Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Bio Farma (Persero) meminta Penyertaan Modal Negara (PMN) nontunai dari inbreng aset Barang Milik Negara atau BMN senilai Rp 68 miliar. Aset tersebut merupakan bangunan milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dibangun pada tahun 2006 sampai 2008 untuk pengembangan vaksin flu burung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Direktur Utama Bio Farma, Shadiq Akasya, mengatakan bahwa bangunan tersebut berada di lahan Bio Farma yang ada di Bandung. "Bangunan dan sarananya sekarang sudah ada di lahan Bio Farma. Ada dua tempat, satu di Pasteur, satu di Cisarua," kata dia dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI di Senayan pada Selasa, 2 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dia menjelaskan, pembangunan bangunan tersebut dulunya berangkat dari antisipasi terhadap wabah flu burung. Selain bangunan, dilengkapi pula dengan alat-alat untuk kebutuhan produksi saat itu. Namun hingga saat ini, aset tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga kata Shadiq, Kemenkes ingin memindahtangankan aset tersebut kepada Bio Farma. "Kami masih membutuhkan itu sebagai pelengkap untuk pengembangan dua produksi utama kami sekarang, yaitu Rotavirus dan Rubella, vaksin yang kami kembangkan," kata Shadiq.
Dia mengungkapkan, Bio Farma masih mengimpor bahan produksi vaksin Rotavirus sampai sekarang. Mengutip laman Kemenkes, Rotavirus merupakan salah satu penyebab diare pada anak. "Jadi kalau seandainya itu sudah bisa (dikelola) di kita dengan pemanfaatan sarana BMN, akan lebih optimal. Rubella juga demikian, kami sekarang masih mengimpor itu dari India." Bio Farma menargetkan, aset tersebut bisa mulai dimanfaatkan akhir 2025 untuk pengembangan vaksin.
ANNISA FEBIOLA