Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Tuntutan untuk melindungi kerahasiaan data nasabah disuarakan berbagai lembaga.
DPR akan memanggil OJK dan BSI untuk menjelaskan soal dugaan serangan siber tersebut.
YLKI mendesak BSI menginformasikan ke publik langkah-langkah yang akan dilakukan.
JAKARTA — Dugaan peretasan di PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) yang berpotensi memicu kejahatan siber menjadi sorotan publik dalam sepekan terakhir. Berbagai lembaga menuntut pelindungan data nasabah untuk memastikan tak ada kerugian yang dialami nasabah setelah serangan siber yang sempat melumpuhkan sistem dan layanan BSI selama lima hari itu.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyayangkan kasus dugaan kebocoran data nasabah BSI. Menurut dia, masalah yang menimpa BSI menunjukkan rapuhnya pengelolaan dan pelindungan data pribadi oleh lembaga publik maupun lembaga komersial lainnya. “Kejadian yang menimpa data nasabah BSI akan menciptakan rasa waswas serta public distrust terhadap BSI, bahkan lembaga finansial lainnya, yang notabene menjalankan bisnis berbasis trust atau kepercayaan,” katanya kemarin, 16 Mei 2023.
Baca: Ancaman Pembocoran Data BSI
YLKI pun mengungkapkan tiga tuntutan kepada BSI, Otoritas Jas Keuangan (OJK), maupun pemerintah untuk menjaga pelindungan kerahasiaan data nasabah di era digitalisasi yang masif saat ini. Pertama, YLKI meminta pemerintah segera mempercepat pembentukan Badan Pelindungan Data Pribadi sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Kedua, mendesak OJK mewajibkan semua bank yang beroperasi di Indonesia memiliki dedicated person yang bertanggung jawab atas keamanan data pribadi, seperti chief privacy officer.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo