Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kekesalan Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal investor asing yang batal datang menanamkan modalnya di Indonesia ditanggapi oleh peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Andry mengatakan setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan perusahaan asing masih enggan berinvestasi di Indonesia. Pertama, karena investor masih melihat mahalnya biaya untuk menanamkan modal di Tanah Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Biaya investasi yang mahal tersebut bisa dilihat dari biaya input produksi yang masih mahal. Biaya input tersebut, bisa dilihat dari harga energi yang masih mahal, harga dan aksesibilitas untuk mendapatkan bahan baku juga dinilai masih terbatas.
"Belum lagi biaya tenaga kerja juga tidak lebih murah dari negara ASEAN lainnya meskipun jumlahnya besar. Selain gaji juga variabel lainnya yang masih belum bisa fleksibel, seperti pesangon," kata Andry ketika dihubungi Tempo, Senin 9 September 2019.
Andry melanjutkan, investasi asal Cina yang enggan datang ke Indonesia karena investor memiliki penilaian soal produk yang bisa tembus ke pasar Amerika Serikat. Dalam hal ini, investasi langsung atau foreign direct investment asal Cina memiliki karakteristik untuk membentuk diversion trade supaya produk tetap kompetitif.
"Syaratnya, tentu negara tujuan investasinya adalah masih menawarkan harga input yang rendah dan tersedianya sumberdaya," kata Andry.
Andry menuturkan, salah satu keberhasilan investasi dari Cina yang ada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industri di Morowali, Sulawesi Tengah. Alasannya sederhana, karena Indonesia memiliki sumberdaya yang tidak dimiliki negara ASEAN lain yakni nikel. Adapun Lithium menjadi bahan baku untuk membuat baterai lithium untuk kendaraan listrik Cina.
Faktor kedua yang membuat investor asing masih enggan masuk ke Indonesia karena ruwetnya regulasi dan juga regulasi yang seringkali berubah. Padahal, baik investasi langsung maupun portofolio sama-sama membutuhkan kepastian regulasi dan pemerintah yang pro investasi.
Selain itu, investasi juga masih terhambat karena belum sinerginya pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Akibatnya, banyak aturan atau regulasi yang inkonsisten atau berubah-ubah sehingga tidak memudahkan dalam berinvestasi, terutama di daerah yang disediakan untuk investasi seperti KEK dan KPPB
Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat mengungkapkan kekesalan kepada para menterinya. Ia mengeluhkan rumitnya mengurus perizinan sehingga membuat investor memilih berinvestasi ke negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia dan Kamboja.
Ia kemudian meminta para menterinya mulai menyederhanakan peraturan yang memperlambat perizinan. Sebab, ia menerima catatan dari Bank Dunia bahwa 33 perusahaan yang keluar dari Cina, ternyata di antaranya tak ada yang ke Indonesia. "Enggak ada yang ke Indonesia," kata Jokowi dalam rapat terbatas, Rabu, 4 September 2019 di Kantor Presiden, Jakarta.