Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan menetapkan harga referensi produk minyak kelapa sawit (crude palm oil atau CPO) sebesar US$ 770,88 per metrik ton. Harga tersebut berlaku untuk penetapan bea keluar (BK) periode 1 hingga 5 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Nilai ini naik 7,98 persen atau US$ 56,99 dibanding periode 16 sampai 31 Oktober 2022," kata Pelaksana tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Didi Sumedi, dikutip dari keterangan resmi pada Rabu, 2 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia mengungkapkan peningkatan harga referensi CPO berdampak terhadap naiknya bea keluar menjadi US$ 18 per metrik ton. Perubahan itu menyesuaikan ketentuan yang termaktub dalam kolom 3 lampiran huruf C pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.010/2022.
Adapun harga referensi CPO diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1460 Tahun 2022 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Selanjutnya, minyak goreng dalam kemasan bermerek dengan berat bersih kurang atau maksimal 25 kilogram tidak akan dikenakan bea keluar. Aturan itu tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1462 Tahun 2022 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, And Deodorized (RBD) Palm Olein.
Didi berujar saat ini harga referensi CPO meningkat di atas ambang batas sebesar US$ 680 per metrik ton. Karena itu, pemerintah menaikan bea keluar CPO hingga 15 November 2022. Ia menjelaskan peningkatan harga referensi CPO dipengaruhi sejumlah faktor, misalnya penurunan pasokan dari Indonesia dan Malaysia. Penurunan pasokan itu diakibatkan oleh meningkatnya curah hujan dan konflik Ukraina dan Rusia yang memanas.
Penyebab lainnya adalah rencana negara-negara OPEC+ untuk mengurangi produksi minyak mentah dunia sebesar 2 juta barel per hari mulai November 2022. Selain itu, terjadi penurunan harga minyak nabati lainnya, seperti kedelai dan minyak canola.
RIANI SANUSI PUTRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini