Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan CEO Grup Astra Theodore Permadi Rachmat (TP Rachmat) bercerita panjang lebar soal pengalamannya memimpin perusahaan menghadapi dan sekaligus keluar dari krisis. Dua hal yang harus dimiliki seorang pemimpin itu adalah harapan dan keyakinan yang kuat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Hope yaitu harapan dan conviction yaitu keyakinan bahwa krisis akan berakhir menjadi kata kunci yang membedakan kualitas pemimpin," katanya dalam webinar bertopik 'Leadership Challenges in the Double-Disruption Era: Wisdom from the Senior', Kamis, 25 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pengusaha legendaris yang juga pendiri Grup Triputra ini menyebutkan kedua hal tersebut dimilikinya sehingga perusahaan dapat keluar dari krisis baik pada krisis ekonomi 1998. Hal itu pula yang dijaganya saat menghadapi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga kini.
TP Rachmat atau yang akrab disapa Teddy Rachmat menjelaskan dua hal itu bisa membuat pemimpin mampu mengendalikan 'gas dan rem' dalam perusahaan. Artinya, pemimpin itu tahu betul kapan harus menginjak gas dan rem agar perusahaan tetap kompeten, kontekstual, dan relevan dengan situasi kini dan pasca-pandemi.
Berkaca dari pelajaran dari keluar krisis di masa lalu lainnya, menurut Teddy, adalah nilai penting yang harus dimiliki CEO adalah core values, business model, core competence, dan cash flow. "Krisis untuk menguji seberapa kuat dan dalam keyakinan kita pada core values yang kita yakini," katanya.
Walau begitu, disrupsi akibat pandemi juga harus terus dicermati karena akan menguji sejumlah nilai penting tersebut. Oleh karena itu, pemimpin sebisa mungkin awas diri agar bisa terhindar dari optimistis yang tidak realistis yang menyebabkan perusahaan tidak dapat bertahan sampai krisis berakhir.
"Krisis dapat menjadi sarana menempa kualitas Anda sebagai pribadi maupun sebagai pemimpin," ujar TP Rachmat.
Secara umum, kata TP Rachmat, krisis akibat pandemi saat ini masih jauh lebih baik dibanding krisis ekonomi 1998. "Saat ini tidak tidak terjadi negative spread, NPL 2020 hanya 3-5 persen, inflasi hanya 1,68 persen, tidak ada lembaga perbankan yang harus tutup, dan investment grade 2020 berada di triple B, yang jauh lebih tinggi dari dari level selective default pada 1998," ucapnya.
ANTARA