Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Pieter Abdullah Redjalam, menanggapi wacana Indonesia impor minyak dari Rusia karena harga 30 persen lebih murah dari pasar internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia dari sisi ekonomi pasti mendukung karena harganya yang murah dan Indonesia merupakan negara inportir karena produksinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Ya kalau dari sisi ekonomi ya pasti mendukung. Tapi kan itu persoalannya bukan persoalan ekonomi saja,” ujar dia melalui sambungan telepon pada Selasa, 23 Agustus 2022.
Menurut Pieter ada faktor lain yang harus dipertimbangkan bagi Indonesia khususnya sejauh mana keterkaitan dengan ekonomi Amerika Serikat. Karena Amerika juga bisa menggunakan “tangan” lain untuk mengembargo Indonesia jika benar-benar impor minyak mentah ke Rusia.
“Kalau kita berani mengimpor dari Rusia, harus siap untuk menghadapi sanksi-sanksi dari Amerika. Harus berani siap juga "berhadapan" dengan semua pihak Amerika, ada Jepang dan Korea Selatan di Asia ini,” kata Pieter. “Termasuk juga dengan Singapura.”
Jadi, Pieter berujar, konsekuensinya harus dipertimbangkan secara matang. Karena Indonesia harus melihat sejauh mana dibutuhkan negara lain. Berbeda dengan Cina dan India yang berani karena jaringannya lebih solid dan kuat. “Mereka dibutuhkan oleh nehara lain bukan membutuhkan negara lain.”
Dia mencontohkan misanya Cina yang konfrontasi dengan Amerika, Negeri Tirai Bambu itu jelas dalam posisi di pihak Rusia. Dan diembargo misalnya oleh Amerika, tapi Indonesia tidak mungkin mengikuti Amerika untuk mengembargo Cina, karena Indonesia membutuhkan Cina.
“Dan saya kira negara-negara lain juga seperti itu dengan Cina. Karena Cina itu pasarnya mereka. Kalau mereka mengembargo Cina mereka akan rugi sendiri ya,” tutur Pieter.
Negara lain seperti Singapura dan Malaysia juga tidak berani berhadapan dengan Cina sekalipun diperintahkan oleh Amerika untuk mengembargo Cina. Karena jika berani mengembargo Cina, maka dua negara itu akan kesulitan sendiri, persis seperti Eropa yang mengahadapi Rusia saat ini.
“Mengembargo Rusia bagi Eropa itu membuat mereka sendiri menderita. Nah hal yang seperti itu sejauh mana bisa dilakukan oleh Indonesia, saya kira Indonesia belum pada posisi yang sekuat itu,” kata Pieter.
Sebelumnya, wacana tersebut muncul dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Dia mengatakan bahwa perang Rusia dan Ukraina akan belangsunga lama karena itu menguntungkan. Rusia, kata dia, setiap harinya di tengah harga minyak global naik, saat ini menjual dengan harga di bawah pasar, keuntungannya US$ 6 miliar per hari.
“Cost of war kira-kira berapa? USS 1 miliar, jadi Rusia profit setiap hari berpaa? US$ 5 miliar,” ujar dia dalam video yang diunggah melalui akun Instagram pribadinya pada 20 Agustus 2022.
Melihat itu, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu melanjutkan, Indonesia harus pintar. Dan Rusia juga menawarkan minyak tersebut di Indonesia dengan harga 30 persen lebih murah dari harga minyak di pasar internasional. Salah satub negara yang sudah melakukannya adalah India.
“Kalau buat teman-teman CEO master mind ambil enggak? Ambil, Pak Presiden Joko Widodo alias Jokowi juga mikirnya sama. Ambil,” katanya.
Namun, Sandiaga berujar, ada yang tidak setuju, karena nanti khawatir di-embargo oleh Amerika Serikat. “Ya biarin saja kalau di embargo paling kita enggak bisa makan McDonlad. Makan Baba Rafi-lah,” tutur dia.
Sandiaga mengatakan terkadang apa yang terlihat itu sangat berbeda dari berbagai perspektir dari segi geopolitik dan ekonomi makro. Namun, memang tantangannya karena ‘Barat’ ini mengontrol teknologi dan payment, setiap pengiriman US$ harus melewati New York.
“Kenapa kita takut enggak ngambil minyak Rusia karena takut swift-nya dimatikan, kalau swift dimatiin kita enggak bisa ngirim ke US$. Kara rusia enggak usah takut pakai Ruble saja, convert Rupiah ke Ruble,” ucap Sandiaga.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini