Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Rusli Abdulah, memaparkan data beras nasional dalam dua versi. Hal tersebut merespons perbedaan pendapat antara Kementerian Pertanian (Menteri Amran) dan Bulog (Budi Waseso) dengan Kementerian Perdagangan (Menteri Enggar).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Rusli mengatakan, berdasarkan hitung-hitungan di atas kertas, Indonesia masih surplus beras 1,42 juta ton.
"Perhitungannya adalah sebagai berikut. Dengan asumsi jumlah penduduk 275 juta orang dan konsumsi beras per kapita sebesar 117 per kilogram, maka konsumsi beras pada 2017 sebesar 32,17 juta ton per tahun. Di sisi lain, produksi beras nasional Indonesia pada 2017 mencapai 33,6 juta ton," katanya saat dihubungi, Kamis, 20 September 2018.
Angka ini, kata Rusli, diperoleh dari luas sawah sekitar 8 juta ton dengan hasil beras per hektare 4,2 ton.
Lebih lanjut, Rusli menuturkan stok beras yang saat ini ada di gudang Bulog sebanyak 2,4 juta ton. Menurutnya, beras di gudang Bulog saat ini antara lain terdiri atas 1,3 juta ton beras impor.
"Katakanlah 600 ribu ton stoknya ada di pedagang, rumah tangga, maka kebutuhan satu bulan ke depan aman. Tapi bagaimana dengan kebutuhan Oktober sampai Februari yang merupakan masa non-panen raya?" ujarnya.
Menurut Rusli, hal inilah yang menjadi perdebatan apakah impor atau tidak untuk memenuhi kebutuhan Oktober hingga Februari tahun depan.
"Kembali lagi, data stok beras tidak akurat sehingga perencanaan pemenuhan beras dalam negeri terjadi tarik-menarik," ucapnya.
Pernyataan Rusli itu menanggapi silang pendapat yang dilontarkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito dan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso di media tentang impor beras. Dirut Bulog mengaku tak setuju dengan keputusan impor beras hingga 2 juta ton di antaranya karena kesulitan mencari tempat untuk menyimpan komoditas tersebut jika telah sampai di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Enggar menegaskan bahwa impor adalah keputusan bersama yang diketok Menteri Koordinator Perekonomian. Soal penyimpanan beras di gudang, menurut dia, bukanlah urusannya. "Enggak tahu saya, bukan urusan kami. Itu kan sudah diputuskan di rapat koordinasi Menko, urusan Bulog," tuturnya.
Pernyataan Enggar itu kemudian ditanggapi Budi Waseso bahwa penyimpanan beras di gudang bukan hanya urusan Bulog, melainkan urusan bersama lembaga pemerintah. Karena itu, Budi berharap semua lembaga pemerintah bisa bersinergi. "Kita kan aparatur negara, jangan saling tuding-tudingan, jangan saling lempar-lemparan, itu pemikiran yang tidak bersinergi," katanya.
Menurut Budi Waseso, jika impor tetap dilakukan, Kementerian Perdagangan harus menyiapkan tempat untuk menyimpan stok beras itu. "Mendag udah komitmen, kan Mendag kantornya siap jadi gudang," ujarnya.
KARTIKA ANGGRAENI