Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Pro Kontra Rencana Prabowo Hapus Outsourcing, Pengusaha Vs Buruh

Kala pengusaha meminta rencana penghapusan outsourcing dikaji secara mendalam, sedangkan buruh khawatir janji Prabowo hanya sebatas "omon-omon".

7 Mei 2025 | 21.02 WIB

Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) melakukan aksi demo kawal Mahkamah Konstitusi yang akan membacakan putusan terkait uji materil terhadap Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis 31 Oktober 2024. Gugatan ini diajukan oleh Partai Buruh, KSPI, KSPSI AGN, KPBI, FSPMI, dan beberapa buruh outsourcing yang di-PHK. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) melakukan aksi demo kawal Mahkamah Konstitusi yang akan membacakan putusan terkait uji materil terhadap Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis 31 Oktober 2024. Gugatan ini diajukan oleh Partai Buruh, KSPI, KSPSI AGN, KPBI, FSPMI, dan beberapa buruh outsourcing yang di-PHK. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Presiden Prabowo Subianto yang ingin menghapus sistem tenaga alih daya (outsourcing) menuai respons dari berbagai kalangan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai penghapusan total sistem outsourcing bisa berdampak pada daya saing industri dalam negeri, terutama sektor padat karya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Penghapusan total sistem outsourcing, jika tidak dikaji secara cermat dapat berdampak pada daya saing industri nasional, terutama sektor-sektor padat karya, seperti manufaktur, logistik, dan jasa,” kata Shinta ketika dihubungi Tempo, Minggu, 4 Mei 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menilai, jika dibandingkan dengan negara tetangga, maka praktik outsourcing di Indonesia masih perlu perbaikan. Dia memberi contoh beberapa negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam, Thailand, Filipina, dan Malaysia yang justru sedang memperkuat sistem outsourcing dengan tata kelola yang baik. “Untuk itu, kita justru perlu memastikan arah kebijakan tetap sejalan dengan praktik internasional dan strategi peningkatan daya saing nasional,” ucap dia. 

Dia memahami bahwa keinginan Prabowo untuk menghapus outsourcing sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap hak-hak pekerja atau buruh. Namun, dia berpendapat bahwa duduk perkara wacana penghapusan sistem tenaga alih daya perlu diperjelas terlebih dahulu. “Apakah menyangkut jenis pekerjaan tertentu, bentuk hubungan kerja, atau keseluruhan praktik bisnis yang melibatkan alih daya?” ujar dia. 

Dia mengungkapkan bahwa outsourcing bukan sekadar hubungan kerja, tetapi bagian dari model bisnis yang telah diimplementasikan secara global. Menurut dia, banyak perusahaan internasional yang menjalankan usaha dengan tenaga kerja langsung, sedangkan fungsi-fungsi penunjangnya dialihkan melalui kerja sama antarpelaku usaha. 

Dalam konteks itu, lanjut dia, outsourcing adalah instrumen penting dalam mendukung fleksibilitas dan daya saing industri nasional. Dia pun berharap agar rencana penghapusan sistem outsourcing dikaji secara matang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Alih-alih ditiadakan, dia menyarankan agar tata kelolanya diperbaiki dan diperkuat. 

“Sebaiknya tidak diarahkan pada penghapusan menyeluruh, melainkan pada upaya perbaikan dan penguatan tata kelola agar lebih adil, akuntabel, dan sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Shinta. 

Apindo pun menyatakan siap mendukung pemerintah dalam melakukan kajian guna memastikan kebijakan yang ditetapkan benar-benar memperhatikan segala sisi. Baik dari sisi perlindungan hak pekerja, keberlanjutan bisnis, iklim investasi domestik, maupun daya saing Indonesia di tingkat global. 

Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Kimia, Industri Umum, Farmasi, dan Kesehatan (FSB KSKI) Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Binson Purba mengatakan akan mengawal janji-janji Prabowo di peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025. Menurut dia, Hari Buruh bukan hanya euforia, tetapi momentum refleksi perjuangan kaum pekerja. 

“Hari Buruh Internasional bukan untuk dirayakan secara berlebihan. Ini adalah waktu untuk mengenang perjuangan para pahlawan buruh yang bahkan namanya tidak dikenal, tetapi jasanya besar bagi bangsa,” ucap Binson dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 2 Mei 2025. 

Dia menyambut baik sejumlah janji yang disampaikan Presiden, antara lain pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional dan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK), pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga, ratifikasi konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) terkait perlindungan pelaut, penyusunan UU baru pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK), serta penghapusan sistem outsourcing

Kendati menyambut baik janji-janji itu, Binson mengingatkan betapa pentingnya pengawasan terhadap implementasinya. “Catatan kami, perayaan May Day 2025 dipenuhi banyak janji. Kami khawatir akan terjadi cedera janji yang berujung pada kekecewaan rakyat,” ujar Binson. 

Annisa Febiola dan Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus