Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI mencatat sudah ada 17 orang yang mengeluh tentang permasalahan PLN sepanjang 2023 ini. Keluhan terbanyak ada pada pelanggan yang dikenai denda PLN terkait Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik atau P2TL.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari data tersebut, sebanyak sembilan orang mengeluh karena P2TL. Ada yang meminta permohonan keringan atas tagihan sebesar Rp5,4 juta hingga Rp20 juta. Dalam hal ini, mereka merasa keberatan atas denda PLN yang diberikan. Data itu tertera pada Form Perhitungan P2TL yang dibeberkan oleh YLKI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satunya, YLKI menyebut ada pelanggan yang mengeluh setelah petugas PLN mengecek panel listrik Gedung SMA yang rusak. "Dan terindikasi adanya penarikan listrik secara ilegal," menurut data keterangan tertulis yang diberikan Kepala Bidang Pengaduan YLKI, Aji Warsito pada Rabu, 29 November 2023.
Berdasarkan informasi dari pelanggan PLN, kata Aji, mereka tidak pernah mendapatkan komentar dan teguran dari pihak PLN setiap pengecekan yang dilakukan tiap bulan hingga 5 tahun terakhir.
Selain itu, ada pula pelanggan yang mengeluh atas denda sebesar Rp17 juta karena meteran listrik yang rusak.
Aji mengatakan data tersebut sudah YLKI sampaikan ke PLN untuk ditindaklanjuti, tapi tidak ada jawaban yang memuaskan. "Jawaban hampir semua sama, yaitu tanggung jawab persil itu menjadi tanggung jawab konsumen yang ditempati oleh persil walaupun konsumen tidak melakukan perbuatan itu," ujar dia.
Ia memisalkan tanggung jawab persil itu seperti ada orang baru yang mengontrak atau beli rumah tiba-tiba petugas menemukan indikasi pencurian listrik saat pemeriksaan P2TL. Maka yang harus bertanggung jawab adalah orang tersebut bukan penghuni lama. Walaupun orang itu tidak melakukan perbuatan yang dikatakan pelanggaran.
Aji mengatakan jika P2TL hanya dijadikan tujuan untuk menangkap pencuri listrik, maka itu merupakan ranah pidana yang sudah menjadi kewenangan polisi dan aparat hukum.
"Sehingga pengaturan melalui pengadilanlah yang memutuskan apakah konsumen atau orang itu bersalah atau tidak," kata dia.