Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bikin Kapok Petani

Pekan diskusi kapuk rakyat di Semarang membicarakan tentang peningkatan produksi dan pemasaran secara terpadu. Sebelumnya tim survey meninjau pusat produksi kapuk di Jawa, Sul-Sel, NTT dan Lampung. (eb)

14 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDONESIA ternyata menjadi importir kapuk sejak 1973. Dalam dua tahun terakhir impor kapuk dari Muangthai rata-rata sekitar 500 - 600 ton setahun. Kenyataan ini tentunya tak enak karena sebelum Perang Dunia II ekspor kapuk Indonesia, yang dikenal dengan nama Java Kapok, mencapai 5% dari seluruh ekspor kapuk dunia. Dan impor komoditi pengisi guling, bantal dan kasur ini tampak semakin naik. Justru di saat pemerintah menyerukan penggalakan ekspor komoditi non-minyak. Maka dalam pekan diskusi kapuk rakyat di Semarang (10 s/d 12 Oktober) ramailah pembicaraan tentang peningkatan produksi dan pemasarannya yang terpadu. Mendahului pekan diskusi, suatu tim survey yang berintikan para pejabat Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) dan Lembaga Kapok Deperdagkop telah meninjau pusat produksi kapuk di Jawa, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Lampung. Namun "tim ini menjumpai hal-hal yang tak sedap di lapangan," kata ir Suroyo dari BPEN pada Yunus Kasim dari TEMPO. Ketika PT Kapok Indonesia masih memegang monopoli untuk komoditi ini, pemerintah menganjurkan penanaman baru pohon kapuk randu di daerah-daerah. Maka Gubernur NTT, El Tari (kini almarhum) menginstruksikan penanaman kapuk secara besar-besaran di daerahnya. Tak ketinggalan Dinas Perkebunan (Disbun) memberikan bimbingan dan penyuluhannya sampai ke pelosok desa. Pabrik pengolahan kapuk pun didirikan di Kupang. Pabrik yang dikelola Pemda ini hanya mampu menampung buah tanaman kapuk untuk radius 40 Km. Dilempari Batu PT Kapok Indonesia, yang didirikan pada zaman Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo, sudah dibubarkan tahun 1974. "Kini Disbun tak berani menganjurkan penanaman kapuk lagi," kata Suroyo, ketua panitia pekan diskusi kapuk rakyat di Semarang itu. Sebabnya "pejabat Disbun di NTT takut rumahnya dilempari batu oleh rakyat petani. Panen kapuk yang ada sekarang tak laku." Tak jelas berapa banyak seluruh produksi kapuk di sana. Namun, kata Ismadipura dari Lembaga Kapok Pusat, para petani di NTT "bukan saja kapok menanam kapuk, tapi juga tak mau memetik buahnya." Para petani rupanya membiarkan buah kapuk randu itu masak di pohon sampai meledak di udara kemudian bertebaran turun bagaikan salju, sehingga menimbulkan polusi. Semula penanaman kapuk di NTT dimaksudkan untuk mensuplai Jawa dan ekspor. Tapi karena tak ada transpor hasil kapuk itu menjadi barang tak berarti. Di Surabaya, yang menjadi pasaran kapuk untuk Indonesia bagian Timur, biji kapuk berharga Rp 50 per kg. Di Kupang cuma Rp 10 per kg. Sedang serat kapuk kwalitas C.Min (halus) di Surabaya dewasa ini sekitar Rp 570 per kg, sedang odolan af petani cuma sekitar Rp 100 per kg. Di Sulawesi Selatan, kapuk termasuk empat komoditi yang mendapat prioritas dalam Repelita III, di samping kelapa, kopi dan kelapa sawit. Produksi kapuk di Sul-Sel menaik dari 1969 cuma 1700 ton, ke sekitar 3000 ton tahun lalu. Namun di daerah ini tak ada satu pun pabrik pengolah kapuk glondong menjadi serat. Kapuk mutu C.Min di Ujung Pandang berharga Rp 500 per kg, mutu rendah sekitar Rp 350 per kg. "Di sini ada gejala pasaran lokal sudah jenuh, harga cenderung turun," kata Ismadipura lagi. Sebelum dibubarkan tahun 1974, PT Kapok Indonesia membantu pemasaran kapuk rakyat. Kini petani Sul-Sel menjual langsung ke Ujung Pandang, kepada para pedagang yang berusaha menekan harga. Tapi di Lampung, sambung Suroyo, "petani menanam pohon kapuk bukan untuk mengambil buahnya, tapi digunakan sebagai tanaman pemanjat lada. " Lain halnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua daerah ini yang merupakan pusat perkapukan sejak zaman dulu, kini kekurangan kapuk. Usaha pengembangan produksi kapuk tak selaju pertambahan penduduk di Jawa. Sedang kapuk yang dulunya dikonsumsi orang-orang gedongan di kota-kota sudah lama juga dipergunakan oleh semua lapisan masyarakat sampai ke pelosok desa. Karet busa dan bahan sintetis lainnya ternyata belum merupakan saingan kapuk. Kebutuhan di Jawa meningkat, harga terus naik. Kalau empat tahun lalu harga rata-rata kapuk C.Min di Semarang cuma Rp 315 per kg, September lalu mencapai Rp 563 per kg. Maka diimpor orang kapuk dari Muangthai. Total produksi kapuk Indonesia tahun 1976 adalah 30.382 ton, naik cuma 471 ton dari 1972. Sebelum PD-II Indonesia mengekspor 28.000 ton setahun. Kini mau dicoba lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus