Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi akhirnya bersuara soal peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang berdampak pada kacaunya sistem informasi ratusan kementerian dan lembaga, hingga desakan masyarakat agar Menkominfo Budi Arie Setiadi mengundurkan diri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Semuanya sudah dievaluasi," kata Jokowi usai meresmikan ekosistem baterai dan kendaraan listrik Korea Selatan di Karawang, Jawa Barat, Rabu, 3Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Desakan agar Budi Arie Setiadi mundur dari jabatan Menkominfo, salah satunya disuarakan Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) dengan menggalang petisi via laman change.org yang dibuka pada 26 Juni 2024.
Hingga hari ini, petisi bertajuk "PDNS Kena Ransomware, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi Harus Mundur!" telah ditandatangani sebanyak 22.177 warga net.
PDNS 2 di Surabaya mengalami serangan siber dalam bentuk ransomware bernama Brain Cipher, varian terbaru dari Lockbit 3.0. Puncaknya, PDNS mulai tidak bisa diakses sejak Kamis, 20 Juni 2024, yang berakibat layanan publik tidak bisa diakses, termasuk imigrasi.
Safenet menyebut, terdapat sedikitnya 282 instansi pemerintah pengguna PDNS yang terdampak serangan siber tersebut.
Pemerintah menargetkan pemulihan atas serangan siber PDNS 2 di Surabaya rampung pada bulan ini.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya cadangan data nasional guna mengantisipasi insiden serupa terulang di kemudian hari.
"Di back up semua data nasional kita, sehingga kalau ada jadian, kita tidak terkaget-kaget," katanya.
Evaluasi Presiden
Presiden mengaku telah mengevaluasi insiden peretasan dalam bentuk ransomware yang berakibat lumpuhnya server sejumlah lembaga dan kementerian.
"Ya, sudah kita evaluasi semuanya. Yang paling penting, semuanya harus dicarikan solusinya agar tidak terjadi lagi," katanya.
Kepala Negara menambahkan, peretasan data nasional tidak hanya melanda Indonesia, tapi juga sejumlah negara di dunia.
"Ini juga terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja," katanya.
Dilansir dari laporan perusahaan keamanan siber, Surfshark, insiden serupa juga dialami sejumlah negara maju dalam beberapa tahun terakhir, seperti Amerika Serikat (2004), Rusia (2019), Cina (2019), Perancis (2021), Brasil (2020), Inggris (2017), Jerman (2019), Italia (2018), Kanada (2022).
Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan telah mewajibkan seluruh kementerian, lembaga, dan instansi mencadangkan data, salah satunya via cold site yang ditingkatkan menjadi hot site di Batam.
Hot site adalah sistem yang mengatur penggunaan data cadangan lokasi fisik alternatif.
Selain itu, pemerintah juga mengupayakan perlindungan data berlapis menggunakan cloud yang dipantau langsung oleh Badan Siber Sandi Negara (BSSN).
Pilihan Editor Rumah Pensiun Jokowi Bertetangga dengan Restoran Milik Pembalap Rio Haryanto