Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Indonesia Di Mata Bank Dunia

Laporan bank dunia mengenai perkembangan ekonomi indonesia 1980/1981, sektor per sektor disusun lebih mendatail. masalah subsidi bbm disorot paling tajam dan dianjurkan subsidi bbm dikurangi. (eb)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NEGARA-Negara kreditor yang tergabung dalam IGGI akan bersidang di Amsterdam pertengahan Mei ini untuk menentukari jumlah bantuan kepada Indonesia dalam tahun fiskal sekarang Sebelurn mengambil keputusan, seperti biasa, mereka akan membahas perkembangan ekonomi Indonesia yang dipersiapkan oleh Bank Dunia. Laporan Bank Dunia kali ini yang setebal 157 halaman disusul lebih mendetail, sektor per sektor -- dan terasa lebih keras serta terus terang. Yang disorot paling tajam seperti pada laporan tahun lalu adalah masalah subsidi minyak. "Pemerintah Indonesia mengambil jalan yang salah dalam subsidi ini," demikian tulis laporan tersebut terang-terangan. "Argumentasi pemerintah Indonesia bahwa subsidi ini membantu memerangi kemiskinan dan inflasi terasa kurang meyakinkan." Laporan itu menganjurkan agar subsidi BBM ini dikurangi pelan-pelan, sampai hapus sama sekali pada bagian kedua dasawarsa 80-an. Bank Dunia memperhitungkan dari penghapusan subsidi ini, pemerintah akan berhemat sebanyak US$ 7 milyar cadangan devisa dan Rp 9 triliun (US$ 14,4 milyar) APBN pada akhir dekade ini. "Ini akan cukup menduakalilipatkan program investasi pemerintah sendiri," kata laporan itu. Naik Kelas Bank Dunia mengakui tindakan pengurangan subsidi BBM itu akan membebani 40% penduduk termiskin, karena itu perlu dipikirkan penggunaan penghematan yang berasal dari dihapuskannya subsidi untuk membantu meningkatkan pendapatan yang miskin," katanya. Bank Dunia menganjurkan agar hasil dari penghapusan subsidi BBM ini digunakan untuk program elektrifikasi desa-desa di Jawa, dan memberi subsidi kepada golongan penduduk yang lebih miskin pada konsumsi bahan energi yang lebih efisien, seperti gas alam cair yang dibotolkan. Subsidi BBM tahun anggaran 1980/ 1981 yang berakhir 31 Maret lalu berjumlah sekitar Rp 830 milyar, atau di atas 3,5% dari produksi rata-rata bruto (GDP) Indonesia. Menurut perhitungan Bank Dunia, subsidi ini sama dengan Rp 3.125 tiap orang pada 40% golongan berpendapatan rendah dan Rp 8.125 per orang pada 60% golongan berpendapatan tinggi, tiap tahun. Di samping subsidi untuk BBM, Bank Dunia juga menganjurkan agar subsidi pangan dan pupuk secara berangsur-angsur dikurangi, untuk kemudian dihapuskan sama sekali. Karena berbagai pertimbangan pemerintah tetap mempertahankan kedua subsidi itu. Malah jumlahnya ditingkatkan: subsidi pangan -- untuk beras, gandum dan gula -- dalam tahun anggaran 1981/1982 naik dengan 82,5% dari Rp 169,7 milyar menjadi Rp 309,7 milyar. Sedang subsidi pupuk naik 47% lebih, dari Rp 212,5 milyar menjadi Rp 313,9 milyar. Pendidikan dan kesehatan dikatakan telah mencapai banyak kemajuan dalam 10 tahun terakhir. Indonesia dikatakan telah membuat "langkah besar" dalam memperluas pendidikan dasar, tetapi kemajuan dalam pendidikan menengah dan tinggi "jauh lebih lambat". Menurut Bank Dunia, persentase pelajar yang berada di tingkat menengah dan tinggi lebih rendah dari angka rata-rata negara berpenghasilan rendah lainnya. "Peningkatan sumber daya manusia akan merupakan tantangan utama Indonesia pada tahun 80-an," kata laporan Bank Dunia itu, dan menganjurkan agar anggaran belanja untuk sektor pendidikan diberi prioritas yang tinggi. Dalam sektor perdagangan Bank Dunia menganjurkan agar pajak ekspor dan tarif bea masuk impor diturunkan. Ini perlu katanya supaya, "sektor ekspor bisa lebih kompetitif di luar negeri, dan agar tekanan inflasi di dalam negeri berkurang." Apakah pemerintah Indonesia akan menurunkan bea masuk beberapa barang impor akan tergantung penilaian pemerinuh sejauh mana industri dalam negeri yang baru tumbuh itu sudah tak lagi merupakan industri "bayi" yang masih perlu diberi proteksi. Tapi yang juga menarik adalah catatan Bank Dunia tentang jumlah penduduk Indonesia yang menurut sensus 1980 ternyata 147 juta manusia. Kenyataan ini memaksa mereka melakukan berbagai penyesuaian. Tadinya, berdasarkan perkiraan tahun 1976, laju pertumbuhan angkatan kerja oleh Bank Dunia diperkirakan mencapai 2,3% setahun. Kini dengan penduduk 147 juta, pertumbuhan itu menjadi 3,2% setahun. Kalau tadinya jumlah angkatan kerja yang menyerbu ke pasaran mencapai 1,5 juta setahun, maka laporan Bank Dunia itu memperhitungkan antara 1981-1984 angkatan kerja itu membesar menjadi dua juta setahun. Sekalipun laporan Bank Dunia itu banyak mengundang kritikan terhadap ekonomi Indonesia, laporan itu masih tetap merekomendasikan agar tingkat bantuan IGGI untuk Indonesia tetap dipertahankan. Tapi Bank Dunia juga menganjurkan agar komponen bantuan teknis diperbesar, "dan bukan sekedar aliran uang saja." Untuk tahun ini Indonesia mengajukan permintaan kredit antara US$ 2,2 sampai US$ 2,5 milyar. Beberapa pengamat beranggapan anjuran Bank Dunia itu akan dituruti oleh sidang IGGI. Tapi ada juga yang melihat Indonesia sekarang sudah dianggap "naik kelas", yakni dari kelas negara-negara miskin naik ke kelas negara-negara berpendapatan menengah, yang tak begitu mutlak memerlukan bantuan luar negeri lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus