Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=#FF9900>Auditor Negara</font><br />Calon Titipan Pejompongan-Senayan

Seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan segera dimulai. Diduga ada calon titipan.

12 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMUNGKINAN formalitas belaka membayangi seleksi (fit and proper test) anggota baru Badan Pemeriksa Keuangan, yang akan digelar mulai pekan ini. Ada 16 kandidat yang akan bersaing memperebutkan satu kursi anggota BPK.

Namun satu calon kuat akan melenggang lolos lantaran digadang-gadang politikus dan pimpinan auditor negara. "Diduga kuat yang akan lolos itu calon titipan," kata sumber Tempo pekan lalu. "Seleksi nanti percuma saja."

Satu dari sembilan kursi BPK sedang lowong. Kursi itu ditinggalkan Teuku Muhammad Nurlif, setelah majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, menjatuhkan vonis 16 bulan penjara kepada bekas politikus Partai Golkar itu, Juni lalu. Nurlif, anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 2004-2009, dinyatakan bersalah menerima suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tujuh tahun lalu.

Sebetulnya kursi yang kosong ada dua, setelah Herman Widyananda wafat pada Juni lalu. Namun seleksi kali ini khusus untuk menggantikan Nurlif. Untuk kursi yang ditinggalkan Herman akan ada seleksi lain.

Pada 15 Agustus lalu, Dewan Perwakilan Daerah telah menyeleksi sejumlah calon dan merekomendasikan 16 nama kepada DPR. Rekomendasi DPD ini dibacakan Ketua Komite IV, John Pieris, dalam sidang paripurna yang dipimpin ketua Irman Gusman di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta.

Keenam belas calon itu adalah Fadjar O.P. Siahaan, Eddy Suratman, Emita Wahyu Astami, Achmad Sanusi, Eddy Rasyidin, Wewe Anggraeningsih, Soemardjito, Bahrullah Akbar, Elvin B. Sinaga, Eko Sembodo, H. Faisal, Iskariman Supardjo, Imam Solahudin, Kunto Endriyono, Ketut Gede Widjaya, dan Jupri Bandang.

Para calon itu lolos setelah Komite IV DPD melakukan uji publik dan menggelar rapat dengar pendapat dengan pakar hukum keuangan negara. "Satu anggota BPK yang dipilih DPR harus diambil dari calon yang direkomendasikan DPD," kata John.

John merujuk Pasal 23F Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Di sana disebutkan, anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, dan disahkan oleh presiden.

Menurut anggota Komisi Keuangan DPR, Harry Azhar Azis, DPD telah menyusun kandidat-kandidat unggulan. Kandidat terkuat adalah Fadjar O.P. Siahaan, mantan Kepala Kantor Pajak Surabaya. "Itu sesuai dengan rekomendasi DPD," katanya pekan lalu.

Sejumlah sumber Tempo menyatakan, berkibarnya nama Fadjar berkat kedekatannya dengan Hadi Poernomo, bekas atasannya di Direktorat Jenderal Pajak. Hadi sekarang Ketua BPK. Lobi meloloskan Fadjar lewat Partai Golkar dan partai lain sudah dilakukan ke DPD dan DPR. "Dukungan buat Fadjar di Senayan dan Pejompongan (kantor BPK) kuat," kata sumber tadi.

Sayangnya, Fadjar belum bisa dimintai konfirmasi. Bantahan justru datang dari Hadi Poernomo. Hadi menampik kedekatannya dengan Fadjar dan sejumlah calon lain. Ia juga membantah telah melobi partai besar agar mendukung Fadjar Siahaan. "Saya tidak cawe-cawe," kata Hadi, Kamis pekan lalu. BPK, katanya, hanya menerima hasil tes oleh DPR.

Harry Azhar juga menampik tudingan bahwa Hadi Poernomo dan Fadjar telah melobi Dewan, termasuk Partai Golkar. "Kami belum melakukan apa-apa, masih membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara," kata Harry, yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar.

Semua calon, kata Harry, memiliki kesempatan dan peluang yang sama. Masyarakat juga masih punya waktu untuk memberi masukan ke Senayan. Hasil uji kelayakan anggota Komisi XI DPR bisa saja berbeda dengan urutan peringkat rekomendasi DPD. "Masih bisa berubah," katanya.

Sunudyantoro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus