Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Dikritik Ombudsman Hanya Beri Sanksi Administratif, Ini Jawaban Bappebti

Ombudsman menyatakan Bappebti bisa memberikan sanksi yang lebih nyata, seperti membekukan izin usaha perusahaan pialang yang bermasalah.

26 Januari 2024 | 17.32 WIB

Bappebti. bappebti.go.id
Perbesar
Bappebti. bappebti.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang 2023, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menerima 177 pengaduan terhadap perusahaan pialang berjangka. Sebanyak 82 di antaranya telah selesai ditangani dan 95 kasus pengaduan masih dalam proses penyelesaian. Namun, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyayangkan muaranya hanya sanksi administratif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ia mengatakan Bappebti seharusnya lebih kreatif untuk menindaklanjuti persoalan pialang. Menurutnya, sanksi administratif saja tidaklah cukup, karena Bappebti bisa membuka data-data terkait.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau metadatanya itu sudah jelas-jelas ada kecurangan, ya mohon maaf sebetulnya itu pukulan yang cukup keras agar semua perusahaan pialang itu bisa mengembalikan, kalau memang curang," tutur dia.

Yeka pun mempertanyakan penyidikan yang dilakukan oleh Bappebti, apakah sampai pada inti permasalahan, atau hanya menyentuh kulit luarnya saja. "Masalahnya, penyidikannya sampai di situ gak? Kalau itu tidak bisa dilakukan, ya mohon maaf, berarti selama ini pemeriksaan itu masih di area permukaan," ujarnya di Kantor Ombudsman RI, Rasuna Said pada Jumat, 26 Januari 2024.

Menurut dia, Bappebti bisa memberikan sanksi yang lebih nyata, seperti membekukan izin usaha perusahaan pialang yang bermasalah.  "Semua regulasi belum dijalankan dengan baik."

Pemeriksa Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Yovian Andri P mengatakan, lembaganya menindaklanjuti berdasarkan Peraturan Bappebti Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Nasabah di Bidang Perdaganhan Berjangka Komoditi. Pasal 3 jo. pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa penyelesaian perselisihan nasabah dilakukan secara berjenjang. Mulai dari pialang berjangka, bursa berjangka dan Bappebti. Pengaduan dilakukan melalui sistem pengaduan daring pada pengaduan.bappebti.go.id. 

Yovian menilai, prosedur yang dilakukan oleh Bappebti selama ini cukup efektif. "Misalnya dari data pengaduan, 50 persen terjadi perdamaian di proses musyawarah dan mufakat. Kemudian mediasi di bursa berjangka, nah itu selesai sekitar 8 persen. Sisanya akan dilakukan evaluasi Bappebti dan kemungkinan akan berujung ke pemeriksaan. Apabila ada dugaan pelanggaran, ke penyidikan," ujar dia.

Menyoal pengembalian dana atau ganti rugi, Yovian menyebut Bappebti tak berwenang untuk memutuskan ganti rugi atau pengembalian dana. Karena kewenangan sebatas administratif dan penyidikan. Untuk pengembalian dana, kata dia melalui Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI) dan Pengadilan Negeri (PN) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

"Memang untuk itu ada lembaga peradilan di situ ada BAKTI atau PN. Beberapa hasil pemeriksaan kami juga dipakai, dibawa oleh nasabahnya ke pengadilan. Kami sudah jadi pihak, terkait dengan proses pengembalian dananya," kata dia.

Sebelumnya, Plt. Kepala Bappebti Kasan menyatakan bahwa proses pemeriksaan, gelar kasus, dan pengenaan sanksi telah dilakukan sesuai prosedur. Hal ini telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Ia menuturkan, sanksi administratif yang diberikan merupakan hasil akhir dari pemeriksaan tim Bappebti terhadap aduan pelanggaran yang sifatnya administratif. “Artinya, Bappebti tidak pernah diam dalam melindungi nasabah,” ujar Kasan dalam keterangan resmi pada 14 Januari lalu.

Selanjutnya: Keterbatasan SDM dan anggaran, bisakah jadi alasan?

Yeka juga mengkritisi lamanya proses tindak lanjut pengaduan di Bappebti. Berdasarkan data yang dipaparkan, penanganan butuh waktu 300 hari sampai 600 hari untuk satu laporan saja. Sementara itu, Yovian menjawab bahwa Bappebti harus memeriksa lebih banyak pihak, berbeda dengan Ombudsman. Mulai dari nasabah, direktur perusahaan, direktur kepatuhan, marketing, hingga saksi dari pihak korban. "Kami gak bisa sembarangan, harus taat prosedur," ujar dia. 

Salah satu kendala yang diungkapkan Yovian adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan anggaran. Ia mengungkapkan, tim pemeriksa di Bappebti hanya delapan orang. Pun dari segi anggaran, satu biro hanya mendapatkan anggaran Rp 2 miliar.

"Sangat kecil sekali. Terus terang kami diperiksa juga oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), inspektorat jenderal, juga Ombudsman. Kami menyadari itu. Kami berusaha se-transparan mungkin terhadap para pelapor. Apa pun yang masuk, kami proses. Cuman memang karena keterbatasan, proses pemeriksaan itu memakan waktu cukup lama."

Namun, kata Yeka, keterbatasan SDM dan anggaran tak serta-merta bisa dijadikan alasan. Menurutnya, kreativitas dalam berpikir bisa menembus keterbatasan tersebut. "Semua persoalan di republik ini selalu ujungnya anggaran dan SDM, tapi kan sebetulnya kita punya cara kalau kreatif. Yang terbatas itu sebetulnya mereka bisa tahu bagaimana cara yang paling efektif untuk mengawasi," ucapnya. 

Yeka menambahkan hal-hal tersebut bersifat sistemik dan tindakan yang tegas dari lembaga bisa memberikan efek jera. "Satu saja perusahaan pialang dicabut izin usahanya, itu sudah menimbulkan efek gentar."

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus