Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah pada hari ini diperkirakan masih akan melemah di kisaran Rp 14.300-14.700 per dolar AS. Jatuhnya kurs rupiah diprediksi terjadi sebagai imbas katalis negatif di dalam negeri akibat kisruh hasil pemilu 2019 yang berujung aksi unjuk rasa di Bawaslu yang belum juga reda sejak Selasa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi rupiah mengalami tekanan baik dari eksternal maupun internalnya," ujar Analis PT Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan, Rabu, 22 Mei 2019.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya telah merampungkan proses rekapitulasi tingkat nasional pada Selasa (21/5/2019). Hasilnya, pasangan calon presiden Jokowi-Amin unggul 85.607.362 suara atau 55,5 persen dari Prabowo-Sandi 68.650.239 atau 44,5 persen.
Namun, Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan calon presiden Prabowo-Sandi menolak hasil rekapitulasi pilpres 2019. BPN menyebutkan bakal menggugat hasil tersebut dan membawanya ke Mahkamah Konstitusi.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa akibat sentimen tersebut membuat pelaku pasar condong untuk meninggalkan pasar Indonesia. Pasalnya investor melihat ada ketidakpastian pasar sehingga rupiah terus terdepresiasi.
"Saat ini rupiah sudah di level Rp 14.500-an per dolar AS, artinya untuk mencapai Rp 15.000 per dolar AS sangat gampang kalau kondisi dalam negeri tidak kondusif," ujar Ibrahim.
Sementara itu, Bank Indonesia menegaskan faktor kondisi politik di dalam negeri tidak menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pelemahan rupiah.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengungkapkan, tekanan rupiah sejauh ini disebabkan oleh genuine demand atau permintaan domestik akan dolar AS untuk kepentingan impor, repatriasi, dan dividen. "Kami mengupayakan berada di pasar," ucapnya.
BISNIS