Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi menyebutkan saat ini ada sebanyak 21 BUMN dan satu anak usaha BUMN berstatus titip kelola yang sedang ditangani oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA. Dari 22 perusahaan itu, hanya empat di antaranya yang berpeluang kembali bangkit dan sebanyak enam perusahaan yang kemungkinan berpeluang untuk dihentikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari 21 BUMN plus satu yang disampaikan kepada kita, yang sekarang ada istilahnya ada peluang cuma empat perusahaan," kata Yadi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin, 24 Juni 2024, seperti dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yadi menjelaskan, enam perusahaan pelat merah yang kemungkinan berpeluang untuk dihentikan lewat likuidasi atau pembubaran. "Yang potensi operasi minimum itu sebetulnya more than likely itu akan kita setop, apakah nanti melalui likuidasi atau lewat pembubaran BUMN. Sebetulnya ujungnya ke sana," ucapnya.
Keenam perusahaan yang masuk dalam kategori potensi operasi minimum itu adalah PT Indah Karya (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), PT Varuna Tirta Prakasya (Persero), dan PT Semen Kupang.
Sementara itu, kata Yadi, ada empat BUMN yang berpeluang bangkit kembali, yakni Persero Batam, PT Boma Bisma Indra (Persero) atau BBI, PT. Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) atau DKB dan PT Industri Kapal Indonesia (Persero) atau IKI.
Khusus soal BBI, menurut Yadi, perusahaan sebagai BUMN manufaktur itu berpeluang mengambil kesempatan dari larangan dan pembatasan (lartas) impor dari Kementerian Perindustrian. "Yang membuat industri manufaktur dalam negeri bisa mendapatkan demand-nya kembali, karena selama ini kita kalah bersaing dari negara-negara sekitar di mana orang semuanya impor dan tidak membuatnya di dalam negeri," ujarnya.
Sedangkan untuk galangan kapal yakni Dok dan Perkapalan Kodja Bahari dan IKI, menurut Yadi, masih potensial karena tingginya permintaan saat ini yang dipicu oleh posisi Indonesia sebagai negara maritim.
"Ke depannya peluang mereka untuk bangkit kembali sangat tinggi. Makanya ini istilahnya mempunyai peluang untuk kita melakukan scaling up, karena memang dari BUMN-BUMN sekitarnya seperti Pelni, ASDP, bahkan Pertamina itu semua memerlukan servis yang diadakan oleh Dok dan Perkapalan Kodja Bahari dan IKI," kata Yadi.
Ia lalu mencontohkan galangan kapal untuk melakukan operasi hampir setiap pekan penuh terus kapasitasnya. "Jadi sebetulnya kita punya kesempatan untuk menambah lagi fasilitas produksi untuk mereka," katanya.