Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Di tangan seorang alumnus D3 Jurusan Manajemen Informatika Universitas Padjadajran Bandung, identitas Kota Bandung dituangkan dalam tulisan dan gambar pada kaos yakni Bandung Oblong atau Baong.
"Kalau di Bali itu khan Jogger di Yogjakarta ada Dagadu. Dua produk itu seolah mewakili daerahnya masing-masing melalui produk fashionnya. Nah, di kami (Bandung) juga ada namanya Baong atau Bandung Oblong," kata Ahmad Wiguna, di Kota Bandung, Minggu, 23 Agustus 2015.
Nama Baong di sini, menurut dia, bukanlah Baong dalam bahasa Sunda yang berarti "nakal", tapi nama yang produk fashion buatannya tersebut singkatan dari Bandung Oblong.
Ia mengatakan, ide awal pembuatan kaos Baong itu karena melihat kondisi sosial dan melestarikan budaya serta bahasa ibu dalam hal ini bahasa Sunda dalam kehidupan masyarakat, khususnya di kalangan anak muda tanpa harus membuat tersinggung.
Saat ini, ia keseharian para remaja yang berada di dekat tempat tinggalnya, yakni di Gang Nawawi, Haji Kelurahan Pelindung Hewan Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, seolah enggan menggunakan Bahasa Sunda saat berkomunikasi.
"Saat itu saya perhatikan, ada remaja yang ngajak ngobrol temannya pakai bahasa Sunda, tapi saat membalasnya malah pakai bahasa Indonesia," kata dia.
"Dari sana saya terpikir bagaimana ya caranya untuk melestarikan bahasa Sunda di kalangan remaja atau anak muda, akhirnya tercetuslah untuk membuat ide kaos ini," kata Wiguna.
"Kaos 5 M itu adalah kaos pertama yang kami buat. Jadi 5 M itu menjelaskan tentang Bandung yakni Makan diwakili sama gampar peuyeum (tapai alias tape), Mojang diwakili gambar perempuan, Maung diwakili Persib, Musiknya diwakili angkung, dan Mode diwakili gambar kaos," kata dia.
Kritik sosial juga menjadi tema dalam kaos Baong seperti pesatnya pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Bandung yang digambarkan melalui pohon yang berdiri ke bawah di atas gedung-gedung, kemudian Saritem is dead Hayu Urang Tobat Euy dan gambar Bus Damri yang penuh sesak serta mengeluarkan asap hitam.
Tak hanya itu, salah satu tokoh pewayangan Sunda, Cepot, juga menjadi inspirasi bagi kaos ini yakni desain kaos dengan tulisan Calon Presiden Republik Sakahayang (calon presiden republik semaunya).
Modal Kepercayaan-Nekad
Dengan modal keberanian dan nekat, ia membuat proposal usaha dan menawarkannya kepada orang tua, kakak dan saudaranya agar tercipta produk kaos Baong itu.
"Dan alhamduillah, waktu itu kakak dan ibu saya memberikan modal untuk membuat kaos beberapa kodi. Total ada 22 desain yang dibuat," ujar bungsu dari empat bersaudara ini.
Untuk tempat berjualan kaosnya, lanjut Wiguna, ia mendapatkan bantuan dari bibinya yang meminjamkan rumah di depan toko sepatu terkenal di Jalan Cibaduyut Kota Bandung.
"Tanpa saya sangka, respon terhadap kaos Baong ini luar biasa, banyak wisatawan lokal yang datang ke Cibaduyut membeli kaos saya. Waktu itu saya masih ingat ada rombongan wisatawan dari Bogor yang membeli delapan kaos saya. Itu rasanya bangga sekali," kata dia.
Ia mengatakan, jika memasuki musim libur panjang seperti libur sekolah dan Idul Fitri dalam sehari bisa menjual 80 hingga 120 kaos.
Untuk harga satu kaos Baong dipatok antara Rp 65.000 hingga Rp 99.000. Harga ini menurut dia masih terjangkau, dengan kualitas seperti kaos distro, tapi harga kaos masih di bawah distro.
ANTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini