Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah minimarket yang masuk jaringan waralaba 212 Mart di Kota Bandarlampung memboikot produk-produk yang berasal dari Prancis hingga pekan depan. Boikot produk Prancis ini merupakan buntut dari pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dinilai telah menyakiti hati umat muslim dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pemboikotan barang-barang sudah kami mulai dari Rabu (4 November ) dan akan berlangsung hingga satu pekan ke depan," kata Ketua Komunitas 212 Mart Al-Hikmah Yuzef Andiawan, di Bandarlampung, Jumat, 6 November 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yuzef telah meminta kepada komunitas 212 Mart untuk menyosialisasikan kepada warga barang-barang mana saja yang tidak dapat dibeli oleh mereka dan akan segera dihanguskan. "Produk-produk seperti susu SGM, susu Bebelove, kosmetik merek Garnier, dan air mineral kemasan botol yakni Vit, dan mizone," ucapnya.
Boikot ini, kata Yuzef, merupakan bentuk dari kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW.
"Mungkin kami akan rugi, tapi saya yakin bahwa rezeki datangnya dari Tuhan, tinggal kita bersungguh-sungguh saja dalam bekerja dan beramal pasti ada gantinya," kata dia.
Yuzef menyebutkan saat ini ada tiga terai 212 Mart di Bandarlampung dan semuanya telah diminta untuk memboikot seluruh barang dari Prancis. "Barang yang sudah kita boikot ini nanti akan kita musnahkan November pertengahan. Kita sosialisasikan dulu agar masyarakat tau dan mencari barang lainnya," kata dia.
Selain 212 Mart, boikot produk-produk Prancis di Bandarlampung dilakukan oleh Swalayan Fitrinove.
Jaringan waralaba minimarket 212 Mart di Kota Pekanbaru, Riau juga telah memboikot produk Prancis. “Sebenarnya dengan boikot ini kita merugi karena barang tidak terjual. Namun hal ini dilakukan sebagai bentuk protes dan di barisan itu kita berdiri sekarang,” kata Manajer 212 Mart, Elva Susianti, Kamis, 5 November 2020.
Saat ini ada tiga gerai waralaba 212 Mart di Kota Pekanbaru dan mulai berhenti menjual maupun memesan produk perusahaan Prancis sejak awal pekan ini. Seperti di swalayan 212 Mart di daerah Rumbai, pengelolanya memisahkan semua produk yang diboikot ke rak khusus. Berbagai produk tersebut mulai dari susu formula, makanan, air mineral, hingga kosmetik dan produk kecantikan wajah.
Semua produk itu disatukan di sebuah rak, kemudian ditutup dengan plastik dan diberi tanda bertuliskan “Boikot Produk Prancis”.
Elva menjelaskan, sebenarnya produk Prancis yang diboikot selama ini menjadi pilihan konsumen karena harganya terjangkau. “Kita juga sudah berhenti memesan produk air mineral terkenal yang sahamnya dari perusahaan Prancis. Pihak sales produk mengerti dengan keputusan ini,” ujarnya.
Menurut Elva, pelanggan 212 Mart yang mayoritas muslim mendukung keputusan boikot dan beralih ke produk lainnya. Boikot ini juga telah membuat konsumen beralih ke produk buatan lokal Riau.
“Yang biasanya konsumen beli produk air mineral perusahaan Prancis sekarang berhenti beli. Mereka tidak protes, mungkin mereka sadar keputusan boikot ini benar adanya. Malah mereka beralih ke air mineral Ashiil buatan Riau,” ujar Elva.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey sebelumnya menilai sweeping ataupun boikot produk Prancis malah merugikan masyarakat dan semestinya tak perlu dilakukan.
“Enggak ada hubungannya (antara sentimen terhadap Prancis) dengan sisi perdagangan,” katanya saat dihubungi pada Kamis, 5 November 2020.
Menurut Roy, keputusan untuk membeli produk-produk yang dijual di gerai-gerai minimarket berada di tangan masing-masing konsumen. Karena itu, ia memandang ormas semestinya tidak mengintervensi sikap konsumen.
Di sisi lain, Roy meminta pihak berwenang bersikap tegas agar tidak terjadi aksi yang merugikan masyarakat dan pelaku usaha. Ia khawatir pihak-pihak tertentu bakal memprovokasi dan melakukan aksi anarkis.
Sebaliknya, menurut Roy, sweeping ini justru bakal semakin membebani perekonomian. Sebab, idealnya kestabilan konsumsi rumah tangga harus tetap terjaga untuk mendorong peningkatan produk domestik bruto di tengah lesunya ekonomi karena pandemi.
ANTARA | FRANCISCA CHRISTY