PEMILIK toko Sari Alam mengeluh "Tahun ini lebaran agak sepi."
Toko ini yang berada di Gang Ribald, Jl. Pintu Besar Selatan,
Jakarta, menjual makanan kaleng produksi dalam dan luar negeri.
Ia melayani pesanan orang yang hendak mengirim makanan itu dalam
bentuk bingkisan pada sahabat dan relasinya. Harga penjualannya
per bingkisan berbeda-beda dari Rp 12.00 sampai Rp 40.000,
tergantung ragam isinya.
"Dua tahun lalu," katanya lagi, "jauh hari sebelum lebaran sudah
banyak datang pesanan. Sekali ini, susah deh." Pedagang seperti
ini banyak dijumpai di berbagai wilayah Jakarta. Bisnis mereka
umumnya terpukul oleh seruan Presiden Soeharto supaya para
penyumbang hendaknya mengirimkan bingkisan lebaran ke
rumah-rumah yatim piatu, tidak seperti biasa untuk para pejabat.
Apakah ada pesanan untuk rumah yatim piatu? "Jelas 'nggak ada
dong," jawab pemilik toko Sari Alam. "Orang mau kirim buket
(biasanya keranjang terdiri dari bambu) ini jelas karena ada
maksudnya," sambung pembantunya.
Tapi tidaklah sepi di semua tempat. "Bagi kami, lebaran sekali
ini membawa hok-kie (nasib baik)," kata Djong Pitono dari toko
P&D Nusa Indah di Blok M Kebayoran Baru. Rupanya dia banyak
menerima pesanan. Di situ bingkisan tidak dianggap bertujuan
'balas jasa' karena para langganannya dianjurkan supaya
"mengirim seperti pada saudara kita sendiri."
Penjual dari Gelael Supermarket, Kebayoran Baru, juga tidak
mengeluh. "Bahkan tahun ini lebih baik penjualan) ketimbang
waktu rame-rame pemberantasan pungli," katanya.
Umumnya para penjual itu sekali ini lebih bijaksana. Mungkin
akibat ramai pemberitaan tentang Buya Hamka yang pernah menerima
bingkisan lebaran berisi minuman keras. Sudah jarang diketahui
bingkisan terakhir ini mengikutsertakan minuman beralkohol itu.
Jika ada, para penjual menjamin pada kaum pemesan bahwa
kirimannya tidak akan mendarat di alamat yang keliru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini