Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah Pengampunan Pajak Jilid II Berakhir

Setelah Program Pengungkapan Sukarela alias tax amnesty jilid II rampung, pemerintah akan berfokus pada penegakan hukum dan peningkatan kepatuhan perpajakan.

2 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Selepas rampungnya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II, pemerintah kini akan berfokus pada penegakan hukum dan peningkatan kepatuhan perpajakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penegakan hukum perlu dilakukan setelah pemerintah mendapat data dari dua kali program tax amnesty, yaitu pada 2016-2017 dan 2022.

"Kami sekarang akan melaksanakan enforcement. Tidak akan lagi memberikan program pengampunan pajak," ujar Sri Mulyani di kantor Direktorat Jenderal Pajak, kemarin. Ia mengatakan data yang diperoleh dari dua kali program pengampunan pajak akan menjadi basis data dan dasar bagi Direktorat Jenderal Pajak melakukan penegakan hukum serta peningkatan kepatuhan.

Sri Mulyani mengimbuhkan, kepatuhan dan penegakan hukum secara konsisten akan dilakukan oleh semua wajib pajak. "Ini bukan dalam rangka memberikan ketakutan, tapi untuk melaksanakan undang-undang secara konsisten, transparan, dan akuntabel," tutur dia. Bersamaan dengan hal itu, Direktorat Jenderal Pajak akan terus membenahi basis data dan proses bisnisnya.

Menurut Sri Mulyani, upaya pemerintah itu merupakan simbol lantaran seluruh dunia sedang berusaha memulihkan kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari tekanan pandemi Covid-19. Untuk menegakkan hukum dan kepatuhan, pemerintah juga berencana memanfaatkan perjanjian pertukaran data otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) dengan berbagai negara.  

"Ini akan mempersempit ruang gerak wajib pajak karena di mana pun mereka berada akan tertangkap petugas pajak," tutur dia.

Sejumlah wajib pajak tengah melengkapi berkas guna memenuhi persyaratan pengampunan pajak (tax amnesty) di kantor Ditjen Pajak Pusat, Jakarta, 2016. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


PPS yang berlangsung pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022 menghimpun pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 61,01 triliun. Hingga penutupan, sebanyak 247.918 wajib pajak berpartisipasi dalam PPS, baik wajib pajak orang pribadi maupun badan. Sebanyak 82.456 surat keterangan berasal dari peserta tax amnesty jilid I yang belum sepenuhnya diungkapkan dalam program itu.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, mengatakan jajarannya telah memberikan pengingat kepada target peserta PPS. Setelah ditutupnya program PPS pada 30 Juni lalu, Ditjen Pajak akan berkonsolidasi untuk melihat surat pengingat mana yang sudah direspons dan mana yang belum. "Akan kami cocokkan lagi dan akan jalankan penegakan hukum," tuturnya. "Kami ada fungsi pengawasan dan pemeriksaan, itu yang akan kami lakukan."

Menurut Suryo, pengampunan pajak adalah cara pemerintah menambah basis perpajakan. Ia mengatakan Ditjen Pajak akan membuat perbandingan peserta PPS dan tax amnesty jilid I. "Sebagian di antaranya muncul harta yang tidak pernah dilaporkan. Kami menghargai kontribusinya bergabung dalam sistem," kata dia. Dari harta yang telah dideklarasikan itu, Ditjen Pajak akan melihat jika ada sumber baru pajak dari aktivitas harta yang telah dilaporkan. Dengan demikian, rasio perpajakan bisa ditingkatkan.

Diharapkan Jadi Wajib Pajak yang Patuh

Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, berharap wajib pajak yang telah mengikuti PPS benar-benar menjadi wajib pajak yang patuh, sehingga semua penghasilan dan harta yang dihasilkan pasca-program PPS akan dilaporkan dalam SPT Tahunan. Dengan demikian, kepatuhan material wajib pajak di Tanah Air meningkat.

"Pemerintah perlu melacak harta-harta di luar negeri. Ditjen Pajak dapat memanfaatkan AEoI dan kerja sama dengan otoritas pajak lainnya," dia menuturkan. Di samping itu, agar program pengampunan pajak tidak muncul lagi, ia meminta pemerintah meyakinkan para wajib pajak bahwa program ini adalah program terakhir.

Fajry melihat banyaknya wajib pajak yang ikut program PPS padahal sudah ikut tax amnesty bukan karena ingin menghindari perpajakan. Beberapa alasan, misalnya, masih ada yang belum percaya dengan program tax amnesty jilid I. Selain itu, masih ada harta yang terlupakan untuk diikutkan pengampunan sebelumnya.  

Senada dengan Fajry, ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyebutkan pemerintah harus terus melakukan konsolidasi data, terutama data yang didapat dari program pengampunan sukarela dan data lain, seperti data keuangan serta data hasil pertukaran dengan negara lain.

Tidak hanya itu, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas infrastruktur teknologi informasi buat memastikan data yang telah didapat tersimpan secara aman. "Reformasi pajak penting dilanjutkan untuk memastikan insentif pajak telah diberikan kepada industri yang betul-betul memberikan efek ke perekonomian dalam jangka menengah hingga panjang," kata Yusuf.

Ia pun menyatakan pemerintah perlu mengirim sinyal tidak akan menjalankan program pengampunan serupa dalam waktu dekat. Hal ini untuk memberikan asas keadilan, terutama bagi mereka yang sudah patuh membayar pajak dan secara sukarela mengikuti program pengampunan pada tahun ini.

"Sinyal yang perlu diberikan misalnya dengan memeriksa wajib pajak yang tidak ikut program PPS, lalu memaparkan hasil penegakan hukum yang dilakukan," tutur Yusuf.

CAESAR AKBAR

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus