Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Untung-Rugi Divestasi Saham Vale Indonesia

Upaya Mind Id menguasai saham mayoritas Vale Indonesia membentur tembok. Penciutan lahan tambang jadi tanda tanya. 

7 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) akhirnya menebar dividen setelah absen membagikannya pada 2021. Dalam rapat umum pemegang saham pada Jumat, 5 Mei lalu, manajemen Vale Indonesia memutuskan membagikan dividen Rp 937,39 miliar atau setara 30 persen keuntungan tahun 2022 kepada para pemegang saham. "Pemegang saham akan menerima US$ 0,00605 untuk setiap satu saham yang dimilikinya dan akan dibayarkan pada 31 Mei 2023," demikian pernyataan Vale Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu penerima dividen Vale Indonesia adalah Mind Id, holding badan usaha milik negara di sektor pertambangan. Sebagai pemegang 20 persen saham Vale Indonesia, Mind Id bakal menerima Rp 187 miliar. Seorang pejabat yang mengetahui materi pembahasan rapat pemegang saham Vale Indonesia mengungkapkan, Vale Canada Limited (VCL) sebagai pemegang saham mayoritas akhirnya mau membagikan dividen setelah didesak Mind Id. "Awalnya VCL tidak mau membagi dividen lagi," kata pejabat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tarik-ulur pembagian dividen menjadi salah satu penyebab panas-dingin hubungan antara Mind Id dan VCL. Vale Indonesia baru membagikan dividen setelah Mind Id masuk sebagai pemegang saham. Dalam perjanjian jual-beli saham atau sales purchase agreement antara Mind Id—dulu bernama PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum—dan VCL serta Sumitomo Mining Metal Ltd (SMM) pada 2020, ada klausul Vale Indonesia wajib membagikan dividen minimal 30 persen setiap tahun. SMM adalah perusahaan asal Jepang yang memegang 15 persen saham Vale Indonesia. 

Sejak saat itu, Vale Indonesia mulai membagikan keuntungan kepada pemegang saham, sesuatu yang tidak mereka lakukan selama bertahun-tahun. Pada 2020, Vale Indonesia membagikan keuntungan Rp 478,5 miliar atau 40 persen dari laba bersihnya. 

Aktivitas penambangan bijih nikel di area PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Sulawesi Selatan, 29 Maret 2023. Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana

Tapi, baru sekali menebar dividen, Vale Indonesia kembali menahannya pada 2021. Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto saat itu beralasan perusahaannya sedang membutuhkan modal kerja untuk mengembangkan beberapa proyek, seperti smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tengah; smelter mixed hydroxide precipitate di Pomalaa, Sulawesi Tenggara; dan smelter di Sorowako, Sulawesi Selatan.  

Ribut-ribut pembagian dividen pun berlanjut dan menjadi duri dalam negosiasi divestasi saham Vale Indonesia yang akan segera berlangsung. Dibanding VCL dan SMM, Mind Id adalah pemegang saham yang hanya bisa mengharapkan keuntungan dari pembagian dividen, sama dengan pemegang saham publik di pasar modal. 

Mind Id berbeda dengan VCL dan SMM, yang meski tak menerima dividen pun mendapat jatah produksi nickel matte, olahan tambang Vale Indonesia. Ada perjanjian lama di antara mereka yang menyebutkan 80 persen produksi nickel matte dari smelter Vale di Sorowako akan dijual kepada VCL melalui Vale Japan Limited dan 20 persen dialokasikan untuk SMM. Mind Id yang belakangan masuk sebagai pemegang saham baru akan mendapatkan jatah itu jika produksi nickel matte di Sorowako sudah melampaui 72 ribu ton per tahun.  

Vale Indonesia telah menawarkan 11 persen saham kepada Mind Id pada 30 Januari lalu sebagai bagian dari program divestasi. Angka itu adalah sisa kewajiban divestasi 51 persen saham mereka kepada pihak Indonesia seperti yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebelumnya, Vale Indonesia melego 20 persen saham ke publik pada 1990 dan 20 persen ke Mind Id pada 2020. Jika Vale dan Mind Id gagal bersepakat dalam 180 hari, VCL dan SMM dapat menjual sahamnya kepada siapa saja mulai 1 Agustus mendatang.

•••

TARIK-ULUR terjadi menjelang divestasi saham Vale Indonesia. Pada pertengahan April lalu, setelah mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha Mind Id Dilo Seno Widagdo mengatakan Vale Indonesia berniat tidak membagikan dividen sampai 2027. Kebijakan itu datang dari VCL selaku pemegang saham mayoritas, yang menganggap mereka perlu menahan keuntungan buat menopang belanja modal dan modal kerja perusahaan selama pengembangan smelter nikel di Bahodopi, Sorowako, dan Pomalaa.

Hal inilah yang membuat manajemen Mind Id gusar ketika pemerintah meminta mereka mengambil sisa saham Vale yang akan dilepas dalam program divestasi mendatang. Karena Mind Id hanya bisa menebus 11 persen saham, secara proporsional VCL hanya kehilangan 8,195 persen saham dan SMM 2,805 persen. Itu berarti setelah divestasi pun saham Mind Id di Vale Indonesia baru 31 persen, kalah besar dibanding milik VCL yang sebesar 35,60 persen. Sedangkan SMM hanya mengempit 12,22 persen saham. "Artinya, pemegang saham mayoritas masih Vale Canada, belum lagi ditambah Sumitomo," ujar Dilo saat itu.

Presiden Joko Widodo sebetulnya sudah memerintahkan Mind Id mengambil saham dalam program divestasi Vale Indonesia tersebut. Jokowi meminta Mind Id mengkonsolidasikan laporan keuangan Vale Indonesia. Itu berarti Mind Id harus menjadi pemegang saham mayoritas. "Melalui konsolidasi ini, kebijakan keuangan dan semua aset dapat tercatat sebagai kekayaan pemerintah Republik Indonesia," tutur Kepala Divisi Relasi Institusi Mind Id Selly Adriatika pada Sabtu, 6 Mei lalu.  

Masalahnya, Vale Indonesia hanya perlu melepas 11 persen sahamnya dalam divestasi terakhir dan 5 persen di antaranya adalah call option bagi Mind Id, yang bisa ditebus dengan harga diskon. Dengan porsi saham tersebut, Mind Id hanya bisa menjadi penonton atas segala kebijakan strategis VCL dan Sumitomo di Vale Indonesia. Karena itu, Mind Id menginginkan porsi saham yang lebih besar. 

Dua pejabat yang mengetahui proses divestasi saham Vale Indonesia mengatakan Mind Id tidak hanya kesal dalam urusan dividen. Holding perusahaan tambang pelat merah ini juga sebal karena segala kebijakan strategis Vale Indonesia masih akan dikendalikan VCL, ditambah voting SMM. 

Proses peleburan nikel di pabrik smelter nikel PT Vale Tbk di Sorowako, Sulawesi Selatan, 30 Maret 2023. Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana

Sumber ini memberi contoh, dalam proyek smelter feronikel di Bahodopi dan smelter bahan baku baterai mixed hydroxide precipitate (MHP) di Pomalaa, Mind Id tak akan mendapat jatah hasil produksi. Sebagian besar feronikel dari Bahodopi sudah diambil oleh VCL dan SMM serta investor smelter, yaitu Tisco dan Xin Hai. Produk MHP dari smelter Pomalaa pun sudah menjadi jatah VCL serta investor lain, Zhejiang Huayou Cobalt Co Ltd  dari Cina. "Vale juga akan membatalkan proyek pengembangan nickel matte di Sorowako," ucap pejabat ini. 

Padahal proyek-proyek ini menjadi jalan bagi Mind Id untuk mendapatkan olahan nikel yang berguna untuk ekosistem industri baterai mobil listrik nasional dan industri lain. Lewat proyek ini pula Mind Id bisa beroleh jatah nickel matte dari Vale Indonesia.
 
Melihat posisinya yang lemah, Mind Id kemudian menawarkan sejumlah klausul. Mind Id meminta Vale Indonesia melepas 20 persen saham, bukan hanya 11 persen. Mind Id juga meminta jatah kursi direktur utama dan direktur keuangan sebagai bagian dalam kesepakatan divestasi tersebut. Namun permintaan ini langsung ditolak VCL. "Negosiasi buntu," kata sumber Tempo.

Pejabat ini pun bercerita, VCL berani menolak permintaan Mind Id karena sudah yakin akan mendapatkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) alias surat izin perpanjangan masa operasi sebelum 1 Januari 2024. Indikasinya, pada Senin, 10 April lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif telah menyetujui rencana pengembangan seluruh wilayah (RPSW) Vale Indonesia yang diajukan pada Januari lalu. RPSW berisi rencana eksplorasi, eksploitasi, penghiliran, dan pemanfaatan wilayah kerja tambang tanpa penciutan wilayah atau relinquish. Mendapatkan RPSW sama dengan mengantongi setengah IUPK.  

Melihat negosiasinya dengan VCL alot, Mind Id menyiapkan jalan memutar. Salah satu opsinya adalah membeli saham publik di Vale Indonesia. Masalahnya, hanya 5-6 persen saham publik yang bisa dibeli. Sebab, saham publik yang beredar saat ini hanya 21 persen. Sedangkan saham free float sebuah perusahaan terbuka paling sedikit 15 persen. 

Jurus lain adalah menebus saham milik SMM sembari menawarkan komitmen yang sukar ditolak perusahaan Jepang itu, yaitu tetap akan mendapatkan bagian produksi nickel matte kendati sahamnya berkurang. Tapi cara ini pun bukan tanpa masalah. Jika SMM hendak melego sahamnya, mereka juga harus menawarkannya secara proporsional kepada semua pemegang saham, termasuk VCL. "Artinya, tanpa dukungan pemerintah, Mind Id tetap akan jadi minoritas," ujar sumber Tempo.

Hingga Sabtu, 6 Mei lalu, manajemen Vale Indonesia belum memberikan tanggapan tentang kabar seputar divestasi saham. Daftar pertanyaan sudah disampaikan secara tertulis kepada Senior Coordinator Communication Vale Indonesia Suwarny Dammar. "Tidak bisa kami pastikan." 

Sedangkan Kepala Divisi Relasi Institusi Mind Id Selly Adriatika mengatakan perseroan mendukung segala upaya agar pihak Indonesia memperoleh keuntungan maksimal dari pengelolaan sumber daya alam di sektor mineral, termasuk kepemilikan saham di Vale Indonesia. "Sebagai holding pertambangan yang sahamnya 100 persen milik pemerintah, kami mengharapkan divestasi ini menghasilkan keuntungan bagi pihak Indonesia."

•••

BUKAN cuma soal pelepasan saham, penguasaan dan pengelolaan lahan tambang nikel Vale Indonesia juga menjadi sorotan. Komisi Energi DPR mempersoalkan langkah Vale Indonesia yang tak kunjung memanfaatkan wilayah kerjanya yang sangat luas. Dari wilayah tambang yang mereka kuasai seluas 118 ribu hektare di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara, baru belasan ribu hektare yang dimanfaatkan. 

Vale Indonesia tercatat sebagai perusahaan tambang nikel dengan luas lahan konsesi terbesar. Itu sebabnya perusahaan ini menjadi primadona. Apalagi saat ini nikel tengah naik daun sebagai bahan baku utama baterai kendaraan listrik. 

DPR mempersoalkan kesungguhan Vale Indonesia, di bawah kendali VCL, dalam mengelola konsesi tambangnya. Sebagian komitmen yang mereka teken pada saat renegosiasi kontrak karya dengan pemerintah pada 2014 tak kunjung berjalan. Di antaranya janji investasi pembangunan smelter dengan nilai minimal US$ 4 miliar di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Baru pada 2022 dan awal 2023 rencana itu mulai terlihat. 

Jajaran direksi PT Vale Indonesia Tbk saat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan di Jakarta, 5 Mei 2023. Antara/Muhammad Heriyanto

Pembangunan smelter feronikel di Bahodopi, misalnya, Vale Indonesia baru memulainya setelah mendapatkan investor dari Cina, yaitu Tisco dan Xinhai. Demikian pula dalam proyek smelter mixed hydroxide precipitate di Pomalaa yang baru berjalan setelah Vale Indonesia menggandeng Huayou.

Pemerintah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara kemudian mendesak pemerintah pusat agar tidak memperpanjang masa berlaku izin operasi Vale Indonesia yang bakal berakhir pada 28 Desember 2025. Menurut mereka, sejak beroperasi pada 1968, Vale Indonesia tak memberikan sumbangan berarti kepada daerah.

Agar desakan ini makin kuat, pemerintah Sulawesi Selatan meminta dukungan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang juga pengusaha besar asal Sulawesi Selatan. Kalla pun membenarkan hal tersebut. "Selama 50 tahun Vale di Sulawesi Selatan, apa yang diperoleh rakyat? Tidak ada," katanya ketika ditemui di kediamannya di Jakarta Selatan pada awal Maret lalu. "Lima puluh tahun hanya habis 5.000 hektare di Sorowako saja. Jadi kembalikan itu sisanya sekarang ke pemerintah," dia menambahkan. 

Menurut Kalla, sah-sah saja pemerintah daerah meminta bagian mereka. Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur wilayah kerja tambang mineral maksimal 25 ribu hektare. Artinya, menurut Kalla, sisa wilayah mesti balik ke negara dan dibagikan ke perusahaan milik pemerintah daerah ataupun milik negara.

Kalla mengakui korporasi yang dikelola keluarganya, Grup Kalla, siap berkolaborasi dengan perusahaan milik daerah untuk mengelola tambang nikel yang dilepas Vale Indonesia jika nanti wilayah kerjanya dipangkas dan dibagikan ke daerah. Kebetulan Grup Kalla juga sedang membangun smelter feronikel lewat bendera PT Bumi Mineral Sulawesi berkapasitas 33 ribu ton per tahun di Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. "Sebenarnya kami juga tidak butuh banyak tambang nikel karena sudah banyak tambang nikel di sekitar sana yang siap menyuplai bahan baku," tuturnya.

Tempo mendatangi smelter Bumi Mineral Sulawesi pada akhir Maret lalu. Bangunannya terlihat mencolok karena berdiri di atas tanah datar, berdampingan dengan permukiman warga di sebelah kiri dan persawahan di sebelah kanan. 

Kalla mengakui perusahaannya membangun smelter itu karena mencium peluang besar. Pasar baja tahan karat atau stainless steel Eropa dan Amerika Serikat kini sedang alergi terhadap perusahaan-perusahaan Cina, yang biasa memasok komoditas tersebut. Grup Kalla kemudian membuat smelter feronikel menggunakan listrik dengan energi baru dan terbarukan.

Listrik untuk smelter Bumi Mineral Sulawesi berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air Poso, Sulawesi Tengah; dan PLTA Malea Energy di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Dua-duanya milik Grup Kalla. "Eropa hanya mau beli produk dari smelter yang pakai green energy. Satu-satunya yang punya green energy di Sulawesi itu hanya Kalla Group, selain Vale di Sorowako," ujar Kalla.

Namun langkah mendapatkan lahan konsesi Vale Indonesia bisa jadi membentur tembok. Sebab, Undang-Undang Cipta Kerja telah menganulir pasal yang mewajibkan perusahaan tambang menciutkan wilayah kerjanya hingga maksimal 25 ribu hektare. Perusahaan tambang seperti Vale Indonesia dapat mengajukan rencana kerja mereka atas lahan konsesi lebih dari 25 ribu hektare. Artinya, Vale Indonesia tak harus melepas lahan konsesinya untuk menebus IUPK. 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pun agaknya tidak akan menciutkan wilayah kerja Vale Indonesia, setidaknya berdasarkan RPSW yang terbit pada April lalu. Sementara itu, untuk jatah daerah, pemerintah sudah menyiapkan jalan. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menjamin sebagian jatah divestasi saham Vale Indonesia akan diberikan kepada pemerintah daerah. Dia mengacu pada program divestasi saham PT Freeport Indonesia pada 2018. Saat itu 10 dari 41 persen saham hasil divestasi Freeport Indonesia dibagikan kepada Pemerintah Provinsi Papua dan sejumlah kabupaten di sana, meski sampai kini pemerintah provinsi dan kabupaten di Papua tak kunjung sepakat mengenai pembagian saham tersebut.

Dimintai konfirmasi tentang rencana divestasi saham dan pengelolaan lahan konsesi Vale Indonesia, Arifin tak kunjung memberikan jawaban. Tempo mengajukan sejumlah pertanyaan sejak 28 Maret lalu. Pejabat tata usaha Kementerian Energi, Irwan Wakhidiyanto, mengatakan tanggapan sedang disiapkan. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Erwan Hermaan dan Didit Hariyadi di Luwu berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berebut Porsi Agar Tak Rugi"

Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus