Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Widjanarko Tersangka Tiga Perkara

18 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahun ini, Widjanarko Puspoyo memegang rekor menjadi tersangka. Dialah mantan pejabat yang memperoleh predikat itu berturut-turut dalam tiga kasus berbeda. Pertama, mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog ini tersangkut kasus dugaan korupsi impor sapi potong dari Australia dengan kerugian negara Rp 11 miliar. Kemudian, menjadi tersangka dalam perkara gratifikasi dari impor beras Bulog di Vietnam.

Nah, kini dia tersangkut tuduhan korupsi dalam ekspor beras pada 2004. Dia kini menjadi tahanan di penjara Cipinang, Jakarta Timur. Menurut juru bicara Kejaksaan Agung, Salman Mariyadi, pada 2004 itu dia memerintahkan mengekspor beras 50 ribu metrik ton dengan pembeli Ascot Commodity NV, yang berdomisili di Swiss. Disebutkan, beras itu akan diekspor ke Afrika. ”Tapi pada saat bersamaan, Indonesia mengimpor beras dari Vietnam,” kata Salman, Kamis pekan lalu. Tindakan ini dinilai mencurigakan.

Masalahnya, harga jual ekspor beras ke Afrika justru di bawah harga dalam negeri. ”Jelas, ini menimbulkan kerugian negara,” kata Kemas Yahya, Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. ”Nilainya mencapai puluhan miliar.” Jumlah kerugian negara ini sedang dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Bonaran Situmeang, kuasa hukum Widjanarko, mempertanyakan tindakan kejaksaan ini. ”Kasus pertama dan kedua saja belum rampung,” katanya. ”Apakah ini pertanda keragu-raguan, sehingga perlu ada kasus lain lagi?”

Revisi UU Pokok Pers Dibatalkan

Meski pemerintah sudah merampungkan penyusunan rancangan revisi Undang-Undang Pokok Pers, namun tak diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Bahkan, Kamis pekan lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh menyatakan bahwa rencana revisi UU Nomor 40 Tahun 1999 itu sepenuhnya diserahkan kepada komunitas pers. ”Apakah layak direvisi atau tidak, kami serahkan kepada pers,” katanya.

Ide merevisi datang dari Sofyan Djalil, pendahulu Muhammad Nuh, yang kini menjabat Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Revisi ini ternyata bermaksud memberangus kemerdekaan pers. Sebab, menurut Leo Batubara, Ketua Masyarakat Pers dan Penyiaran, dalam sejumlah ayat baru muncul lagi penyensoran, pembreidelan, dan penghentian siaran oleh pemerintah. ”Ini harus dilawan,” kata Imam Wahyudi, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia.

Penolakan juga datang dari Ketua Aliansi Jurnalis Independen, Heru Hendratmoko. ”Revisi itu memberi ruang yang membatasi media,” katanya. Menurut dia, jika pun direvisi, harusnya menyempurnakan yang telah ada saja dan bukan untuk menghambat pers. ”Kami sudah sepakat, urusan pers ditangani Dewan Pers, tidak lagi diatur pemerintah,” katanya.Achmad Ali Bebas

Dakwaan jaksa yang menuduh Prof. Achmad Ali menilap uang negara di Universitas Hasanuddin terpelanting di putusan sela. Dalam sidang di ruang Cakra, Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, majelis hakim yang diketuai Sudirman Hadi menyebut dakwaan jaksa tidak disusun dengan cermat. Alasannya jumlah kerugian negara yang disebut dalam dakwaan tidak jelas.

Achmad Ali didakwa menyalahgunakan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Program Pascasarjana Non-reguler Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Periode 1999–2001. Dia juga dituduh menyelewengkan penerimaan Uang Muka Kerja yang bersumber dari Program S1 Reguler, S1 Ekstensi, dan S2 Non Reguler. Dananya digunakan untuk biaya perjalanan dinas.

Menurut jaksa, perbuatan Achmad Ali yang saat itu adalah Dekan Fakultas Hukum, disebutkan merugikan negara. Hanya saja, dalam dakwaannya, jaksa tak memiliki hitungan yang akurat tentang kerugian ini. Disebutkan Rp 297 juta atau setidak-tidaknya Rp 173 juta. Menurut Achmad, rumusan dakwaan seperti ini menyalahi konstruksi kerugian negara yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Di situ disebutkan, kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya.

Majelis hakim sependapat. Achmad mengaku senang dengan putusan majelis. ”Ini mencerminkan hukum yang diterapkan masih berpihak pada yang benar,” katanya. Sedangkan jaksa Abdul Taufik mengatakan masih memikirkan langkah selanjutnya. Dari Jakarta lain lagi sikapnya. Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Kemas Yahya Rahman, akan memeriksa jaksa yang terlibat dalam penyusunan dakwaan itu.

Yenny Wahid Mundur

Zannuba Arifah Chafsoh Rahman Wahid resmi mundur dari posisinya sebagai Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, akhir pekan lalu. Dia beralasan ingin berkonsentrasi membesarkan partainya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sejak Mei lalu, Yenny—demikian putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid ini akrab disapa—ditunjuk menjadi Sekretaris Jenderal PKB menggantikan Lukman Edy yang kini menjabat Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal.

Pengunduran diri Yenny disampaikan langsung kepada Presiden Yudhoyono di Istana Negara, Jumat lalu. Presiden menerima. ”Beliau meminta komunikasi tetap terjaga,” katanya. Yenny membantah jika pengunduran dirinya menandakan memburuknya hubungan PKB dan pemerintah. Pasca-reshuffle kabinet Mei lalu, Ketua Dewan Syuro PKB Abdurrahman Wahid sempat mempersoalkan kebijakan Presiden menunjuk Lukman menjadi menteri tanpa berkonsultasi kepada dirinya.

Partainya, menurut Yenny, bukan partai oposisi. ”Saya berada di luar atau di dalam istana, sama saja.” Yenny ditunjuk menjadi staf khusus bidang komunikasi politik sejak awal 2006. Selain dia, Presiden memiliki tujuh staf khusus lain.

DPR PecahSoal Zaenal

Konflik internal Partai Bintang Reformasi (PBR) merembet ke pucuk pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat. Awalnya adalah saling pecat antara kubu Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat PBR Bursah Zarnubi dan kubu pendiri PBR, Zaenal Ma’arif. Dalam muktamar partai itu di Bali, April tahun lalu, Zaenal gagal merebut kursi ketua umum. Kini dia mendirikan PBR tandingan.

Pekan lalu terungkap kalau Ketua DPR Agung Laksono sudah menyetujui permintaan kubu Bursah untuk memberhentikan Zainal dari parlemen. Agung yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu, berkirim surat kepada Komisi Pemilihan Umum, meminta pergantian Zainal segera diproses. Namun, hanya berselang dua hari, datang surat berikutnya membatalkan surat Agung. Surat kedua ini ditandatangani Wakil Ketua DPR, Soetardjo Soerjogoeritno (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Muhaimin Iskandar (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa), dan Zainal sendiri.

KPU mengaku terpaksa menunggu penyelesaian kisruh ini sebelum mengambil keputusan. Dua pekan lalu, Zainal yang terus terpojok oleh manuver kubu Bursah, mengaku akan pindah ke Fraksi PDI Perjuangan. Namun, niatnya terganjal. Rapat pleno Fraksi Banteng, menolak lamarannya.

Hari Sabarno Diperiksa KPK

Lama tak muncul di hadapan publik, mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno mendadak jadi berita lagi. Kamis pekan lalu, dia diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus pengadaan alat pemadam kebakaran. ”Statusnya diperiksa sebagai saksi,” kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P.

Menurut Johan, KPK menengarai ada indikasi korupsi dalam penunjukan PT Istana Sarana Raya sebagai rekanan dalam pengadaan alat pemadam kebakaran di sejumlah provinsi dan kabupaten di Indonesia. Penunjukan itu ditegaskan lewat radiogram Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri. Sebelum Hari, sejumlah kepala daerah juga sudah diperiksa. Beberapa di antaranya adalah Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, Gubernur Bali Made Dewa Beratha dan Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto. Baru mantan Wali Kota Makassar, Amiruddin Maula, yang menjadi tersangka.

Hari Sabarno dicecar sekitar 20 pertanyaan selama tujuh jam. Seusai pemeriksaan, dia menghindar dari kejaran wartawan yang menunggunya sejak pukul 10.00 pagi.

Tommy Banding di Guernsey

Pertarungan pemerintah Indonesia versus Hutomo Mandala Putra berebut ratusan miliar rupiah yang ditahan BNP Paribas di Guernsey, Inggris, masih terus berlanjut. Pekan lalu, Tommy Soeharto memerintahkan pengacaranya, O.C. Kaligis, mengajukan banding atas putusan Pengadilan Guernsey yang memperpanjang enam bulan pembekuan dana Rp 524 miliar yang diklaim sebagai milik perusahaannya, Garnet Investment Ltd.

”Tidak ada alasan menahan uang itu, karena itu bukan hasil korupsi,” kata Kaligis. Dia mengaku sudah mengantongi hasil penelusuran lembaga semacam Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan di Inggris, yang menegaskan ”kebersihan” dana itu.

Direktur Perdata Kejaksaan Agung, Yoseph Suardi Sabda, mengaku siap melayani pengajuan banding Tommy. ”Kami sedang menyusun kontra-memorinya,” kata Yoseph. Selain itu, Kejaksaan Agung juga berkejaran dengan waktu untuk mempersiapkan gugatan perdata atas kasus korupsi Tommy Soeharto.

Saat ini, putra kinasih penguasa Orde Baru itu dibidik dalam dua kasus, yakni indikasi korupsi di Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) serta penyimpangan dalam proyek mobil nasional. Dalam kasus mobil nasional, Kejaksaan Agung juga sedang mempersiapkan tuntutan pidana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus