Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Investasi PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. Devin Wirawan membeberkan alasan perusahaan memutuskan untuk mengakuisisi mayoritas saham Brawijaya Healthcare, sebuah jaringan rumah sakit umum terkemuka di Indonesia pada semester pertama tahun 2024 ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami meyakini Brawijaya memiliki fundamental kuat untuk terus bertumbuh dan memperluas jaringan rumah sakitnya di Indonesia,” kata Devin dalam keterangan resminya pada Selasa, 30 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun PT Saratoga Investama Sedaya Tbk mencatatkan arus kas yang solid sepanjang semester I 2024 sebesar Rp 2,5 triliun dari dividen dan monetisasi portofolio investasi perusahaan. Perusahaan milik Sandiaga Uno dengan kode saham SRTG ini akan mengoptimalkan peluang investasi di sektor-sektor strategis yang memiliki prospek pertumbuhan bisnis dalam jangka panjang.
Saat ini, Brawijaya telah memiliki dan mengoperasikan lima rumah sakit dan dua klinik yang tersebar di wilayah Jakarta, Depok, Bandung, dan Tangerang.
Devin pun optimistis dengan kemampuan ekspansi bisnis Brawijaya yang didukung oleh tim manajemen yang berpengalaman kuat di sektor kesehatan. Kolaborasi antara tim Saratoga dan manajemen Brawijaya ini disebut akan memperkuat operasional rumah sakit dan menciptakan pertumbuhan bisnis secara berkelanjutan.
“Brawijaya juga berfokus pada pengembangan Centers of Excellence seperti BraveHeart, yang merupakan salah satu pusat layanan kardiovaskular terbaik di Indonesia,” kata Devin.
BraveHeart memiliki tim dokter subspesialis, termasuk ahli dalam bedah, intervensi koroner, jantung anak, cardiac imaging, penggantian katub jantung tanpa operasi, elektrofisiologi, dan terapi pacu jantung. Tim BraveHeart dipimpin oleh seorang kardiolog senior terkemuka, yaitu seorang dokter bernama Dr. dr. Muhammad Yamin, Sp.JP (K), Sp.PD, FACC, FSCAI, FAPHRS, FHRS.
BraveHeart dilengkapi dengan teknologi canggih seperti Hybrid Operating Theatre. Fasilitas modern ini memungkinkan tindakan bedah dan intervensi non-bedah dilakukan secara bersamaan pada satu pasien dengan kondisi medis tertentu.
Selain sektor kesehatan, Devin mengatakan Saratoga juga akan mengembangkan investasinya pada infrastruktur digital seperti Bersama Digital Data Centres (BDDC) yang sudah menjadi bagian dari portofolio Perusahaan. BDDC merupakan penyedia pusat data dalam kota (in-town data centre) dengan interkonektivitas dan sistem digital terintegrasi.
BDDC baru saja meresmikan pusat data (data centre) yang kedua yakni JST1 di Jakarta Timur. JST1 merupakan fasilitas data centre dengan standar Tier IV yang dapat menampung 1.008 rak dalam delapan lantai ruang data. Data centre ini dilengkapi sumber kelistrikan ganda dan solusi komprehensif dalam satu platform BDDC.
“Solusi ini dapat menunjang kebutuhan penyimpanan data dengan kualitas operasional yang baik serta pertukaran data dengan latensi rendah dan kinerja tinggi,” kata Devin.
Keberadaan JST1 akan melengkapi data centre JBT1 di Jakarta Barat yang sebelumnya telah beroperasi. Ke depan, BDDC menargetkan pengembangan kapasitas JST1 hingga 32 MW dan JBT1 hingga 30 MW. Peresmian JST1 sekaligus membuktikan komitmen BDDC dalam memberikan layanan infrastruktur digital kepada pelaku industri lokal maupun global untuk mendukung kemajuan dan peningkatan kualitas teknologi digital di Indonesia.
Menurut Devin, potensi sektor infrastruktur digital di Indonesia masih sangat besar. Saratoga akan terus mengoptimalkan setiap peluang dan berperan aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan investasi pada sektor-sektor strategis yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara, salah satunya dengan memperkuat investasi portofolio yang sudah ada dan meningkatkan investasi pada perusahaan yang memiliki prospek pertumbuhan berkelanjutan,” ungkap Devin.
Sementra itu, Direktur Keuangan Saratoga Lany D. Wong menambahkan di tengah kondisi pasar dan ekonomi global yang dinamis, Saratoga mampu mempertahankan kinerja keuangan yang positif. Perusahaan berhasil mencatatkan Net Aset Value (NAV) sebesar Rp 49,4 triliun pada semester I-2024, atau tumbuh 4 persen secara kuartal (QoQ) dibandingkan kuartal I-2024 sebesar Rp 47,5 triliun.
Perolehan NAV ini terutama didukung kinerja positif dan kenaikan harga saham portofolio seperti PT Adaro Energi Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), serta pertumbuhan dari portofolio perusahaan non-publik.
Saratoga juga berhasil menurunkan hampir separuh dari posisi utang bersih di akhir semester I-2024 menjadi Rp 449 miliar, dibandingkan kuartal I-2024 sebesar Rp 885 miliar. Selain itu, Perusahaan mampu mempertahankan rasio biaya dan utang tetap pada level yang sehat. Biaya operasional terhadap NAV dan loan-to-value masing-masing sebesar 0,6 persen dan 0,7 persen dari sebelumnya 0,5 persen dan 1,1 persen di semester I-2023.
“Hal ini mencerminkan bahwa portofolio investasi kami memiliki kinerja yang solid serta keberhasilan manajemen dalam mengeksekusi setiap strategi investasi secara optimal,” kata Lany dalam keterangan tertulisnya.
Pilihan Editor: Sandiaga Buka Suara soal Pembangunan LRT Bali