengan tiadanya aksi sekian lama.
Ada lembaga riset Australia yang mengatakan ancaman teroris meningkat karena sejumlah besar anggota Jamaah Islamiyah sudah bebas dari tahanan.
Ada 200-an orang yang dituding terlibat aksi teroris kini sudah bebas. Separuhnya anggota Jamaah Islamiyah. Banyak dari mereka yang sudah melupakan ide untuk aksi teroris. Salah satu alasannya, Maluku dan Poso sudah tenang. Umat muslim tak lagi dalam ancaman. Tapi dari mereka yang bebas, yang mungkin masih punya komitmen terhadap amaliah, atau ”kegiatan”, kira-kira empat orang. Polisi tahu siapa mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo