Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah berencana mengalihkan izin usaha tambang hasil seleksi tim Menteri Investasi Bahlil Lahadalia khusus untuk ormas, koperasi, dan UKM. Namun kritik mengiringi kebijakan anyar ini.
Ormas, koperasi, dan UKM dinilai sulit mengelola tambang lantaran butuh modal besar, teknologi tinggi, serta keahlian khusus untuk beroperasi.
Kebijakan tersebut dinilai membuka celah jual-beli izin tambang.
ORGANISASI KEMASYARAKATAN atau ormas, koperasi, serta usaha kecil dan menengah (UKM) berpeluang mengelola tambang mineral dan batu bara. Pemerintah berencana mengalihkan izin usaha tambang hasil seleksi tim Menteri Investasi Bahlil Lahadalia khusus buat para pemain baru tersebut. Namun kritik mengiringi kebijakan anyar ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesempatan buat ormas, koperasi, serta UKM berawal dari penataan izin usaha pertambangan (IUP). Pemerintah membentuk Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi untuk mengevaluasi izin yang tak dimanfaatkan dengan semestinya. Tim yang bergerak sejak Januari hingga November 2022 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2022 ini dipimpin oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Merujuk pada aturan tersebut, Menteri Investasi dapat wewenang mencabut IUP yang tak memenuhi aturan. Total terdapat 2.078 IUP yang telah dicabut izinnya. Bahlil menuturkan, wilayah IUP inilah yang bakal ditawarkan kepada ormas, koperasi, dan UKM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi, Bahlil sebagai Ketua Satuan Tugas kembali dapat keistimewaan. Pasalnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mendelegasikan wewenang penetapan, penawaran, serta pemberian wilayah IUP kepada Menteri Investasi.
Baca juga infografik
Izin Tambang untuk Ormas
Bahlil menyebut kebijakan ini sebagai upaya pemerintah melibatkan lebih banyak kalangan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam. Selama memenuhi syarat, dia menilai tak ada masalah dengan mengizinkan ormas, koperasi, bahkan UKM terjun ke industri tambang.
Lewat kesempatan ini, mereka juga bisa mulai belajar mengelola tambang. "Kalau tunggu pengalaman, memang pengusaha gede itu sudah pengalaman sebelumnya?" kata Bahlil di kantornya, 18 Maret lalu.
Lagi pula, kata Bahlil, tidak semua ormas, koperasi, dan UKM bisa mengantongi IUP. Ormas, misalnya, dibatasi untuk kelompok keagamaan yang jumlahnya tidak lebih dari enam organisasi. "Ormas ada 400 lebih. Kalau semua dapat IUP, siapa yang mau urus mereka?"
Buruh tambang memecahkan batu rep yang mengandung emas di Pertambangan Rakyat, Desa Anggai, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, 1 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra
Buat sebagian pihak, kebijakan pemerintah yang satu ini tidak masuk akal. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro sulit percaya bahwa ormas, koperasi, dan UKM mampu mengelola tambang. Pasalnya, industri ini butuh modal besar, teknologi tinggi, serta keahlian khusus untuk beroperasi.
Tanpa persiapan yang cukup, lahan tambang tersebut justru berpotensi kembali tidak dimanfaatkan dengan semestinya. Komaidi juga mengingatkan risiko lain berupa kerusakan lingkungan. Kemampuan untuk menjaga lingkungan hingga mereklamasi bekas tambang nantinya tak mudah.
"IUP diserahkan ke perusahaan tambang saja kan banyak temuan di lapangan yang tidak sesuai dengan ekspektasi pemerintah. Apalagi kalau bukan," katanya.
Jika pemerintah ingin memberikan ruang buat tiga instansi tersebut, Komaidi mengusulkan ide lain. UKM, misalnya, bisa dilibatkan sebagai pendukung kegiatan tambang, bukan pengelolanya. "Misalnya menyediakan katering untuk pekerja di tambang."
Risiko lain yang mungkin muncul adalah konflik di antara instansi tadi yang jumlahnya masif. "Bisa menimbulkan gesekan saat organisasi A dapat, tapi yang lain tidak," kata Komaidi. Biayanya mahal untuk mengembalikan kerukunan yang pecah. Selagi ada waktu, dia menyarankan pemerintah mengevaluasi kebijakan ini dan merancang rencananya dengan rinci.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Abra Talattov, berharap pemerintah tak gegabah saat memproses permohonan IUP dari ormas, koperasi, serta UKM. Mereka harus memenuhi ketentuan yang berlaku. Misalnya memiliki izin usaha yang berkaitan dengan sektor mineral dan batu bara seperti diatur dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara. Setiap pemegang IUP juga harus memiliki sertifikat clean and clear, yang menurut Abra sulit bahkan buat perusahaan tambang.
Pekerja tambang mengisi air ke dalam tromol saat proses pengolahan emas di lokasi Pertambangan Rakyat, Desa Anggai, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, 4 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra
Mereka juga wajib mengikuti proses lelang untuk mengukur kompetensi mengelola tambang. "Percuma kalau IUP diberikan, tapi mereka tidak punya kompetensi. Justru akan mangkrak lagi seperti IUP yang kemarin dicabut," katanya. Pemerintah akan mengulangi kesalahan yang sama.
Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Sumber Daya Alam Ilham Rifki, misalnya, menyebutkan kebijakan ini justru membuka celah jual-beli izin tambang. "Bukan tidak mungkin pembagian IUP untuk ormas berakhir pada jual-beli atau brokering IUP," tuturnya. Selain itu, implementasi kebijakan tersebut bakal memperkeruh kondisi di tengah pencabutan dan pemulihan izin yang tidak jelas.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan Bisman Bachtiar berpandangan serupa. Dia menyoroti risiko jual-beli wilayah tambang dengan memanfaatkan nama ormas, koperasi, serta UKM. "Paling yang dikasih ke ormas berapa, sih. Setelah itu ya oligarki di kelompoknya mereka itu," ujarnya.
Tempo berupaya meminta tanggapan Staf Khusus Bidang Hubungan dengan Daerah Kementerian Investasi Tina Talisa serta Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi soal kritik terhadap izin tambang untuk ormas hingga UMKM. Namun, hingga berita diturunkan, keduanya tidak menanggapi pesan yang dikirim Tempo.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.