Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAWA Barat tak perlu berkecil hati lagi dengan tidak memiliki bandar samudra. Provinsi penghasil banyak komoditi ekspor ini, dalam waktu dekat, akan memiliki pelabuhan darat (dry-port) pertama di Indonesia. Embrio bandar kering itu sudah mulai ditumbuhkan di stasiun kereta api Gede Bage, 13 km arah timur Kota Bandung. Menteri Perhubungan Roesmin Noerjadin, pekan lalu, meresmikannya sebagai cargo-terminal dengan memberangkatkan kereta yang memuat 10 peti kemas berisi pakaian jadi dan sumpit untuk ekspor. Menurut Ketua BKPMD (Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah) Jawa Barat, H.O. Kaldjat, pelabuhan darat itu nantinya akan sangat membantu kelancaran ekspor, dan mungkin pula merangsang investasi lebih banyak lagi. Kaldjat mencatat bahwa 27,5% proyek PMDN dan 6,5% PMA di sektor industri berada di Wilayah Pembangunan Bandung Raya. Selain itu, bisnis pertanian terhampar di sekitar Bandung. Teh ekspor Indonesia, misalnya, 80% berasal dari perkebunan di Jawa Barat. Industri tekstil pun, 65% kapasitas produksi nasional berada di wilayah Parahyangan itu. Suatu sumber dari perusahaan pelayaran samudra, PT Djakarta Lloyd, mengatakan bahwa barang-barang ekspor nonmigas yang melalui bandar Tanjungpriok, 85% berasal dari Jawa Barat. Dengan dibukanya terminal barang di Gede Bage itu, para eksportir akan sangat tertolong. "Ekspor melalui pelabuhan darat itu akan memotong biaya sekitar 53%," ujar Thomas Anwari, Direktur PT Exindo Raya Garment, yang juga Ketua Bandung Garment Club. Selama ini barang dikirim dari Bandung dengan truk. Menurut Anwari, ongkos angkut, bongkar muat, termasuk pengurusan dokumen, berjumlah Rp 435.000 per peti kemas. Sedangkan pengiriman lewat Gede Bage, bisa ciut jadi Rp 210.000 per peti kemas. Kelancaran pengiriman pun akan meningkat. Dengan kereta dari Gede Bage yang berangkat setiap hari pukul 18.00 dan 20.00, hanya butuh waktu 7-8 jam sampai ke terminal peti kemas di Tanjungpriok. Cuma, sayang, penyelesaian dokumen masil belum bisa dilaksanakan di Bandung. Sejauh ini, pengusaha angkutan truk belum mengeluh, karena mereka masih mengantungi kontrak jangka panjang. Buktinya, sejak terminal barang Gede Bage diresmikan, hingga Senin pekan ini, rata-rata baru 5-8 peti kemas yang diangkut PJKA. PTP XII dan PTP XIII, misalnya, yang setiap bulan mengekspor 260-270 peti kemas teh per bulan, masih terikat kontrak dengan angkutan lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo