Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Hanif Dhakiri Ungkap Penyebab Perempuan Memilih Tak Bekerja

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengakui partisipasi perempuan dalam dunia kerja di Indonesia masih rendah.

23 September 2019 | 17.28 WIB

Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri, dalam diskusi acara Ulang Tahun ke -15 Prakarsa yang bertemakan "15 Years of Welfare Initiative: Advancing Sustainable Missions" di Jakarta, Selasa, 17 September 2019.
Perbesar
Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri, dalam diskusi acara Ulang Tahun ke -15 Prakarsa yang bertemakan "15 Years of Welfare Initiative: Advancing Sustainable Missions" di Jakarta, Selasa, 17 September 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengakui partisipasi perempuan dalam dunia kerja di Indonesia masih rendah. Saat ini, tak sampai 50 persen tenaga kerja berasal dari kalangan perempuan.

"Partisipasi laki-laki di dunia kerja jauh lebih tinggi. Perempuan umumnya disuruh memilih untuk bekerja atau mengurus keluarga," ujar Hanif dalam diskusi Economic Outlook 2020 di Badan Fiskal, kompleks Kementerian Keuangan, Senin, 23 September 2019.

Hanif mengatakan fenomena ini terjadi karena ekosistem kerja di Indonesia, khususnya yang menyangkut jam kerja, masih kaku. Ia mengatakan perempuan kerap dihadapkan pada persoalan benturan waktu antara kerja dan urusannya sebagai ibu rumah tangga di rumah.

Mantan anggota Komisi X DPR RI itu menyatakan ekosistem tenaga kerja Indonesia yang kaku perlu ditransformasi supaya lebih fleksibel. Ia menyebut, dalam rencana pembangunan ke depan, Indonesia mesti mementingkan pengembangan ekosistem kerja.

"Tujuannya untuk memajukan penciptaan tenaga kerja yang lebih banyak dan lebih berkualitas. Kalau tenaga kerja sudah kuat, benar, on the track, ekosistem kerja akan kita buat fleksibel," ucapnya.

Hanif mengimbuhkan, sejatinya persolan kualitas tenaga kerja Indonesia bukan hanya terletak pada jam kerja yang kaku. Namun juga akumulasi waktu kerjanya yang kurang kompetitif. Hanif menyebut, di Indonesia, rata-rata jam kerja per pekan hanya 40 jam. Sedangkan jam kerja negara lainnya mencapai 48 jam per pekan.

"Di Indonesia, kita juga kekurangan sumber daya manusia yang siap masuk pasar kerja," ujarnya. Menurut catatannya, 58 persen penduduk Indonesia berpendidikan rendah sehingga sulit masuk pasar kerja.

Sementara itu, hanya 2 dari 10 orang yang dinyatakan mengenyam pendidikan. Dua orang itu rata-rata memperoleh akses pendidikan dengan baik dan siap berkompetisi di dunia pekerjaan.

Untuk menggenjot kualitas sumber daya masyarakat, pemerintah akan menebalkan fungsi vokasi. Dengan pelatihan khusus, masyarakat bisa menyesuaikan diri dengan pasar kerja global. Pasar kerja diperkirakan berkembang pada 2020.



Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus