Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Core Indonesia Prediksi Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di 2022, Ini Faktornya

Core Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan di kisaran 4 hingga 5 persen.

30 Desember 2021 | 13.45 WIB

Tiga ekonom, Rimawan Pradiptyo, Piter Abdullah, dan Enny Sri Hartarti mewakili 233 ekonom mendukung Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Perpu KPK di Hotel Mercure, Jakarta Selatan, Jumat, 18 Oktober 2019. Tempo/Fajar Pebrianto
Perbesar
Tiga ekonom, Rimawan Pradiptyo, Piter Abdullah, dan Enny Sri Hartarti mewakili 233 ekonom mendukung Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Perpu KPK di Hotel Mercure, Jakarta Selatan, Jumat, 18 Oktober 2019. Tempo/Fajar Pebrianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Core Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di kisaran 3,6 hingga 4 persen dan akan meningkat pada tahun depan di kisaran 4 hingga 5 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Dengan asumsi bahwa penanganan pandemi lebih bagus serta tidak ada lonjakan kasus Covid-19," dikutip dari siaran pers Core Indonesia Kamis, 30 Desember 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonom CORE Akhmad Akbar Susamto melihat realisasi penerimaan perpajakan saat ini telah melampaui target per Desember 2021. Hal ini
terjadi lantaran kondisi ekonomi 2021 lebih baik di tahun sebelumya.

Menurutnya, salah satu kontribusi terbesar adalah penerimaan PPN yang sangat sensitif terhadap kegiatan ekonomi. Selain itu, harga komoditas 2021 naik cukup tinggi sehingga membantu realisasi penerimaan pajak pemerintah dari minyak dan gas.

"Untuk ke depannya, kebijakan fiskal pemerintah harus lebih kredibel dan targetnya harus realistis. Meskipun penerimaan pajak telah mencapai target, namun penerimaan pajak
pemerintah masih rendah dibanding PDB, sehingga perlu dioptimalkan basis pajaknya agar tax ratio meningkat," kata dia.

Tantangan fiskal pemerintah lainnya adalah mengoptimalkan realisasi belanja pemerintah daerah yang masih relatif rendah, meskipun memiliki porsi cukup besar terhadap total belanja negara, sehingga semestinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.

Dia menilai pada tahun 2022 potensi kinerja fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi akan menurun akibat kebijakan konsolidasi fiskal pemerintah dengan mengurangi belanja untuk Covid-19, seperti PEN. Meskipun demikian, realisasi UU 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dapat berpotensi mendorong kenaikan PPn
dan PPh.

Di sektor moneter, Direktur Riset CORE Piter Abdullah berpendapat bahwa salah satu pekerjaan rumah terbesar yang belum diselesaikan bank sentral adalah transmisi kebijakan rendahnya suku bunga acuan ke tingkat suku bunga kredit masih cukup lambat.

Hal itu ditunjukkan oleh penurunan suku bunga kredit yang lebih lambat
dibandingkan dengan penurunan suku bunga acuan. Selama 2020, misalnya, suku bunga acuan telah turun 150 bps, diikuti penurunan suku bunga DPK sebesar 278 bps, sementara suku bunga kredit hanya turun 117 bps.

"Padahal penurunan suku bunga kredit tersebut sangat penting dalam mempercepat pemulihan ekonomi, terutama perbaikan daya beli masyarakat yang bergantung pada
kredit perbankan," kata Piter.

Menurutnya, hanya perusahaan yang mengalami restrukturisasi kredit yang merasakan penurunan suku bunga ini. Dengan demikian dalam konteks pandemi, kata dia, pelonggaran moneter dalam bentuk penurunan suku bunga ini tidak berdampak pada
peningkatan peredaran uang dan/atau konsumsi masyarakat.

"Oleh karena itu, pemerintah perlu menyoroti fenomena ini agar transmisi kebijakan moneter lebih berdampak seperti yang diharapkan pada masa mendatang," ujar dia.

HENDARTYO HANGGI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus