Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan industri penerbangan masih mencari solusi atas masalah harga tiket pesawat mahal. Salah satu solusi itu adalah insentif oleh pemerintah kepada maskapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Nah ini sedang kami upayakan, INACA dan Kadin, kita berupaya mencari solusi bersama pemerintah supaya ada insentif-insentif mungkin yang bisa dilakukan,” ujar dia melalui sambungan telepon Selasa malam, 23 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Denon menjelaskan kenaikan harga tiket pesawat didorong oleh harga avtur yang melonjak hingga lebih dari 100 persen. Kenaikan bahan bakar pesawat itu utamanya terasa di bandara yang berlokasi jauh dari kota besar.
Adapun pengusaha maskapai penerbangan berharap insentif yang diberikan oleh pemerintah ialah yang bertujuan meringankan biaya operasional pesawat. Denon mencontohkan beberapa stimulus yang sebelumnya sudah digelontorkan, seperti pembebasan tarif passenger service charge (PSC) di beberapa unit penyelenggara bandar udara (UPBU).
Insentif ini didukung oleh operator bandara, termasuk di bandara komersil seperti Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II. Tujuan pemberian stimulus ini ialah agar neraca kas maskapai bisa segera pulih pasca-pandemi Covid-19 yang berlangsung selama lebih dari dua tahun.
“Jadi kalau dari sisi kita berharap ada insentif-insentif yang bisa kita upayakan bersama dengan pemerintah, tapi ya kita nanti melihat apakah ini bisa direspons pemerintah atau tidak,” tutur dia.
Sebelumnya, Kemenhub menyatakan melakukan berbagai cara menstabilkan harga tiket pesawat agar tidak menimbulkan inflasi tinggi. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meningkatkan koordinasi dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan, seperti Kemenkeu, Kementerian BUMN, pemerintah daerah, operator penerbangan, dan pihak lainnya.
Ia mengungkapkan ada tiga upaya utama yang dilakukan. Pertama, Kemenhub meminta maskapai penerbangan melakukan upaya efisiensi dan inovasi untuk mengelola harga tiket pesawat lebih terjangkau. “Melakukan efisiensi, memberikan diskon dan tarif yang lebih murah di waktu-waktu tertentu, dan inovasi-inovasi lainnya,” kata Budi dalam keterangan tertulis pada Ahad, 21 Agustus 2022.
Upaya kedua, Kemenhub bersama pemerintah daerah, maskapai, dan penumpang untuk memaksimalkan keterisian penumpang di waktu-waktu tertentu. Di hari kerja, misalnya Rabu pada siang hari, biasanya okupansi rata-rata hanya 50 persen. Maskapai harus mempromosikan diskon atau menurunkan harga karena demand yang rendah.
Menurut Budi Karya, masyarakat bisa memanfaatkan waktu-waktu tersebut untuk mendapatkan tiket yang lebih murah. "Sehingga tingkat keterisian penumpang akan semakin meningkat dan harga tiketnya stabil, dan secara kumulatif pendapatan maskapai meningkat, serta akan memberi ruang agar tidak mengenakan tarif batas atas pada waktu puncak,” ujarnya.
Selanjutnya, Budi Karya berharap pemerintah daerah bisa membantu memberikan subsidi kepada maskapai dengan cara block seat. Pemerintah daerah didorong ikut mengupayakan agar tingkat keterisian penerbangan bisa lebih dari 60 persen. Contohnya yang dilakukan di Toraja, Sulawesi Selatan. Pemerintah setempat memberikan dukungan kepada maskapai sehingga tingkat keterisian bisa di atas 70 persen.
Upaya selanjutnya adalah menghilangkan atau menurunkan pajak pertambahan nilai (PPN) avtur menjadi 5 persen. Sebab, avtur mempengaruhi biaya operasional penerbangan sekitar 40 persen lebih. Terlebih untuk pesawat kecil seperti propeller yang melayani daerah-daerah pelosok.
"Kami akan mengusulkan kepada Kementerian Keuangan terkait hal ini. Kalau semua upaya ini bisa dilakukan, diharapkan dapat menstabilkan harga tiket antara 15-20 persen,” kata Budi Karya.
HENDARTYO HANGGI | KHORY ALFARIZI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.