Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gerilya di Jalur Batu Bara

Tambang Djan Faridz dirundung perkara. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melarang truk batu bara melintas di jalan raya.

23 Februari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Layar datar di dinding itu biasanya merekam lalu-lalang 400 truk dari Lahat ke Muara Enim, Sumatera Selatan. Dari tambang PT Dizamatra Powerindo di Merapi Barat, Lahat, sebanyak 200 truk mengangkut batu bara menuju pelabuhan milik perusahaan itu di tepi Sungai Musi, Desa Patra Tani, Muara Enim. Dua ratus lainnya menuju arah sebaliknya setelah menurunkan batu bara di pelabuhan.  

Tapi, sejak dua bulan lalu, layar datar itu tidak lagi semarak. Rabu pekan lalu, hanya empat truk terekam di peta. Dua truk berkelip merah alias posisinya tidak up-to-date. Satu truk berkelip biru alias kosong tanpa muatan. Satu truk lagi berkelip kuning, yang artinya sedang dalam perawatan. “Tidak ada kegiatan sama sekali,” kata Djan Faridz, pemilik Dizamatra, di kantornya, Priamanaya Group, Jakarta.

Tidak hanya lalu-lalang truk yang sepi. Suasana pelabuhan Dizamatra di Patra Tani juga sunyi. Ratusan truk berkelir hijau terparkir rapi sambil menunggu giliran perbaikan. Ekskavator berkelir kuning merapikan sisa-sisa gunungan batu bara yang meluber. Pemandangan itu terekam langsung di puluhan layar datar yang menempel pada dinding ruang kerja Djan. Dari ruangan itulah Menteri Perumahan Rakyat era Susilo Bambang Yudhoyono ini memantau operasi bisnis batu baranya di bawah bendera Dizamatra, anak usaha Priamanaya, yang saban tahun menjual 1,7 juta ton emas hitam.

Djan Faridz, pemilik Dizamatra./dok.TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Djan Faridz salah satu pengusaha tambang batu bara di Sumatera Selatan yang terpukul akibat larangan truk batu bara melintas di jalan umum provinsi tersebut. Larangan itu muncul pada 2011 lewat Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Batu Bara. Namun, selama era Gubernur Alex Noerdin, larangan ditangguhkan.

Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, yang baru dilantik pada September 2018, langsung memberlakukannya sejak November tahun lalu. Truk batu bara hanya boleh melintas di jalan khusus. Ada satu perusahaan yang sudah berinvestasi di jalan ini, yakni Servo Lintas Raya, anak usaha PT Titan Infra Energy. Djan tidak menggunakan jalur tersebut. “Biayanya mahal. Tidak masuk di perhitungan kami,” ucapnya. 

Djan sebetulnya sudah menyiapkan alternatif atas larangan truk batu bara melintas di Sumatera Selatan. Sejak 2014, menggunakan bendera PT Priamanaya Transportasi, dia mulai mengurus izin untuk membuat jalur kereta api khusus. Setahun kemudian, Juni 2015, Priamanaya mendapatkan izin trasenya.

Perusahaan ini akan membangun rel kereta dari lokasi tambang di Kecamatan Merapi Barat sampai jalur kereta yang sudah ada di pos Sukacinta, Lahat. Perusahaan juga membangun jalur dari Stasiun Serdang di Muara Enim hingga ke pelabuhan Dizamatra di Patra Tani. Investasinya sekitar US$ 400 juta. “Tapi KAI (Kereta Api indonesia) tidak mau meneken perjanjian interkoneksi,” tutur Djan.

Untuk mendapat izin pembangunan, Priamanaya harus menjalin kerja sama interkoneksi dengan KAI sebagai pengguna jalur kereta api yang sudah beroperasi. “Memang, Priamanaya harus bersepakat dulu dengan KAI,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di rumah dinasnya di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Menurut Budi, Kementerian Perhubungan selaku pemilik asli jalur kereta tidak berhak mengintervensi KAI. Sebab, dia menerangkan, jalur itu sudah ditransfer kepemilikannya (inbreng) kepada KAI sebagai badan usaha penyelenggara prasarana. Statusnya sama seperti pelabuhan pemerintah yang kini ditransfer kepemilikannya kepada PT Pelindo I-IV. “Mereka (KAI) yang punya kewenangan semua itu,” ucap Budi.

Deretan truk di pelabuhan batu bara PT Dizamatra Powerindo di Desa Patra Tani./Dok.dizamatra

Bila proyek kereta khusus hendak dipergegas, Budi menyarankan pembangunan jalur yang sama sekali baru, seperti jalur kereta khusus sepanjang 150 kilometer dari Muara Enim menuju Ogan Komering Ilir yang kini tengah dibangun Servo Railway. Servo adalah anak usaha Titan Group, yang juga mengoperasikan jalur khusus batu bara. “Jalurnya sudah mulai dibangun dan ini akan jadi jalur substitusi KAI,” kata Budi.

Melihat perjanjian interkoneksi buntu, Djan kemudian mengajukan permohonan kerja sama pengangkutan batu bara dengan KAI. Ini adalah strategi jangka pendek agar hasil pertambangan mineral Dizamatra tetap terangkut di tengah ancaman truk batu bara tak boleh melintas lagi di jalan umum Sumatera Selatan.

Pada Oktober 2017, kedua perusahaan, Dizamatra dan KAI, meneken nota kesepahaman angkutan batu bara. Tapi, hingga pemerintah provinsi memberlakukan larangan pengangkutan batu bara menggunakan jalan raya pada November tahun lalu, perjanjian tersebut tak jadi-jadi. Inilah yang membuat Djan murka sehingga mengadukan KAI ke sana-sini dengan tuduhan maladministrasi.

Djan mengadu ke Satuan Tugas Paket Kebijakan Ekonomi Kelompok Kerja IV (Pokja IV). Pokja IV bertugas mengurus perselisihan usaha, yang biasanya melibatkan swasta dan badan usaha milik negara. Desember tahun lalu, Djan juga melaporkan KAI ke Ombudsman Republik Indonesia dengan tudingan sama: dugaan maladministrasi kerja sama usaha. “Saya juga sedang susun draf untuk melapor ke presiden,” tutur Djan.

Lembaga pengawas pelayanan publik itu kemudian meminta klarifikasi kepada KAI pada 28 Desember 2018.  Baru pada 16 Januari 2019, KAI melalui Direktur Manajemen Aset dan Teknologi Informasi Herfini Haryono memberikan klarifikasi tertulis, yang salinannya diperoleh Tempo.

Dalam klarifikasi itu, KAI mengakui Priamanaya telah mengajukan rencana investasi kereta khusus dan kerja sama interkoneksi pada 2016. Namun, menurut KAI, Priamanaya tidak mempunyai joint ore reserves committee (JORC)—audit cadangan tambang dari lembaga independen. JORC bagi KAI adalah salah satu alat ukur untuk menghitung layak-tidaknya sebuah bisnis pengangkutan batu bara. “Atas kondisi tersebut, Priamanaya tidak melanjutkan rencana kerja sama,” Herfini menjelaskan.

Kementerian Perhubungan kemudian mempertemukan keduanya. Menurut Herfini, dalam pertemuan itu, Dizamatra mengusulkan skema kereta api khusus diganti menjadi kerja sama angkutan batu bara menggunakan kereta umum. Kementerian, kata Herfini, mengarahkan Dizamatra bekerja sama dengan KAI.

Djan membantah pernyataan KAI. Menurut dia, perusahaan sudah mempunyai JORC sejak 2013. JORC itu dikeluarkan PT New Resource Mine Consulting (JORC 2012). Namun JORC itu atas nama Dizamatra dengan cadangan terbukti sebanyak 205 juta ton. “Kalau tidak punya batu bara, ngapain saya investasi bikin jalur kereta khusus?” ujarnya. Priamanaya adalah nama pemegang izin trase kereta api, tapi batu baranya berasal dari tambang Dizamatra.

Lantaran KAI tak mau meneken perjanjian interkoneksi itulah Djan mengalihkan fokus kerja sama ke angkutan batu bara dengan KAI. Pada Oktober 2017, keduanya meneken nota kesepahaman yang berisi dua draf perjanjian kerja sama, yakni untuk angkutan batu bara dan pembangunan prasarana pendukung angkutan batu bara.

Sejak 2017, terjadi puluhan kali pertemuan. Sejumlah kesepakatan pokok telah tercapai. Pertama, kontrak angkutan berlaku selama lima tahun. Kedua, operasi akan ditopang oleh prasarana tambahan berupa stasiun bongkar-muat batu bara di Stasiun Sukacinta, Lahat, dan Stasiun Serdang, Muara Enim. Dizamatra yang akan mengeluarkan biaya untuk pembangunan tersebut.

Selanjutnya, tarif pengangkutan sebesar Rp 670 per ton per kilometer mengacu pada harga dasar bahan bakar minyak subsidi Rp 5.650 per liter. Volume angkut pada tahun pertama mencapai 2 juta ton per tahun dan meningkat hingga 4 juta ton pada tahun ketiga. Dizamatra juga menyiapkan uang jaminan di bank sebanyak Rp 125 miliar untuk meyakinkan KAI berinvestasi di lokomotif dan gerbong kereta batu bara.

Jalur kereta api

Pada 16-17 Juli 2018, dalam sebuah rapat di Hotel Redtop, Jakarta, klausul-klausul pokok itu disepakati. Seperti tertulis dalam notulen rapat, KAI dan Dizamatra telah menyepakati pasal dalam perjanjian angkutan dan perjanjian sewa lahan untuk prasarana pendukung. KAI diwakili Deputi Direktur Pengembangan Suharjono. Adapun Djan diwakili anaknya, Ramaditya Djan. Namun kesepakatan itu terhenti hanya sebatas draf.

Menurut juru bicara KAI, Agus Komaruddin, sebelum menyetujui kerja sama, KAI harus mendapat izin pembangunan prasarana pendukung. Baru setelah itu KAI bisa meneken perjanjian penyelenggaraan prasarana dengan Dizamatra. “Saat ini masih diproses bersama-sama oleh KAI dan Dizamatra,” tutur Agus, Kamis pekan lalu.

Agus membantah anggapan bahwa KAI mengulur-ulur waktu kerja sama angkutan tersebut. Adapun Direktur Logistik dan Pengembangan KAI Bambang Martono menekankan bahwa persoalan KAI dengan Dizamatra adalah urusan bisnis murni. “Sepanjang itu menguntungkan, pasti kami angkut,” ucap Bambang, Rabu dua pekan lalu.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Zulfikri mengatakan proses kerja sama KAI dengan Dizamatra sudah sampai di ujung. Pemerintah telah menyetujui nilai investasi prasarana yang akan dikeluarkan Dizamatra beserta masa konsesi penggunaan prasarana. “Memang sudah diajukan KAI sejak November 2018. Tapi harus kami analisis dengan lengkap sehingga ada proses untuk evaluasi itu,” tutur Zulfikri.

Menurut Budi Karya, kementeriannya sangat mendukung kerja sama angkutan batu bara antara Dizamatra dan KAI. Namun dia mengaku hanya bisa membantu memuluskan perizinan. Apa pun keputusan KAI, dia menambahkan, adalah wewenang BUMN tersebut. “Saya tidak bisa mengatur KAI karena ini sudah business-to-business,” ujarnya.

KHAIRUL ANAM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus