Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Jelaskan Beda SWF di Berbagai Negara, Sri Mulyani: Indonesia Mirip India

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Lembaga Pengelola Investasi di Indonesia memiliki kemiripan dengan Sovereign Wealth Fund di India.

25 Januari 2021 | 14.19 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani didampingi Wamenkeu Suahasil Nazara mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020. Dalam raker tersebut, Sri Mulyani dan Komisi Xi membahas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan pada APBN 2019. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani didampingi Wamenkeu Suahasil Nazara mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020. Dalam raker tersebut, Sri Mulyani dan Komisi Xi membahas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan pada APBN 2019. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Lembaga Pengelola Investasi yang akan dibentuk di Indonesia akan memiliki kemiripan dengan lembaga Sovereign Wealth Fund di India, yaitu National Investment and Infrastructure Fund atau NIIF.

"Barangkali ada miripnya dengan yang sedang kita bangun di SWF kita," ujar dia dalam rapat bersama Komite Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 25 Januari 2021.

NIIF, kata dia, memiliki aset sekitar US$ 3 miliar yang bersumber dari internal dan penanaman modal asing. Tujuan sovereign wealth fund di India adalah untuk mendapatkan keuntungan dan menarik modal asing lebih banyak, serta menggandeng mitra investasi dan pengembangan sektor infrastruktur jangka panjang.

Entitas NIIF berbentuk trust yang diinvestasikan langsung oleh pemerintah dan diawasi komite yang diketuai Menteri Keuangan.

Sri Mulyani mengatakan Lembaga Pengelola Investasi diperlukan untuk menciptakan berbagai instrumen inovatif dan institusi yang bisa meningkatkan kemampuan pembiayaan pembangunan. Pasalnya, Indonesia membutuhkan dana untuk terus meningkatkan kemampuan dalam menunjang kesejahteraan masyarakat.

"Kalau dikaitkan dengan visi Indonesia menjadi kekuatan dunia nomor lima, maka total investasi untuk infrastruktur berdasarkan estimasi RPJMN bisa mencapai Rp 6.445 triliun, itu dibutuhkan melalui APBN, BUMN, maupun berbagai instrumen kerja sama lain," ujar dia.

SWF Indonesia akan mulai beroperasi pada awal tahun ini. SWF digadang-gadang menjadi salah satu kerangka untuk pemulihan ekonomi Indonesia pasca-pandemi Civid-19.

Sebagai modal awal, pemerintah menyiapkan dana tunai senilai Rp 15 triliun dan aset BUMN sebesar Rp 50 triliun. Pada satu hingga dua bulan mendatang, pemerintah juga menargetkan komitmen dukungan investor senilai US$ 20 miliar.

Menurut Sri Mulyani, karakteristik pembiayaan, khususnya infrastruktur adalah padat modal. Di samping itu, cost of fund-nya sangat tinggi dan tenornya panjang. Di sisi lain, investasi asing langsung ke Indonesia tidak naik signifikan saat kebutuhan meningkat.

"Kalau ingin terus meningkatkan dengan hanya bersandar kepada instrumen utang, kita akan mengalami kondisi leverage yang semakin tinggi," ujar dia. "Kapasitas pembiayaan APBN maupun BUMN saat ini terlihat dalam neraca, terutama BUMN, adalah sudah cukup tinggi exposure dari leveragenya."

Karena itu, Sri Mulyani mengatakan perlunya berbagai upaya untuk meningkatkan pendanaan domestik dalam rangka meneruskan pembangunan.

Di samping itu, dia mengatakan beberapa investor asing sudah ada yang tertarik menanamkan modalnya di Tanah Air. Namun, mereka membutuhkan mitra strategis yang kuat dan terpercaya secara hukum dan kelembagaan.

Sri Mulyani mengatakan bentuk dan tujuan Sovereign Wealth Fund di berbagai negara berbeda-beda. Misalnya saja di Norwegia yang berbentuk Norwegian Oil Fund. Lembaga ini mengelola aset hingga US$ 1 triliun dengan uang berasal dari hasil minyak bumi.

"Tujuannya untuk mengelola dana itu untuk mendapatkan financial return dan fokusnya investasi di public listed company sifatnya jangka panjang," ujar dia. Lembaga itu merupakan badan khusus di bawah Bank Sentral Norwegia dan dipayungi oleh Undang-undang Khusus.

Dia juga memaparkan model SWF di Singapura, yaitu Government of Singapore Investment Corporation (GIC). GIC, kata dia, memiliki fokus untuk memperoleh keuntungan finansial.

Menurut Sri Mulyani, sejumlah portofolio GIC mencakup saham perusahaan dunia, obligasi negara, sampai properti atau real estate. Investasi GIC juga melingkupi perusahaan yang sudah melantai di bursa dalam skema jangka panjang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus