INDONESIA ternyata menjadi importir kapuk sejak 1973. Dalam dua
tahun terakhir impor kapuk dari Muangthai rata-rata sekitar 500
- 600 ton setahun. Kenyataan ini tentunya tak enak karena
sebelum Perang Dunia II ekspor kapuk Indonesia, yang dikenal
dengan nama Java Kapok, mencapai 5% dari seluruh ekspor kapuk
dunia. Dan impor komoditi pengisi guling, bantal dan kasur ini
tampak semakin naik. Justru di saat pemerintah menyerukan
penggalakan ekspor komoditi non-minyak. Maka dalam pekan diskusi
kapuk rakyat di Semarang (10 s/d 12 Oktober) ramailah
pembicaraan tentang peningkatan produksi dan pemasarannya yang
terpadu.
Mendahului pekan diskusi, suatu tim survey yang berintikan para
pejabat Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) dan Lembaga
Kapok Deperdagkop telah meninjau pusat produksi kapuk di Jawa,
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Lampung. Namun "tim ini
menjumpai hal-hal yang tak sedap di lapangan," kata ir Suroyo
dari BPEN pada Yunus Kasim dari TEMPO.
Ketika PT Kapok Indonesia masih memegang monopoli untuk komoditi
ini, pemerintah menganjurkan penanaman baru pohon kapuk randu di
daerah-daerah. Maka Gubernur NTT, El Tari (kini almarhum)
menginstruksikan penanaman kapuk secara besar-besaran di
daerahnya. Tak ketinggalan Dinas Perkebunan (Disbun) memberikan
bimbingan dan penyuluhannya sampai ke pelosok desa. Pabrik
pengolahan kapuk pun didirikan di Kupang. Pabrik yang dikelola
Pemda ini hanya mampu menampung buah tanaman kapuk untuk radius
40 Km.
Dilempari Batu
PT Kapok Indonesia, yang didirikan pada zaman Menteri
Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo, sudah dibubarkan tahun
1974. "Kini Disbun tak berani menganjurkan penanaman kapuk
lagi," kata Suroyo, ketua panitia pekan diskusi kapuk rakyat di
Semarang itu. Sebabnya "pejabat Disbun di NTT takut rumahnya
dilempari batu oleh rakyat petani. Panen kapuk yang ada sekarang
tak laku."
Tak jelas berapa banyak seluruh produksi kapuk di sana. Namun,
kata Ismadipura dari Lembaga Kapok Pusat, para petani di NTT
"bukan saja kapok menanam kapuk, tapi juga tak mau memetik
buahnya." Para petani rupanya membiarkan buah kapuk randu itu
masak di pohon sampai meledak di udara kemudian bertebaran turun
bagaikan salju, sehingga menimbulkan polusi.
Semula penanaman kapuk di NTT dimaksudkan untuk mensuplai Jawa
dan ekspor. Tapi karena tak ada transpor hasil kapuk itu menjadi
barang tak berarti. Di Surabaya, yang menjadi pasaran kapuk
untuk Indonesia bagian Timur, biji kapuk berharga Rp 50 per kg.
Di Kupang cuma Rp 10 per kg. Sedang serat kapuk kwalitas C.Min
(halus) di Surabaya dewasa ini sekitar Rp 570 per kg, sedang
odolan af petani cuma sekitar Rp 100 per kg.
Di Sulawesi Selatan, kapuk termasuk empat komoditi yang mendapat
prioritas dalam Repelita III, di samping kelapa, kopi dan kelapa
sawit. Produksi kapuk di Sul-Sel menaik dari 1969 cuma 1700 ton,
ke sekitar 3000 ton tahun lalu. Namun di daerah ini tak ada satu
pun pabrik pengolah kapuk glondong menjadi serat.
Kapuk mutu C.Min di Ujung Pandang berharga Rp 500 per kg, mutu
rendah sekitar Rp 350 per kg. "Di sini ada gejala pasaran lokal
sudah jenuh, harga cenderung turun," kata Ismadipura lagi.
Sebelum dibubarkan tahun 1974, PT Kapok Indonesia membantu
pemasaran kapuk rakyat. Kini petani Sul-Sel menjual langsung ke
Ujung Pandang, kepada para pedagang yang berusaha menekan harga.
Tapi di Lampung, sambung Suroyo, "petani menanam pohon kapuk
bukan untuk mengambil buahnya, tapi digunakan sebagai tanaman
pemanjat lada. "
Lain halnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua daerah ini yang
merupakan pusat perkapukan sejak zaman dulu, kini kekurangan
kapuk. Usaha pengembangan produksi kapuk tak selaju pertambahan
penduduk di Jawa. Sedang kapuk yang dulunya dikonsumsi
orang-orang gedongan di kota-kota sudah lama juga dipergunakan
oleh semua lapisan masyarakat sampai ke pelosok desa. Karet busa
dan bahan sintetis lainnya ternyata belum merupakan saingan
kapuk. Kebutuhan di Jawa meningkat, harga terus naik. Kalau
empat tahun lalu harga rata-rata kapuk C.Min di Semarang cuma Rp
315 per kg, September lalu mencapai Rp 563 per kg. Maka diimpor
orang kapuk dari Muangthai.
Total produksi kapuk Indonesia tahun 1976 adalah 30.382 ton,
naik cuma 471 ton dari 1972. Sebelum PD-II Indonesia mengekspor
28.000 ton setahun. Kini mau dicoba lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini