Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bagaimana E-Commerce Bertahan di Musim Dingin

Musim dingin bagi e-commerce diperkirakan masih berlanjut hingga akhir tahun. Potensi tumbuh masih terbuka selama ada inovasi.

15 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Musim dingin buat perusahaan rintisan berbasis teknologi seperti e-commerce diperkirakan berlangsung sampai akhir tahun.

  • Inovasi menjadi kunci buat para e-commerce untuk bangkit. Pembaruan fitur live shopping di masing-masing e-commerce bisa menjadi opsi untuk menarik pelanggan.

  • Bank Indonesia memperkirakan nilai transaksi e-commerce bisa mencapai Rp 487 triliun tahun ini. Nilainya naik dari realisasi pada 2023 yang sebesar Rp 453,75 triliun.

MUSIM dingin belum berlalu buat perusahaan rintisan berbasis teknologi seperti e-commerce. Kondisi ini diperkirakan masih bertahan sampai akhir tahun. Salah satu indikatornya tampak dari laporan Google, Temasek, dan Bain & Company bertajuk e-Conomy SEA 2023.

Dalam laporan tersebut, tercatat pendanaan privat untuk perusahaan startup di Indonesia turun 87 persen pada paruh pertama 2023 dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya. Salah satu pemicunya adalah kondisi beberapa perusahaan yang tak kunjung menunjukkan kepastian mencetak untung. Di tengah kondisi pasar modal yang kurang kondusif, sejumlah investor kesulitan melepas dana yang telah mereka tanam.

Data tersebut menunjukkan perusahaan makin sulit mendapatkan pendanaan baru. Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan e-commerce ikut merasakan seretnya pendanaan. Akibatnya, banyak dari mereka harus melakukan efisiensi untuk terus tumbuh di tengah persaingan. "Bakar uang dikurangi dan tentu pengurangan karyawan biasanya," katanya kepada Tempo, kemarin.

Strategi efisiensi ini baru saja ditempuh ByteDance. Sebagai pemilik Tokopedia dan Shop Tokopedia, perusahaan tersebut melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap sejumlah pegawai mulai kemarin. "Kami harus melakukan penyesuaian yang diperlukan pada struktur organisasi sebagai bagian dari strategi perusahaan agar dapat terus tumbuh," ujar Direktur Urusan Perusahaan Tokopedia dan Shop Tokopedia Nuraini Razak, seperti dilansir Antara, kemarin.

 

Keputusan tersebut tak terlepas dari kerja sama PT Tokopedia dengan TikTok Pte Ltd untuk membentuk Shop Tokopedia pada akhir tahun lalu. Heru mengatakan PHK bisa terjadi saat dua perusahaan digabungkan karena beberapa tugas berpotensi bersinggungan sehingga perlu perampingan. "Meskipun opsi PHK tidak kami harapkan," ujarnya.

Inovasi menjadi kunci buat para e-commerce untuk bangkit lagi. Heru mengatakan pembaruan fitur live shopping di tiap e-commerce bisa menjadi opsi untuk menarik pelanggan. Lewat fitur ini, penjual menjajakan barangnya lewat siaran langsung kepada pembeli. "Mungkin perlu clustering produk yang bisa dicari pengguna di antara banyaknya live shopping itu," katanya. Pasalnya, fitur yang satu ini masih menjadi magnet buat pengguna.

Upaya lain untuk mendukung pertumbuhan e-commerce, menurut Heru, adalah mendorong lebih banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masuk ke platform e-commerce. "Ini baru 25 juta yang masuk dan masih ada waktu lima bulan lagi untuk bisa mencapai 65 juta UMKM kami seluruhnya ke digital. Kami tidak bisa lagi tunggu-tunggu, tapi harus ada kerja keras," katanya. Secara paralel, perlu ada perlindungan untuk produk-produk lokal.

Inovasi soal live shopping ini sejalan dengan data IPSOS yang dirilis pada awal tahun ini. Perusahaan riset publik itu menunjukkan fitur live shopping menjadi primadona buat para pelaku UMKM di platform e-commerce. Pasalnya, mereka bisa mudah berinteraksi dengan pembeli. "Mereka berkomunikasi dan membangun engangement. Itu menjadi salah satu daya tarik yang sukar ditandingi oleh fitur-fitur konvensional," ujar Direktur Eksekutif IPSOS Indonesia Andi Sukma pada 15 Januari lalu. 

Data tersebut tertuang dalam laporan bertajuk "Tren Live Streaming E-Commerce bagi Penjual". Sebanyak 360 pelaku UMKM berusia 18-55 tahun dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Semarang, Surabaya, Medan, serta Makassar yang berdagang secara daring terlibat dalam survei untuk mengetahui dampak fitur live shopping di e-commerce. Laporan ini dikerjakan pada kuartal III 2023.

Kantor Tokopedia di Jakarta, 12 Desember 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Hasilnya, sebanyak 73 persen responden menggunakan metode live shopping untuk meningkatkan omzet. Sementara itu, terdapat 68 persen responden yang mengaku bisa memperluas pasar lewat fitur ini. Dampak lain yang mereka rasakan adalah penghematan biaya promosi, interaksi langsung yang lancar dengan pelanggan, serta peningkatan kepercayaan konsumen.

Menurut IPSOS, platform live shopping yang paling populer di Indonesia adalah milik Shopee. Di posisi selanjutnya terdapat TikTok Live, Lazada Live, serta Tokopedia Play.

Hasil survei Populix juga menunjukkan fitur live shopping milik Shopee lebih unggul daripada e-commerce lain. Datanya berasal dari survei pada 12-23 Mei 2023 terhadap 508 responden di area Jabodetabek, Jawa, dan luar Jawa. Rata-rata transaksi di Shopee Live dalam periode enam bulan mencapai 56 persen, sementara TikTok Live mencatat 30 persen, Tokopedia Paly 8 persen, dan Lazada Live 6 persen.

Pakar Marketing dan Managing Partner Inventure, Yuswohady, mengatakan fitur live shopping ini juga menjadi salah satu kunci sukses Shopee di antara pesaing lain. Perusahaan ini termasuk yang paling awal menerapkan fitur tersebut, yaitu pada 2019, dan memberi pengalaman baru berbelanja. Kesuksesan lainnya adalah menggabungkan pengalaman berbelanja dengan konten di media sosial, seperti kisah sukses TikTok Shop yang kemudian ditentang pemerintah lantaran menggabungkan media sosial dengan lapak berdagang yang punya izin berbeda. 

E-commerce lain turut meniru strategi yang sama. Tokopedia, misalnya, bergabung dengan TikTok membentuk Shop Tokopedia. "Tapi ada jeda saat mereka meniru dan ini yang dimanfaatkan inovator untuk mengambil pangsa pasar," ujar Yuswohady. Itu sebabnya, tak mudah mengubah peta persaingan usaha yang ada.


Pekerja menyiapkan pesanan pelanggan di gudang penyimpanan barang toko daring Lazada di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Tapi perubahan peta persaingan usaha bukan tak mungkin. Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance, Izzudin Al Farras Adha, menyoroti satu inovasi yang belum tersentuh pemain e-commerce di dalam negeri. "Memotong penjual tengah," tuturnya. Beberapa e-commerce di luar negeri sudah bisa menghubungkan langsung konsumen dengan penjual di pabrik. Dengan begitu, perusahaan tersebut bisa memotong rantai distribusi dan memangkas harga produk. Harga murah ini sensitif, khususnya buat pelanggan di Indonesia yang masih sangat berorientasi pada harga.

Karena harga masih krusial, kunci lain untuk menguasai pasar adalah bakar uang. Namun strategi ini hanya memungkinkan untuk perusahaan e-commerce besar. Di tengah seretnya pendanaan dan tren suku bunga yang tinggi, e-commerce yang tak sebesar Shopee atau Tokopedia sulit mewujudkannya. "Penyebab Shopee dan Tokopedia menjadi pemain besar dibanding e-commerce lain adalah beberapa tahun lalu mereka jorjoran memberi diskon. Sekarang juga masih, tapi intensitasnya mulai berkurang," kata Farras. 

Farras tak sekadar menyinggung soal nama besar Shopee dan Tokopedia. Dia merujuk pada data SimilarWeb per Februari 2024 yang menempatkan Shopee sebagai e-commerce dengan jumlah pengunjung terbanyak di Indonesia. Setelah itu, terdapat Tokopedia, Lazada, dan Blibli. Urutannya masih sama berdasarkan gross merchandise value semua perusahaan menurut laporan Momentum Works pada 2022.

Di tengah musim dingin yang belum reda ini, Farras menilai masih ada potensi untuk e-commerce Indonesia tumbuh. Dia merujuk pada Global Data yang memperkirakan ada pertumbuhan sebesar 15 persen dibanding pada 2023. Farras menyebutkan faktor pendorongnya antara lain peningkatan penetrasi Internet di Indonesia, penggunaan telepon seluler pintar, peningkatan pendapatan masyarakat, serta urbanisasi. 

Pemerintah pun masih optimistis e-commerce bisa tumbuh. Bank Indonesia memperkirakan nilai transaksi e-commerce bisa mencapai Rp 487 triliun pada tahun ini. Nilainya naik dari realisasi pada 2023 yang sebesar Rp 453,75 triliun. Sementara itu, pada 2025, bank sentral memperkirakan nilainya bisa mencapai Rp 503 triliun.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus