Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Banyak Disebut Lebih Baik dari Susu Sapi dalam Program Makan Bergizi Gratis, Apa Itu Susu Ikan ?

Susu ikan tiba-tiba populer, setelah muncul dalam uji coba makan bergizi gratis sebagai pengganti susu sapi.

13 September 2024 | 06.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Susu ikan tiba-tiba populer, setelah muncul dalam uji coba makan bergizi gratis sebagai pengganti susu sapi. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan minuman protein ini adalah salah satu produk turunan dari hidrolisat protein ikan (HPI) yang diolah dan disajikan menyerupai susu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP, Budi Sulistiyo, mengatakan, nama susu ikan adalah branding dari inovasi produk turunan HPI agar mudah dikenal dan dikonsumsi masyarakat. "Jadi bukan dalam arti susu yang sebenarnya, melainkan susu analog hasil dari HPI," ujar Budi di Jakarta, Kamis, 12 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HPI adalah ekstrak protein ikan hasil penelitian tim bioteknologi Litbang KKP tahun 2017 dengan memanfaatkan ikan rendah ekonomi seperti petek, selar, tamban, dan belok. Industri ini akan menjadi faktor penting pemicu meningkatkan kesejahteraan nelayan.

HPI, lanjut dia, menjadi upaya peningkatan asupan protein harian masyarakat yang saat ini baru berada di angka 62,3 gram/kapita/hari masih di bawah rata-rata di negara ASEAN dan bahkan jauh dibanding negara maju yang lelah melampaui 100 gram/kapita/hari.

HPI yang menjadi bahan baku utama susu ikan, memiliki karakteristik multifungsi dan praktis, sehingga dapat mendorong terciptanya inovasi produk pangan lokal unggulan lainnya melalui fortifikasi bahan makanan dan minuman. KKP juga beberapa kali memamerkan demo penggunaan HPI pada jajanan seperti cookies, cilok, kue sus, roti gambang dan aneka jenang yang semuanya tinggi protein.

"Jadi tidak hanya jadi minuman berprotein atau yang kita kenal dengan susu ikan, tapi HPI bisa digunakan sebagai bahan tambahan pangan ke beragam makanan sehari-hari," tuturnya.

Budi mengatakan, saat ini pabrik HPI sudah ada di Indramayu dengan kapasitas 30 ton/bulan susu ikan. Pabrik tersebut sudah berjalan dari tahun 2021. Di saat yang sama, KKP akan berkoordinasi dengan Bappenas mendorong replikasi di berbagai daerah pesisir di Indonesia sebagai program hilirisasi perikanan dan upaya penurunan angka stunting.

"Tahun ini KKP dalam proses membangun percontohan pabrik pengolahan HPI di Pekalongan," katanya.

Pakar Pangan IPB: Tidak bisa gantikan susu sapi

Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ali Khomsan mengatakan kandungan omega 3 pada susu ikan lebih tinggi dari sumber protein susu lainnya, termasuk susu sapi dan berguna bagi perkembangan fungsi otak pada anak-anak.

"Susu ikan terbuat dari ikan yang diambil konsentrat proteinnya, kemudian protein itu dicampur dengan zat-zat lain, sehingga menghasilkan produk semacam susu," kata Ali saat dihubungi ANTARA melalui pesan suara di Jakarta, Rabu.

"Susu ikan ini mengandung omega 3 yang lebih tinggi untuk kecerdasan dibanding susu biasa (susu sapi)," katanya.

Ali mengatakan kandungan omega 3 pada ikan memiliki sejumlah manfaat bagi tubuh, salah satunya mendukung fungsi otak.

Selain itu, ikan juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif pada anak, sehingga konsumsi ikan bagi anak-anak sangat dianjurkan untuk merangsang perkembangan otak dan meningkatkan kecerdasan.

"Gizi andalan susu sapi adalah kalsium karena kalau bicara protein dalam susu sapi, itu memang tidak terlalu tinggi," kata Ali.

"Kalau nantinya kita mengganti susu sapi dengan susu ikan, apakah susu ikan bisa memenuhi kalsium seperti susu sapi?" lanjutnya.

Menurut Ali, produk susu ikan memang memiliki kandungan omega 3 lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Namun, susu ikan juga harus diimbangi dengan kandungan gizi penting lainnya, termasuk kalsium untuk memastikan produk tersebut memiliki keunggulan lebih banyak dibandingkan susu sapi.

"Kalau susu ikan (akan dijadikan salah satu menu makan siang), harus dipikirkan juga sejauh mana produk ini secara ekonomis setara dengan susu sapi perah," ujarnya.

Selain mempertimbangkan kandungan gizi penting di dalamnya, pengolahan susu ikan juga harus dilakukan secara matang agar cita rasanya sesuai dengan selera masyarakat.

Dia juga menyarankan ketersediaan sumber daya ikan untuk pembuatan susu ikan harus tercukupi agar sesuai dengan target penerima bantuan makan siang gratis tersebut.

"Kalau ini (susu ikan) menjadi bagian dari suplementasi untuk melengkapi kekurangan susu (sapi), silakan saja dicoba, tetapi mungkin tidak menggantikan susu sapi," kata dia.

Lebih lanjut, Ali mengatakan uji laboratorium susu ikan belum menemukan adanya efek samping tertentu setelah dikonsumsi.

Berbeda dengan susu sapi yang kurang cocok dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa, susu ikan cenderung aman untuk dikonsumsi semua orang.

"Selama ini, kita mencermati produk ikan adalah produk yang aman dan tidak mendatangkan intoleransi seperti halnya susu sapi perah," katanya.

Meskipun dinilai lebih aman dan sudah lolos uji laboratorium, Ali menekankan agar pihak produsen susu ikan juga melakukan uji sample secara langsung dengan kelompok kecil masyarakat untuk memastikan keamanannya.

Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi risiko serta efek samping yang mungkin dapat terjadi di kemudian hari.

"Ketika susu ikan diperkenalkan kepada masyarakat, harus ada kajian yang lebih detail terkait aspek gizi dan penerimaan masyarakat," begitu saran Prof. Ali Khomsan.

Berikutnya: Pakar Diet RSCM: Hati-hati bisa picu alergi

Dietisien dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Fitri Hudayani mengatakan bahwa susu yang dibuat dari ekstrak daging ikan bisa menjadi pilihan sumber protein hewani.

"Keunggulan ikan dibandingkan dengan sumber hewani lainnya adalah ikan memiliki jenis lemak yang baik dan juga sumber omega 3 yang baik untuk kesehatan, baik untuk pertumbuhan dan perkembangan otak," katanya saat dihubungi ANTARA melalui layanan pesan pada Selasa.

Namun, dia mengingatkan bahwa produsen susu ikan saat ini belum banyak. Mereka yang ingin secara konsisten memasukkan susu ikan ke daftar menu sebaiknya mempertimbangkan ketersediaan produk ini.

"Karena produk ini masih belum banyak dikenal dan dikonsumsi banyak masyarakat maka perlu dipertimbangkan juga apakah mudah didapatkan jika akan dimasukkan ke dalam daftar menu sehari, sehingga dapat terjaga konsistensi keberadaannya dalam menu," kata Fitri.

Fitri mengatakan bahwa sebagaimana susu sapi, susu ikan juga mengandung alergen yang bisa memicu reaksi alergi pada orang tertentu. Jadi, riwayat alergi perlu diperhatikan saat hendak menyajikan susu ikan.

Selain itu, Fitri mengemukakan perlunya mempertimbangkan penerimaan terhadap rasa dan aroma susu ikan karena mungkin tidak semua orang menyukainya.

Dia mengatakan bahwa saat ini sudah ada beragam pilihan sediaan ekstrak ikan bagi orang yang membutuhkan suplemen protein.

"Sebenarnya produk ekstrak ikan sudah ada dalam bentuk lain selain minuman, misalnya kapsul ikan, ekstrak ikan, tepung ikan, yang biasanya bisa diberikan pada orang yang membutuhkan asupan protein lebih, misalnya orang dengan status gizi kurang atau orang dengan penyakit infeksi yang kebutuhan proteinnya meningkat," katanya.

Fitri menekankan bahwa pada prinsipnya beragam bahan pangan diperlukan untuk menyajikan menu makanan dengan gizi seimbang. Susu saja tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan nutrisi tubuh. 

"Yang terpenting adalah membiasakan masyarakat, khususnya anak, ibu hamil, dan ibu menyusui, untuk memiliki perilaku makan sehat dengan mengkonsumsi dengan variasi makanan yang beragam," katanya.

Menteri Koperasi: Peluang Kembangkan Industri Pangan

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong produksi susu berbasis ekstrak protein ikan sebagai alternatif untuk menggantikan susu sapi.

Pernyataan itu disampaikan Teten merespons wacana penggunaan susu ikan sebagai alternatif dari susu sapi dalam program makan bergizi gratis pemerintahan mendatang.

Saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, Teten mengatakan bahwa inisiatif tersebut tidak hanya menawarkan alternatif sumber protein, tetapi juga membuka peluang besar bagi pengembangan industri pangan dalam negeri.

“Sebenarnya kami dengan Kementerian Koperasi sedang mendorong hilirisasi ikan untuk memproduksi ekstrak protein ikan, yang nanti bisa digunakan untuk industri makanan, untuk meningkatkan pendapatan para nelayan,” ujarnya.

Menurut Teten, inisiatif tersebut juga dapat mengurangi ketergantungan pada impor susu sapi, yang saat ini mencapai 80 persen dari total kebutuhan.

Pasalnya, Indonesia dinilai sulit untuk swasembada susu karena keterbatasan lahan dan produksi susu sapi perah yang rendah, rata-rata hanya 15 liter per hari.

Namun, Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk susu berbasis ikan, mengingat produksi ikan nasional mencapai 24,74 juta ton per tahun.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kementerian Koperasi UKM pada Agustus 2023 telah meluncurkan susu ikan sebagai salah satu upaya mendorong hilirisasi produk perikanan.

KKP menyebut bahwa susu ikan merupakan produk inovasi yang menggabungkan manfaat protein ikan dengan diversifikasi produk olahan dari ikan.

Susu ikan dibuat dengan bahan baku ikan yang kemudian diolah dengan menggunakan teknologi modern hingga menghasilkan hidrolisat protein ikan (HPI) sebagai bahan baku susu ikan.

HPI adalah produk inovasi karya anak bangsa Berikan Bahari Indonesia, salah satu UMKM binaan KKP.

Susu ini diklaim memiliki beragam keunggulan, seperti mengandung asam lemak omega-3 EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic acid) yang tinggi, bebas alergen, dan mudah dicerna tubuh karena memiliki tingkat penyerapan protein mencapai 96 persen.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari mengungkapkan kelebihan dari "susu ikan" yang akan digunakan dalam Program Makan Bergizi Gratis yang diusung oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Kelebihannya dibanding susu sapi biasa, tidak mengandung alergen jika alergi terhadap laktosa. Sehingga, aman bagi penderita lactose intolerant, karena ikan tidak mengandung laktosa," kata Puji yang dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Puji menambahkan "susu ikan" juga memiliki kandungan senyawa-senyawa protein yang telah terurai, seperti asam amino esensial dan nonesensial dan peptida yang memiliki fungsi kesehatan bagi tubuh seperti meningkatkan imun.

Di samping itu, ungkap dia, "susu ikan" memiliki kandungan protein yang terpecah, yang memudahkannya untuk diserap langsung oleh tubuh.

"Kemudian, jika dibuat dari ikan yang kaya lemak, 'susu ikan' memiliki lemak baik seperti omega," ujarnya.

"Meskipun istilahnya kurang tepat, yaitu 'susu', namun menimbang dari manfaat kesehatan serta potensinya yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagai negara maritim, produk ini dapat menjadi diversifikasi produk kaya protein pengganti susu sapi, mengingat ketersediaan susu sapi masih belum dapat dipenuhi secara mandiri di dalam negeri," tutur Puji Lestari.

Pilihan Editor Bandara IKN Didarati Jet Cessna Menhub, Basuki: Perlu Uji Coba Sekali Lagi sebelum DIgunakan Presiden Jokowi

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus