Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan memberikan kredit konstruksi bagi pengembang melalui regulasi baru yang sedang disusun tahun ini. Hal ini dilakukan setelah melakukan evaluasi atas rendahnya penyaluran KPR subsidi berskema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persoalan rendahnya penyaluran FLPP juga dinilai terletak pada perbankan pelaksana yang belum menguasai strategi pembiayaan industri perumahan dari hulu hingga hilir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lana Winayanti menyebutkan selama ini perbankan dan pemerintah hanya fokus pada penyediaan permintaan dengan menyediakan kredit pemilikan rumah (KPR) berbunga rendah. Sementara dari sisi pasokan perumahan, perbankan penyalur masih harus mencari pengembang sendiri.
Adapun dalam regulasi baru yang tengah disusun, rencananya pemerintah menawarkan kredit konstruksi selama kurang lebih 9 bulan kepada bank pelaksana dengan suku bunga single digit.Hal itu untuk mendorong perbankan memberikan kredit konstruksi kepada pengembang.
Sehingga selanjutnya, kata Lana, setelah selesai masa konstruksi perbankan bisa sekaligus menyalurkan KPR FLPP. “Jadi saat ini sekaligus mendorong demand dan supply. Ketika menyalurkan kredit konstruksi ada pengembang yang menjadi pegangan perbankan," tuturnya, Rabu, 3 Januari 2018.
Lana berharap nantinya ketika selesai masa konstruksi, ada unit rumah yang siap di-KPR-kan. "Terjadinya pembiayaan dari hulu ke hilir,” katanya. Kementerian PUPR masih memiliki potensi pendanaan untuk kredit konstruksi senilai kurang lebih Rp 1,5 triliun dari dana pengembalian pokok tahun lalu.
Sementara itu Sekretaris Jenderal DPP Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonsia (APERSI) Daniel Djumali mendukung rencana peraturan pemerintah yang akan dikeluarkan dalam waktu dekat ini. Rencana pemerintah mendorong kredit konstruksi dengan tingkat suku bunga dibawah 8,75 persen dinilai dapat meningkatkan gairah pengembang dalam mendukung Program Sejuta Rumah khususnya bagi MBR.
Daniel menuturkan dalam diskusi bersama kementerian PUPR lalu, terdapat beberapa rancangan Permen skema Pembiayaan KPR Subsidi yang baru. Menurut dia, dalam Permen baru akan ada masa transisi terlebih dahulu selama 3 hingga 6 bulan.
Rencana kredit konstruksi jangka pendek untuk pengembang rumah MBR direncanakan dengan tingkat bunga paling tinggi 8,75 persen. APERSI mengusulkan suku bunga itu di atas margin tipis suku bunga deposito perbankan.
Selain kredit konstruksi, skema pembiayaan KPR subsidi akan dilakukan dengan gaji pokok kurang lebih senilai Rp 4 juta, bunga tetap 5 persen selama 10 tahun, tahun berikutnya akan terjadi penyesuaian kenaikan bunga menjadi 7,5 persen, dan bukannya bunga komersil pasar.
Hingga Desember tahun lalu penyerapan FLPP yang masih jauh dari target tahun ini sebesar 40 ribu unit dengan anggaran Rp 3,1 triliun. Realisasi penyerapan FLPP baru 20.227 unit dengan besaran dana Rp 2,3 triliun.
Setelah bank BTN memutuskan tidak ikut menyalurkan kredit perumahan dengan skema FLPP. Pada 2018 ini, Kementerian PUPR akan menyalurkan KPR sebesar Rp 4,5 triliun yang terdiri Rp 2,2 triliun berasal dari DIPA dan Rp 2,3 triliun dari optimalisasi pengembalian pokok.