Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempersoalkan mekanisme penambahan anggaran subsidi energi 2018 yang dilakukan hanya menggunakan peraturan setingkat menteri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mekanisme penambahan anggaran subsidi energi yang dipersoalkan BPK itu adalah keputusan pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 40 tahun 2018. Aturan itu adalah payung hukum untuk menambah subsidi solar menjadi Rp 2.000 per liter.
Kebijakan itu mulai berlaku sejak 21 Agustus 2018 lalu. Dalam aturan itu disebutkan besaran subsidi yang diberikan tersebut berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 2018.
Dengan peraturan itu, mekanisme yang dipakai adalah Pertamina akan menanggung terlebih dahulu beban subsidi tersebut. Setelah akhir tahun, beban subsidi itu diaudit BPK. Setelah lolos audit, dana subsidi itu kemudian dibayarkan kembali kepada Pertamina.
Lebih jauh Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif menyebutkan bahwa lembaga auditor negara tersebut memiliki pengalaman mengaudit pengalokasian anggaran subsidi. Hasil audit tahun lalu misalnya, BPK masih menemukan adanya pengalokasian anggaran subsidi yang tidak sesuai dengan mekanisme dalam APBN 2017.
“Kalau dari hasil pemeriksaan tahun lalu, kami intinya menginginkan supaya setiap penambahan anggaran harus mendapat persetujuan dari DPR,” kata Bahtiar di Kantor BPK, Rabu, 3 Oktober 2018.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2018, BPK menemukan pengendalian atas pengelolaan program subsidi kurang memadai. Pengalokasian anggaran melampaui pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN maupun APBNP tidak dapat berfungsi sebagai alat kendali belanja dan penyaluran subsidi.
Akibatnya, terdapat potensi realisasi belanja subsidi membebani kapasitas fiskal pemerintah pada tahun anggaran berikutnya dan pertanggungjawaban pemerintah atas ketepatan sasaran penggunaan anggaran belanja subsidi tidak jelas.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan, per Agustus 2018 realisasi subsidi energi telah mencapai 85 persen atau Rp 80,6 triliun dari pagu APBN 2018 senilai Rp 94,5 triliun. Realisasi subsidi energi tersebut melonjak hampir 62,5 persen dari realisasi 2017 yang hanya Rp 50,4 triliun.
Komponen subsidi yang paling banyak memakan porsi subsidi energi adalah subsidi BBM jenis solar dan elpiji 3 kilogram yang nilainya Rp 46,3 triliun. Sedangkan subsidi listrik realisasinya senilai Rp 34,2 triliun.
BISNIS