Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua minggu sebelum diberhentikan, Rudy Setyopurnomo sudah tahu kariernya di PT Merpati Nusantara Airlines akan segera tamat. Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan bertanya bagaimana nasibnya jika diberhentikan. "Saya jawab, kalau memang tidak dipercaya lagi, ya, segera diputuskan," katanya.
Tepat akhir Juli lalu, Dahlan menjatuhkan keputusan itu. Lima direktur Merpati dicopot dan diganti dengan direksi baru yang hanya terdiri atas tiga orang. Mekanisme membela diri dalam jangka waktu 14 hari tidak digunakan Rudy. Posisi sebagai direktur utama maskapai penerbangan perintis di Indonesia tersebut hanya bertahan setahun lebih dua bulan saja di tangan Rudy.
Merpati sekarat terbelit utang Rp 6 triliun. "Sehari bunganya mencapai Rp 1,5 miliar," ujar Rudy. Padahal pendapatan perusahaan per hari tidak mencapai angka tersebut. Utang terbesar, Rp 3,2 triliun, untuk membeli 14 pesawat Modern Ark 60 buatan Xian Aircraft Corporation Industry, Cina. Sisa utang lainnya dari sejumlah BUMN, seperti Pertamina, Bank Mandiri, serta Angkasa Pura I dan II.
Rudy mau menerima posisi Direktur Utama Merpati setelah mencapai kesepakatan dengan Dahlan. Dia minta persoalan utang menjadi tanggung jawab pemerintah dan ia membenahi masalah operasional. Tidak lama menjabat, Rudy mengklaim bahwa budaya korupsi telah hilang di maskapai yang berdiri pada 1962 itu, dan operasionalisasi perlahan-lahan memberi pemasukan lebih.
Tapi langkah Rudy tidak mendapat respons positif dari PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Sejak 2008 Merpati menjadi pasien PPA. Sekretaris Perusahaan PPA, Rizal Ariansyah, beberapa waktu lalu mengatakan perombakan direksi didasari kebutuhan untuk merestrukturisasi perusahaan. "Dengan konteks tersebut, dibutuhkan direksi yang tepat untuk penyehatan," ujarnya.
Dahlan pun mengakui perombakan direksi ini atas usul PPA. Tanpa uji kelayakan dan kepatutan, terpilihlah direktur utama yang baru, Kapten Asep Ekanugraha. Asep bukan muka baru di Merpati. Kariernya di Merpati dimulai pada 1990. Pada 2010, ia menjabat direktur operasi. Lalu ia mengundurkan diri pada 2013 karena upayanya memperbaiki keadaan tak ditanggapi.
Rudy membantah jika timnya dinilai tidak berusaha menyehatkan perusahaan. Justru ia menilai masalah muncul karena PPA punya rencana yang tidak sesuai dengan rencana bisnis Merpati tahun ini. Seharusnya ada uang Rp 200 miliar yang bisa dipakai untuk menyewa pesawat Airbus 320. Uang itu berasal dari dana penyertaan modal negara yang telah disetujui DPR.
Dana itu pula yang pernah diajukan oleh direktur utama sebelumnya, yaitu Sardjono Jhonny Tjitrokusumo. Namun PPA menilai kebutuhan dana Merpati mencapai Rp 1,4 triliun. "Saya tidak mengerti angka itu muncul dari mana," katanya.
Direktur Operasi Merpati Kapten Denny Satrio Trihandoko menyebutkan Merpati bisa efisien kalau menyewa pesawat Airbus 320. Perhitungannya, biaya per kursi per kilometer pesawat yang biasa digunakan Merpati, MA60, mencapai US$ 11 sen. Sedangkan dengan Airbus 320 hanya US$ 5 sen. Tapi rencana ini pun baru bisa berhasil dengan syarat pemerintah setuju utang Rp 6 triliun direstrukturisasi.
Masalah lain adalah perbedaan pandangan direksi dengan PPA. Direksi lama tak ingin aset utama dijual. PPA justru ingin menjual hanggar dan pusat pelatihan Merpati. Rencana ini menimbulkan kekhawatiran Merpati tidak punya aset lagi. "Ibarat jualan bakso, gerobaknya dijual," kata Rudy.
Rizal mengatakan PPA masih dalam tahap mendiagnosis kondisi Merpati sebelum melakukan pembenahan. "Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan juga akan melakukan audit operasional Merpati," katanya. Waktu pengerjaannya diperkirakan paling lama empat bulan sejak direksi baru terpilih.
Bersamaan dengan itu, direksi yang baru juga telah menyiapkan rencana jangka pendek, yaitu stabilisasi arus kas. Menurut Asep, perlu ada penambahan dan peremajaan pesawat. Merpati juga harus mulai memikirkan rute perintisnya. Yang tidak ekonomis, kata dia, ditutup saja. "Saya beri waktu dua bulan untuk me-review rute."
Pemerintah masih berharap Merpati tidak bangkrut. Dahlan pernah mencontohkan kasus restrukturisasi Garuda yang sukses lepas dari utang lebih dari Rp 10 triliun. Semua utang itu diubah menjadi saham. Proses konversi utang menjadi saham hanya bisa berhasil kalau ada persetujuan DPR. Tapi sebelum itu harus mendapat rekomendasi PPA.
Sorta Tobing, Bernadette Christina, Maria Yuniar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo