NOLAN Crabb, tuna netra sejak lahir ternyata mampu melakukan
tugas jurnalistik. Sudah tiga bulan ini ia bekerja sebagai
layaknya wartawan yang awas penglihatannya di koran Ogden
Standard-Examiner, Utah, AS.
Crabb mencatat hasil wawancaranya dengan bantuan mesin ketik
Braille tiga tingkat. Mesin tersebut mempunyai banyak lambang.
Susunan lambangnya demikian padat. "Sebuah titik pun akan
mempunyai arti sebuah kata," kata Crabb. "Sehingga saya bisa
mengutip ucapan seseorang secepa ia berbicara."
Mesin ketik Rraille itu memiliki enam kunci, dan beratnya
sekitar 4,5 kg. Alat bantu Crabb yang lain ialah sebuah tape
recorder. Bila memakai mcsin ketik Braille di suatu pertemuan
(konperensi pers), ia tentu akan bikin berisik. Setibanya di
kantor, rekaman hasil kerjanya itu kemudian dipindahkannya ke
kertas catatan dengan mesin ketik Braille.
Crabb selalu menenteng mesin tik Braillenya sekalipun untuk
meliput kebakaran. Ia berjalan dengan sebuah tongkat sebagai
pemandu. Kendaraan umum adalah alat transpor utamanya.
Hanya dengan tekad keraslah Crabb berhasil- meraih yang
diinginkannya. Ia masih ingat betul ketika seorang dosen yang
mengajar ed ing lewat Video Display Terminal (VDT) di Brigham
Young University September 1979 merendahkan cacat tubuhnya.
Crabb katanya, tak punya masa depan untuk bekerja di
persuratkbaran. "Saya tidak bisa membayangkan bagaimana mungkin
seorang tuna netra bisa mengoperasikan VD ini, "kata sang
profesor. "Saya anjurkan anda sebaiknya meninggalkan kelas ini."
Crabb memang meninggalkan kelas tersebut. Tapi pada semester
berikutnya ia masuk kelas kembali mengikuti kuliah jurnalistik
baru dengan dosen yang baru pula. Mei tahun berikutnya, ia
mahir mengoperasikan VDT, dan di mushn panas bekerja sebagai
reporter di Ogden Standard xaminer.
Dengan belajar sekitar 10 menit, saya segera tahu cara
mengoperasikan "DT," tutur Crabb di hari pertama bekerja. "Dan
hal tersebut menyebabkan pengasuh koran itu tercengang."
Crabb, 22 tahun, sudah mahir mengetik sejak kelas IV SD, hingga
kecepatannya mengenal teknologi VDT bukanlah hal mengejutkan.
"Sekali anda mempelajari instruksi-instruksinya, mengoperasikan
VDT selanjutnya adalah hal mudah," ujarnya.
Di redaksi koran itu sendiri Crabb bukanlah orang asing. Ia
sudah menulis untuk koran tersebut sejak duduk di bangku SM.
Kemahirannya bekerja mengundan reaksi rekannya. "Ingatannya
yang tajam adalah mata utamanya. Konstruksi ceritanya sangat
bagus," kata reporter Don Baker. "Jarang sekali ia harus
mengetik ulang."
Bila Crabb ingin 'membaca' hasil tulisannya di VDT, ia bisa
melakukannya dengan menggunakan alat baca sekilas Optacon
(harganya US$3.000 atau Rp 1,9 juta). Optacon berupa sebuah
kamera kecil yang dihubungkan oleh kawat listrik ke sebuah kotak
vibrasi. Kamera itu melihat layar DT dan kotak itu bergetar
dalam bentuk huruf-huruf. Hingga Crabb berkata: "Saya tidak
punya problem membaca dn meng-edit naskah saya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini