Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia Aida S. Budiman menjelaskan soal kenaikan harga minyak global. Dia tak menampik soal adanya kenaikan itu, jika dihitung Year to Date (YtD) di mana Indonesia menggunakan Indonesian Crude Price (ICP) harganya masih di level US$ 77 per barel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Itu masih dalam hitungan based line-nya kami di BI,” ujar dia di kantornya, Jakarta Pusat, pada Kamis, 21 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kenaikan minyak, kata Aida, memiliki dampak terusan. Jika terus-menerus naik, maka berdampak pada inflasi. Secara urutan, menurut dia, kenaikan harga minyak berdampak ke tarif transportasi, lalu akan mempengaruhi harga-harga lain, dan ujungnya ke inflasi atau ekspektasi inflasi.
Saat ini, BI mengkhawatirkan soal persisten atau tidaknya inflasi yang akan bertambah, atau higher for longer akan terjadi. “Itu yang tentu akan diperhatikan dan kemudian dampaknya kepada produk domestik bruto (PDB) global tapi so far kita melihat ini semuanya masih dalam kontrol,” ucap Aida.
Sementara di Indonesia, dia berujar, yang harus diperhatikan jika ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)—ada dua subsidi dan nonsubsidi. Namun, yang akan melakukan penyesuaian itu adalah BBN nonsubsidi, tapi sejauh ini harga masih terkontrol hitungan terhadap inflasi tidak terlalu banyak.
Sehingga dengan perkembangan itu semua stabilisasi pasokan harga, dalam survei mingguan di pekan kedua menunjukkan kenaikan harganya baru 0,15 persen secara month to month (MtM). Adapun untuk inflasi hitungannya masih 3 persen dengan semua hal-hal baru yang disampaikan itu.
“Jadi target range kita inflasi 3 plus minus 1 hingga akhir tahun. Untuk 2024 juga ini masih dalam 2,5 plus minum 1 atau 2,8 persen. Dihitung dengan berbagai macam teori skenario juga masih dalam target tersebut,” ucap Aida.