Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Said Didu, mengungkapkan sebab perusahaan asuransi negara PT Asuransi Jiwasraya (Persero) berpotensi membuat negara buntung hingga Rp 13,7 triliun. Ia menengarai ada perampokan di tubuh perseroan.
"Perusahaan yang sangat sehat pada 2016-2017, lalu defisit puluhan triliun di tahun berikutnya, berarti ada penyedotan dana. Ada perampokan yang terjadi," ujarnya saat ditemui seusai menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk 'Pertamina Sumber Kekacauan' di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2019.
Jiwasraya saat ini tercatat mengalami defisit setelah menempatkan saham gorengan. Perusahaan asuransi pelat merah itu menempatkan saham sebanyak 22,4 persen atau senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ 45) dan 95 persen dana sisanya ditempatkan di saham berkinerja jeblok.
Jiwasraya juga menempatkan reksadana 59,1 persen dengan nilai mencapai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. Dari total angka itu, hanya 2 persen yang dikelola oleh manajer investasi Indonesia dengan kinerja baik. Sedangkan 98 persen sisanya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.
Menurut Said, kerugian yang ditanggung Jiwasraya lebih dari sekadar risiko bisnis. Sebab, menurut dia, perusahaan pernah melalui krisis ekonomi dan berhasil mentas. Ia mencontohkan krisis moneter 1998.
Akibat krisis tersebut, perseroan sempat mengalami defisit. Pada 2005, defisit Jiwasraya bahkan sampai Rp 6 triliun. Namun perusahaan dapat mengatasi tunggakan pada 2009.
"Mulai 2009, Jiwasraya sehat. Puncak sehatnya 2016 dengan untung sekian triliun," ucapnya.
Menurut Said, saat ini Kementerian BUMN mesti melakukan pelbagai cara untuk kembali menyehatkan Jiwasraya. Misalnya menggandeng kementerian dan lembaga lain. Ihwal produk asuransi yang tidak pruden, contohnya, Said mengatakan Otoritas Jasa Keuangan mesti turut bertanggung jawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Said juga menyarankan pemerintah segera mengambil langkah menyelamatkan Jiwasraya dengan mengisolasi produk dan beban perusahaan di unit tertentu. "Lalu mengejar orang yang mengambil uang di Jiwasraya dan minta dipidana dan dikembalikan (uangnya)," ujarnya.
Selain menyebabkan negara buntung lantaran saham gorengan, perusahaan asuransi pelat merah tersebut saat ini ditengarai menanggung gagal membayar polis sebesar Rp 12,4 triliun. Posisi gagal bayar itu tercatat per Desember 2019.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan ada indikasi tindak kriminal pada kasus gagal bayar Jiwasraya. Karena itu, ia akan meminta aparat hukum melakukan penanganan terhadap kasus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sejumlah nasabah PT Asuransi Jiwasraya sudah mendatangi kantor Kementerian BUMN belakangan ini untuk merembuk kasus gagal bayar. Salah satu nasabah asuransi Jiwasraya, Haresh Nandwani, menanyakan penyelesaian pembayaran polis. "Kami mau menanyakan mengenai Jiwasraya, bagaimana kelanjutan dan penyelesaiannya," ujar Haresh.
Haresh mengatakan, para nasabah ingin adanya kepastian terhadap pembayaran polis. Ia menuturkan Jiwasraya pernah menjanjikan akan membayarkan tanggung jawabnya pada kuartal pertama yang kemudian ditunda hingga kuartal kedua 2018. Namun hingga saat ini tak kunjung terealisasi. "Ini kan milik pemerintah, BUMN, kita dulu investasi karena kita percaya BUMN. Kalau negara tidak bisa bayar, kita percaya siapa lagi," katanya.
Kasus gagal bayar Jiwasraya telah diserahkan ke Kejaksaan Agung RI. Kejaksaan Agung memastikan sudah ada tersangka dalam kasus gagal bayar polis JS Saving Plan milik perseroan.
FRISKI RIANA | DEWI NURITA | BISNIS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini