Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan atau Kemenkeu buka suara soal penerbitan Samurai Bond, surat utang berdenominasi mata uang yen, di tengah resesi yang terjadi di Jepang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Apakah kita akan tetap menerbitkan Samurai Bond? Tentu kami akan melihat perkembangan kebutuhan dan perekonomian, serta kondisi pasar keuangan di Jepang," kata Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, dalam konferensi pers APBN Kita pada Kamis, 22 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain itu, pihaknya juga akan mempertimbangkan kebutuhan utang sekaligus kinerja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Menurut Suminto, berbagai pertimbangan tersebut adalah refleksi dari prinsip pembiayaan utang, yaitu fleksibel, terukur, dan oportunistik.
"Sehingga dalam konteks size (besaran), timing (waktu) penerbitan, instrumen, demikian juga currency mix (bauran mata uang)-nya, kami akan betul-betul menyesuaikan perkembangan," beber Suminto.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan pertumbuhan ekonomi Jepang mengalami kontraksi atau negatif dalam dua kuartal berturut-turut. Hal ini lah yang secara teknikal disebut sebagai resesi.
"Jadi, perekonomian Jepang itu terkontraksi minus 0,8 persen di Q3 (kuartal III 2023) dan minus 0,1 persen di Q4 (kuartal IV 2023)," ujar Suahasil.
Kendati demikian, dia berharap ekonomi Jepang bisa kembali ke teritori positif pada 2024. Ini sesuai dengan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) yang memprediksi ekonomi Jepang tumbuh 0,9 persen pada tahun ini.
"Tentu kami pantau terus situasi seperti apa, karena Jepang salah satu tempat kita mengekspor cukup banyak dan salah satu sumber dari modal FDI (penanaman modal asing) Indonesia," tutur Suahasil.
Pilihan Editor: Pemerintah Tarik Utang Baru Rp 107,6 Triliun di Awal Tahu