Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Usai menggelar Kultum Kebangsaan bertajuk Melawan Pengkhianatan Konstitusi oleh Dinasti, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Melki Sedek Huang mengungkap pengalaman intimidasi yang dialaminya, diduga dari aparat. Intimidasi datang setiap kali BEM UI mengadakan acara atau diskusi terbuka, persis seperti gelaran kuliah kebangsaan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bisa enggak dialihkan jadi ini, jadi itu," katanya mengungkapkan contoh intimidasi itu di lokasi kuliah kebangsaan di Lapangan Rotunda, Kampus UI Depok, Selasa, 7 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Intimidasi itu tak selalu datang langsung kepada dirinya. Sepekan sebelumnya, misalnya, Melki Sedek Huang mengatakan kalau ibunya yang tinggal di Pontianak, Kalimantan Barat, memberi tahu ada aparat datang ke rumah bertanya kapan dia pulang ke Pontianak. Anggota aparat itu disebutnya menanyakan pula kepada ibunya tentang kebiasaan dirinya sehari-hari.
Pertanyaan serupa ternyata juga ditujukan kepada gurunya di SMA 1 Pontianak. "Guru saya ada yang menelpon, katanya menjelang putusan MK ada yang tanya, 'Melki pas di sekolah gimana, Melki itu tiap hari kebiasannya apa'," tuturnya.
4 Pasal untuk Mahasiswa Penentang Penguasa versi Haris Azhar
Dalam kuliah kebangsaan, aktivis HAM yang juga pendiri Lokataru, Haris Azhar, menilai intimidasi menjadi wajar kala pemerintahan berkembang menjadi otoriter dan kebebasan berekspresi tak diberi ruang. Tapi dia menyebutnya sebagai rezeki dan ladang pahala karena memperjuangkan masa depan.
"Sebab, jika anak muda tidak pernah diteror, diintimidasi, orasi atau habis orasi tidak pernah diintimidasi serta dicari, itu adalah anak raja," katanya menambahkan.
Haris Azhar kemudian membeberkan apa yang disebutnya sebagai 'pasal-pasal' yang biasanya akan muncul jika Melki Sedek Huang dan mahasiswa lainnya menentang penguasa. Dimulai dari didatangi intel di rumahnya sampai akun medsos menghilang.
"Di masa-masa otoritarian itu pasal-pasalnya berbunyi jika kamu demo di depan Balairung (UI) maka akan ada intel datang ke rumah kamu," kata Haris Azhar.
Disaksikan pembicara dan mahasiswa, Ketua BEM UI Melki Sedek Huang menyampaikan pandangannya dalam Kultum Kebangsaan di Lapangan Rotunda Kampus UI Depok, Selasa, 7 November 2023. TEMPO/Ricky Juliansyah
Pria yang kini sedang diadili karena dianggap mencemarkan nama baik Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ini menjelaskan pasal yang kedua. Isinya, menurut dia, berbunyi: jika kamu menggerakkan 1.000 orang ke istana maka administrasi kampus kamu akan diganggu.
Belum cukup sampai di sana, Haris Azhar menambahkan, jika kekuasan diisi oligarki atau dinasti, maka akan ada pasal berikutnya, yakni dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Pasal ketiga ini berlaku, kata dia, untuk alasan sudah sering demonstrasi dan memberikan orasi yang menghina anak presiden.
"Dianggapnya menghina kalau kita mengkritik, mencerca penguasa atau bahkan hati-hati dengan isu yang akan muncul nanti, yakni dianggap anda menggangu kedamaian pemilu," tuturnya.
Di dunia maya, pasal lain berlaku. "Tiba-tiba sosmed kalian dapat warning dari polisi siber atau akun-Anda bisa dihilangkan," kata Haris Azhar.
Selain Haris Azhar, Kultum Kebangsaan BEM UI pada Selasa lalu juga mengundang tiga narasumber lainnya. Mereka adalah dosen filsafat juga pengamat politik Rocky Gerung, dosen juga pakar ekonomi Faisal Basri, dosen juga pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, dan Titi Anggraini dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM).