Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Indeks Saham Tiarap, Bagaimana Nasib IPO Emiten?  

Analis mengatakan ada dua respon terhadap perusahaan yang ingin melakukan penawaran saham perdana, jual murah atau menunda.

24 Agustus 2015 | 12.22 WIB

Karyawan melintas di depan layar elektronik Indeks Harga Saham Gabungan, Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 16 Januari 2015. IHSG ditutup anjlok 40 poin ke level 5.148,379, yang disebabkan sentimen rendahnya harga minyak dunia. ANTARA/Puspa Perwitasari
Perbesar
Karyawan melintas di depan layar elektronik Indeks Harga Saham Gabungan, Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 16 Januari 2015. IHSG ditutup anjlok 40 poin ke level 5.148,379, yang disebabkan sentimen rendahnya harga minyak dunia. ANTARA/Puspa Perwitasari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Analis saham dari LBP Enterprise Lucky Bayu Purnomo mengatakan sentimen negatif punya andil cukup besar memicu larinya arus modal di pasar modal. Namun Lucky melihat sentimen itu bukan satu-satunya yang membuat pasar modal terpuruk belakangan ini.

Di tengah situasi seperti ini, Lucky mengatakan, ada dua respon terhadap perusahaan yang ingin melakukan penawaran saham perdana (initial public offering). Pertama, mereka yang memilih menunda menggelar IPO dan perusahaan yang berani melakukan IPO. "Buat mereka yang IPO ada momentum harga saham murah," ucapnya kepada Tempo, Ahad 23 Agustus 2015.

Sedangkan bagi yang menunda, besar kemungkinan calon emiten memilih melakukannya pada tahun depan. "Pasar masih melihat dan menunggu keputusan dari The Fed," kata Lucky.

Bila para investor menunda menanamkan modalnya, lanjut Lucky, besar kemungkinan likuiditas menjadi kering. "Dampaknya bisa ke rupiah yang makin tertekan," ucapnya. Ia memprediksi keluarnya arus modal bakal terjadi hingga akhir tahun nanti.

Sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia, menurut Lucky, belum bisa menolong indeks harga saham gabungan. Kegaduhan politik yang sempat terjadi di level kementerian ekonomi, menurut Lucky, malah membuat investor menjaga jarak.

Sementara rencana Otoritas Jasa Keuangan yang ingin mengeluarkan kebijakan pembelian kembali saham (buy back) dipandang pesimistis oleh Lucky. "Kondisi pasarnya sedang tidak baik. Jadi belum tepat," kata dia.

Dalam siaran persnya Bursa Efek Indonesia mencatat aktivitas perdagangan saham di periode 18 hingga 21 Agustus 2015 secara rata-rata mengalami peningkatan bila dibandingkan sepekan sebelumnya. Rata-rata nilai transaksi harian meningkat sebesar 1,41 persen dari Rp 4,66 triliun menjadi Rp 4,73 triliun.

Sementara rata-rata volume dan frekuensi transaksi masing-masing turun sebesar 5,03 persen dan 5,94 persen. Pada periode 18 sampai 21 Agustus 2015 investor asing mencatat jual bersih dengan nilai Rp 4,30 triliun.

ADITYA BUDIMAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agus Supriyanto

Agus Supriyanto

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus