Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Belajar Jadi Programmer dengan Mudah dan Murah, Simak Caranya

Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah inisiatif muncul untuk membantu masyarakat yang memiliki keinginan menjadi seorang programmer. Apa saja?

3 November 2019 | 16.15 WIB

CEO dan founder Dicoding, Narendra Wicaksono. TEMPO/Nurdiansah
material-symbols:fullscreenPerbesar
CEO dan founder Dicoding, Narendra Wicaksono. TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah inisiatif muncul untuk membantu masyarakat yang memiliki keinginan menjadi seorang programmer. Program ini berupa kelas atau kursus gratis. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Dicoding, perusahaan pengembang aplikasi di Indonesia. Mereka menyediakan kelas, yakni Dicoding Academy, yang dapat dipelajari secara daring. Program ini didesain untuk membantu pengembang membuat produk teknologi melalui tutorial dan kuis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kelas-kelas ini ada yang gratis dan berbayar. Namun di setiap kelas selalu disediakan modul pembelajaran yang dapat diakses gratis. Sejak berdiri pada 2015, Dicoding sudah memiliki 120 ribu murid yang tersebar di seluruh Indonesia. Kurikulum yang disediakan juga sudah bekerja sama dengan perusahaan teknologi dunia, seperti Google dan Microsoft. "Kami satu-satunya Google authorize training partner di Indonesia," ucap Chief Executive Officer Dicoding, Narenda Wicaksono, kepada Tempo di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Selasa lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Narenda mengatakan materi yang ditawarkan di antaranya tentang bahasa pemrograman dalam sistem operasi Android, progressive web apps, dan pembuatan game. Awalnya, semua kelas mereka gratis. Namun, pada 2017, mereka juga membuka kelas berbayar. Sejumlah siswa kursus gratis bisa menikmati kelas berbayar dengan beasiswa yang mereka sediakan. Perbedaan kedua kelas itu terletak pada penilaian (review) atas hasil coding siswa.

Bukan keputusan mudah bagi Narenda untuk mendirikan Dicoding. Sebelumnya, ia bekerja selama delapan tahun di berbagai perusahaan teknologi, seperti Microsoft. Berbekal tabungan, ia bersama tiga kawannya mendirikan Dicoding. Untuk memperkenalkan kelas ini, mereka memberi banyak beasiswa. Mereka tak mudah meyakinkan orang mengenai pentingnya memiliki kemampuan ini. "Kalau sekarang meyakinkannya dengan contoh saja. Banyak lulusan kami berhasil dan sangat menginspirasi."

Dicodong memiliki lulusan bernama Junia Firdaus, pengemudi ojek daring yang mengikuti kelas di Dicoding. Junia juga mendapat beasiswa untuk mengikuti kelas Menjadi Android Developer Expert (MADE). Kini, ia bekerja sebagai Android developer di sebuah perusahaan.

Pembelajaran bahasa pemrograman juga ditawarkan Sandhika Galih, dosen di Universitas Pasundan yang mengampu tiga mata kuliah terkait dengan bahasa pemrograman, website, dan Internet. Ia mengaku sering kehabisan waktu dalam mengajar mahasiswanya. Solusinya adalah membuat saluran YouTube miliknya bernama Web Programming UNPAS. "Awalnya buat bahan kuliah, mengajar ke mahasiswa," kata Sandhika, Selasa lalu.

Namun, sejak merilis video perdana pada 2015, kanal miliknya berkembang cukup baik dan kini telah menjaring 170 ribu subscriber. Ia memberi tajuk "Ngoding Bareng" di video-video pembelajaran yang dirilisnya. Materi video lainnya adalah tutorial pemrograman website, belajar membuat website untuk pemula, menguasai code editor, dan kuliah atau mengobrol bareng. "Materinya basic sampai intermediate," ucapnya.

Dhika-sapaan akrabnya-membuat video ini seorang diri, termasuk dalam menyiapkan materi. Hasilnya, beberapa penonton videonya mengucapkan terima kasih karena diterima bekerja atau masuk ke kampus yang diinginkan. Mereka ada yang jadi programmer atau website developer. Lain waktu, ada guru sekolah atau dosen yang meminta izin untuk memakai materi videonya sebagai bahan ajar di kelas. "Senang dan bahagia bisa membantu orang lain," ujar dosen berusia 34 tahun ini.

Dhika membuat video sebanyak dua kali dalam sepekan. Sampai saat ini, jumlah video yang sudah dihasilkan sekitar 300. Pelanggan videonya mayoritas berusia 16-22 tahun dan 95 persennya berasal dari Indonesia. Sebagian besar adalah anak-anak SMK jurusan informatika. Ada pula mahasiswa tingkat awal.

Sementara Sandhika tanpa sengaja menarik perhatian anak SMK, Dyan Raditya Helmi memang menyasar para pelajar sekolah menengah ini. Helmi dan kawan-kawannya merancang program bernama SMK Coding. Ini adalah program coding gratis dan bersertifikat yang dilakukan sebanyak 10 kali pertemuan dengan peserta khusus anak SMK jurusan rekayasa perangkat lunak. "Kurikulum dan silabusnya kami sesuaikan dan output yang didapat siswa bisa catch up sama industri (berbasis digital)," kata Helmi kepada Tempo di kantor Alkademi, Jalan Ir Juanda, Bandung, Rabu lalu.

Helmi, yang menekuni bidang TI sejak belasan tahun lalu, paham akan kondisi nyata Indonesia di bidang TI. Produk-produk yang lahir dari rahim era digital sudah berada dalam genggaman masyarakat Indonesia, tapi orang-orang yang mampu membuat produk itu masih sangat sedikit, bahkan langka.

Celakanya, tingkah laku pengguna media sosial di Indonesia sangat nyinyir, tanpa bisa memberikan solusi konkret. Misalnya, kata dia, ketika membicarakan peluang kerja menjadi coder, kebanyakan warganet malah mencaci karena kebanyakan coder yang bekerja di perusahaan rintisan Indonesia berasal dari luar negeri. "Saya suka kesal kalau di media sosial cuma kukulutus (nyinyir) memaki keadaan, lihat start-up karyawannya dari India," ujarnya.

Kekesalan Helmi itu melahirkan yayasan yang bergerak di bidang pelatihan programming TI, yakni Yayasan Akademi Karya Bangsa, pada Januari 2019. Ia mendirikan yayasan itu bersama tiga rekannya yang menekuni bidang TI. SMK Coding adalah program pertama yayasan itu yang dibuka pada 2018.

Kelas coding gratis pertama dibuka di Kepanjen, Batu, Jawa Timur. Alasan memilih Kepanjen karena ia yakin siswa SMK di daerah pelosok lebih membutuhkan skill tentang TI dibanding siswa SMK di kota-kota besar yang memiliki banyak pilihan hidup.

Helmi menggaet Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) guna memuluskan program SMK Coding angkatan pertama itu. Alkademi pun mendapat bantuan tetap dari Kemenkominfo berupa anggaran dana penuh untuk kegiatan pelatihan itu, dari bayaran pemateri hingga konsumsi makan siang untuk para siswa.

Dalam pelatihan yang dilaksanakan setiap akhir pekan tersebut, peserta mendapat ilmu tentang kemampuan teknis yang disesuaikan dengan kebutuhan industri, seperti membuat aplikasi berbasis Android. Selain itu, siswa diberi materi tentang kemampuan soft skill tentang tata cara beradaptasi di dunia kerja dan lain sebagainya.

SMK Coding kini sudah berlangsung di beberapa kota/kabupaten. Selain di Batu, Malang, juga di Surabaya, Kediri, Yogyakarta dan sekitarnya, Semarang, serta Bandung. "Tapi kebanyakan masih di daerah pelosok Jawa Timur," ujar Helmi.

Kini, mereka telah melahirkan sekitar 600 lulusan. Helmi berharap siswa lulusan SMK Coding lebih mampu bersaing saat terjun ke dunia kerja, khususnya di bidang TI. Minimal, kata dia, mereka bisa membuat aplikasi Android sederhana. Dia mencontohkan, siswa lulusan SMK Coding mampu membuat aplikasi kuis di Android.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus