Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Citra Buruk Generasi Milenial di Dunia Kerja

Generasi milenial memiliki citra buruk dalam dunia pekerjaan. Generasi milenial sering dianggap kutu loncat. Bagaimana karakter mereka?

19 Juli 2018 | 06.45 WIB

Ilustrasi Generasi Milenial. all-souzoku.com
Perbesar
Ilustrasi Generasi Milenial. all-souzoku.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Generasi milenial atau yang dikenal juga dengan istilah generasi Y, merupakan generasi yang tumbuh seiring perkembangan teknologi. Biasanya generasi ini lahir dengan rentang tahun kelahiran antara tahun 1980-2000 atau berkisar antara usia 15-34 tahun. Tidak bisa dipungkiri eksistensi generasi milenial saat ini mendominasi dunia kerja. Bahkan, Creative Enterpreneur dan Penulis Buku Yoris Sebastian mengatakan 50 persen orang yang produktif di dunia kerja adalah generasi milenial.

Baca: 4 Kiat buat Generasi Milenial untuk Menghindari Depresi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Sayangya, generasi ini memiliki citra buruk dalam dunia pekerjaan. Mereka disebut-sebut generasi yang suka berpindah-pindah kerja atau kutu loncat. Yoris mengatakan hal ini wajar buat mereka lantaran generasi milenial memiliki hati yang lebih sensitif. Ia mencontohkan, saat dimarahi atasan, generasi non milenial akan masuk kuping kanan dan keluar lewat kuping kiri. Namun pada generasi milenial, mereka cenderung memasukkan semuanya ke dalam hati. “Finansial bukannya tidak penting tapi mereka, tetapi lingkungan kerja sangat mempengaruhi. Selain finansialnya bagus, mereka ingin hatinya juga bagus. Ini menentukan performa mereka,” kata Yoris saat ditemui di kantor Shopee Indonesia di Sudirman, Jakarta Rabu, 17 Juli 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain masalah kenyamanan, soal gengsi juga menjadi salah satu pemicu generasi milenial suka berpindah-pindah pekerjaan. Dalam hal ini, generasi milenial cenderung lebih memilih untuk bekerja di kantor dengan gedung yang bagus atau gaji yang lebih besar. Di tambah, pengaruh media sosial juga menjadi pemicu lainnya generasi milenial menjadi kutu loncat di dunia kerja. “Ada gengsi, dia pengen kerja di kantor yang keren. Selain kantor keren, pengaruh sosial media. Melihat temennya atau orang yang nggak dia kenal mendapat lagi, itu jadi tekanan buat dia,” kata Yoris.

Ilustrasi kerja tim / team work. Shutterstock

Kendati begitu, Yoris sendiri memberikan dukungannya bagi generasi milenial untuk pindah-pindah kerja. Sebab, menjadi kutu loncat kata dia memiliki kelebihannya sendiri. Ia mencontohkan, dengan berpindah kerja mereka bisa mengembangkan diri lebih jauh. Namun, ia dengan catatan untuk tetap berada pada jalur dan kemampuannya. Sebab jika tidak, ini tidak akan memberikan perubahan yang lebih baik bagi mereka.

Sama halnya dengan mereka yang tetap memilih untuk bertahan pada satu perusahan juga memiliki keuntungannya sendiri. Untuk mereka, ini akan mempermudah untuk mencapai jenjang karir yang lebih tinggi. “Biasanya kalau yang dinaikkin jabatan adalah orang yang sudah lama bekerja di kantor itu,” katanya.

Baca: Aneka Gangguan Mental Menyerang Generasi Milenial, Apa Sebabnya?

Yoris melanjutkan, untuk membuat para kaum milenial ini betah bekerja di satu tempat harus memiliki trik khusus. Ini mengingat, generasi milenial adalah yang suka tantangan dan berkarya. Usahakan, setiap kantor selalu memberikan tantangan kepada para karyawannya secara rutin, agar tidak monoton. Tidak ketinggalan juga, komunikasi yang baik antara atasan dan karyawan adalah kunci terpenting untuk membuat generasi milenial bertahan pada satu perusahaan. “Bagaimana perusahaan bisa memanfaatkan generasi ini, dan menyesuaikan diri dengan generasi milenial. milenial sekarang ini tidak gampang diatur. Jika tidak, mereka cenderung mundur perlahan,” kata Yoris. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus