Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang dua bulan tutup tahun, publik dikejutkan dengan beredarnya surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. Surat tertanggal 7 Oktober yang ditujukan untuk bos Freeport McMoran, James R. Moffet, itu dituduh banyak pihak mengisyaratkan percepatan perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia yang seharusnya berakhir pada 2021. Dalam surat bernomor 7522/13/MEM/2015 itu Sudirman dituding memberi angin terhadap perpanjangan kontrak karya dengan PT FI sebelum 2019.
Surat Menteri Sudirman direspons perusahaan tambang asal Amerika itu dengan membuat siaran pers yang dimuat dalam situs bursa Nasdaq pada 8 Oktober. Rilis yang menyebutkan persetujuan perpanjangan kontrak anak usaha PT FI itu beredar luas di media sosial. Sehari kemudian, Kementerian ESDM juga mengeluarkan rilis Nomor 61/SJI/2015 dengan judul “PT Freeport Indonesia dan pemerintah Indonesia menyepakati kelanjutan operasi kompleks pertambangan Grasberg pasca 2011”.
Surat Sudirman dikritik pedas oleh Rizal Ramli, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya. Menurut Rizal Ramli, seharusnya Kementerian ESDM tidak perlu tergesa-gesa mengambil keputusan memperpanjang kontrak tambang PT FI.
Simak: Kaleidoskop 2015
“Saya betul-betul kecewa, karena lobi berbagai kepentingan, dia mendorong agar dipercepat negosiasi kontrak Freeport dan lain-lain,” ucapnya. Rizal juga mengingatkan agar kejadian perpanjangan kontrak tahun 1991 tidak terulang lagi. Saat ini ada pejabat yang diduga menerima suap sehingga memperpanjang kontrak Freeport tanpa memperbaiki syarat-syarat kontrak.
Sudirman membantah dengan menyatakan bahwa surat 7 Oktober itu sama sekali tidak menyebutkan adanya perpanjangan kontrak Freeport. “Surat itu juga sudah diketahui publik dan bukan hal yang baru,” ujarnya. Sudirman mengklaim pemerintah hanya memenuhi komitmennya untuk menjamin investasi jangka panjang Freeport di Indonesia.
Surat isyarat perpanjangan kontrak yang beredar luas itu tentu saja mengundang kehebohan publik. Sesuai amanat Undang-Undang Pertambangan dan Batu Bara, soal pengajuan perpanjangan kontrak PT FI baru bisa dilakukan pada 2019 atau dua tahun menjelang habis masa kontrak. Menurut UU itu juga, tahun 2021 hanyalah perizinan, bukan perpanjangan kontrak. Presiden Joko Widodo mengisyaratkan tidak mau memperpanjang kontrak karya Freeport lebih awal.
Isu perpanjangan kontrak PT FI menggelinding menjadi bola liar. Klimaksnya, skandal pencatutan nama presiden itu menjatuhkan Setya Novanto dari kursi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.
TIM TEMPO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini