Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam auditnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah permasalahan atas pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara. Hal tersebut terdapat pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada IHPS II Tahun 2023 tersebut, termuat 158 hasil pemeriksaan BPK atas prioritas nasional pengembangan wilayah, baik pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMD. Adapun pemeriksaan terhadap IKN masuk dalam pemeriksaan prioritas nasional pengembangan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemangku kebijakan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BPK dalam laporannya menuliskan bahwa salah satu yang dilakukan pemerintah pusat dalam mengembangkan perkotaan adalah lewat Kementerian PUPR yang telah dan sedang melaksanakan 80 paket pekerjaan pembangunan infrastruktur IKN tahap I.
"Serta telah mengidentifikasi elemen nilai tambah digital atau teknologi untuk memberikan manfaat yang lebih besar pada IKN, sebagai upaya memadukan 3 konsep perkotaan, yaitu IKN sebagai kota hutan (forest city), kota spons (sponge city), dan kota cerdas (smart city) sebagai prinsip dasar pengembangan Kawasan IKN," seperti dikutip dari laporan BPK, Senin, 10 Juni 2024.
Temuan Permasalahan dalam Pembangunan IKN
Dari hasil pemeriksaannya, BPK menemukan sejumlah temuan bermasalah perihal pembangunan IKN yakni:
1. Pembangunan infrastruktur belum sepenuhnya selaras dengan RPJMN Tahun 2020-2024, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR Tahun 2020-2024, dan Rencana Induk IKN. "Serta perencanaan pendanaan belum sepenuhnya memadai, antara lain sumber pendanaan alternatif selain APBN berupa KPBU dan swasta murni/BUMN/BUMD belum dapat terlaksana," tulis BPK.
2. Persiapan pembangunan infrastruktur belum memadai. Hal ini terlihat dari persiapan lahan pembangunan infrastruktur IKN masih terkendala mekanisme pelepasan kawasan hutan, 2.085,62 hektare dari 36.150 hektare tanah masih dalam penguasaan pihak lain karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL). Selain itu juga karena belum selesainya proses sertifikasi atas 5 area hasil pengadaan tanah.
3. Pelaksanaan manajemen rantai pasok dan peralatan konstruksi untuk pembangunan infrastruktur IKN Tahap I belum optimal. "Di antaranya kurangnya pasokan material dan peralatan konstruksi untuk
pembangunan IKN, harga pasar material batu split dan sewa kapal tongkang tidak sepenuhnya terkendali," tulis BPK.
Selain itu, pelabuhan bongkar muat untuk melayani pembangunan IKN belum dipersiapkan secara menyeluruh, dan kurangnya pasokan air untuk pengolahan beton.
4. Kementerian PUPR belum sepenuhnya memiliki rancangan serah terima aset, rencana alokasi anggaran operasional, serta mekanisme pemeliharaan dan pengelolaan aset dari hasil pembangunan
infrastruktur IKN Tahap I.
Rekomendasi BPK
Atas sejumlah permasalahan dalam pembangunan IKN tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri PUPR untuk:
1. Menginstruksikan Direktur Jenderal unit organisasi terkait dan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) untuk melakukan sinkronisasi penyusunan Renstra Kementerian PUPR dan Renstra Eselon I dengan berpedoman pada RPJMN periode selanjutnya.
Selain itu, Menteri PUPR diminta berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, dalam merencanakan dan menetapkan skema pendanaan pembangunan infrastruktur IKN tahap II guna memitigasi risiko munculnya permasalahan terkait pendanaan.
2. Meningkatkan koordinasi antarpihak/instansi terkait, terutama dalam hal sinkronisasi peraturan dan kebijakan pengadaan tanah bagi kepentingan umum, termasuk merumuskan solusi dan rencana aksi percepatan dalam proses pembebasan lahan.
3. Memantau dan mengevaluasi kebutuhan material dan peralatan kontruksi berdasarkan kondisi lapangan secara berkala dan melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak.
Beberapa pihak yang dimaksud adalah: Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Perdagangan terkait dengan jalur logistik pembangunan infrastruktur IKN; Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk melakukan pemutakhiran harga material batu split.
Tak hanya itu, Menteri PUPR juga direkomendasikan berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk merencanakan suatu skema atau rencana mengenai kebutuhan air untuk industri yang mendukung pelaksanaan pembangunan infrastruktur IKN. Selain itu, Menteri PUPR diminta berkoordinasi dengan Otorita IKN dalam menerima dan mengelola aset hasil pengadaan atau pembangunan pada pembangunan infrastruktur IKN tahap I serta tahap selanjutnya dengan cara merancang timeline serah terima aset.
4. Berkoordinasi dengan stakeholder terkait dalam menyusun: Ketentuan tata kelola aset atas hasil pembangunan infrastruktur IKN tahap I dan tahap selanjutnya, sebelum diserahkan kepada Otorita IKN dan Ketentuan yang lebih spesifik tentang peralihan aset dari Kementerian dan Lembaga kepada Otorita IKN.
RR ARIYANI