Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengatakan jumlah pengetesan spesimen corona Indonesia kalah dengan negara-negara dengan penghasilan menengah ke bawah, seperti Nepal. Padahal, bila dilihat dari angka pendapatan per kapitanya, Indonesia lebih kaya dari negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Pendapatan Nepal cuma seperempat dari kita, tapi testing-nya bisa mencapai 30.932 per satu juta populasi, sedangkan kita hanya 10.527 padahal kita adalah negara berpenghasilan menengah ke atas atau upper-middle income. Ini ironis. Enggak ada alasan kita kalah karena lebih kaya,” ujar Faisal dalam webinar, Ahad, 20 September 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Berdasarkan data yang dipaparkan Faisal, pendapatan per kapita Indonesia sebesar US$ 4.050. Sedangkan Nepal hanya US$ 1.090. Selain kalah dengan Nepal, jumlah pengetesan corona per satu juta populasi di Indonesia kalah dengan negara-negara berpendapatan menengah ke bawah lainnya, seperti Pakistan, Bangladesh, Ghana, dan Bolivia.
Menurut data Faisal, Pakistan telah mencatatkan 14.095 pengetesan corona per satu juta populasi. Sedangkan Bangladesh sebanyak 10.965, Ghana sebesar 14.958, dan Bolivia 24.366 tes.
Faisal mengatakan pemerintah semestinya memiliki peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perpu khusus Covid-19 sebagai bentuk keseriusan menangani wabah. “Saat ini kita hanya perpu soal APBN dan keuangan.Tidak ada perpu Covid-19,” katanya.
Dengan kemampuan Indonesia menangani kasus corona saat ini, Faisal mengatakan wajar bila Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkali-kali menunjuk tim baru untuk mengurus pandemi.
Teranyar, Jokowi meminta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yang juga Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, menurunkan kasus positif corona di delapan provinsi zona merah dalam dua pekan.
Faisal pun mengkritik langkah pemerintah yang terlalu sering mengumumkan tim baru tersebut. “Orang-orangnya itu-itu juga, enggak ada yang kerja full time menangani virus ini,” ucapnya.
Dia berharap pemerintah menunjuk satu orang yang memiliki waktu penuh menangani Covid-19, seperti saat tsunami Aceh dan Nias. “Waktu itu komandan perang Pak Kuntoro (Bekas Kepala Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh-Nias Kuntoro Mangkusubroto), jelas bekerja penuh. Dan kita dipuji internasional,” ucapnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA